TANGERANG, cyberSBI - Terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam
pengurusan surat tanah di kawasan relokasi Desa Tanjung Pasir, Kecamatan
Teluknaga, Kabupaten Tangerang, telah menjadi perbincangan hangat di
masyarakat.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp dan telepon, Kepala
Desa (Kades) Tanjung Pasir, Arun, tidak memberikan tanggapan hingga Kamis
(28/8/2025).
Seorang warga yang tidak ingin namanya disebutkan
mengungkapkan kebingungannya. Ia menceritakan bahwa sejak masih tinggal di
Kampung Garapan lama, sebelum direlokasi, warga sudah dimintai uang hingga
jutaan rupiah hanya untuk membuat Akta Jual Beli (AJB) sebagai syarat pengajuan
ke perusahaan.
“Dalam AJB harus ada pihak pertama dan pihak kedua. Di sini
tidak jelas siapa pihak pertamanya dan siapa pihak keduanya. Bahkan, hingga
sekarang AJB tersebut tidak kelihatan,” ujarnya.
Warga tersebut juga mempertanyakan keabsahan pembuatan AJB
untuk lahan garapan. “Sebenarnya status tanah di Kampung Garapan itu hanya sebatas
penggarap. Bolehkah tanah garapan dibuatkan AJB?” katanya.
Di sisi lain, perwakilan perusahaan, H. Eman, ketika
dikonfirmasi via WhatsApp pada Jumat (29/8/2025), menjelaskan bahwa proses
relokasi warga garapan Desa Tanjung Pasir telah dimulai sejak September 2019,
dimulai pada masa Kepala Desa Gunawan dan berlanjut hingga kepemimpinan Kades
Arun.
“Persyaratan untuk alas hak relokasi cukup dengan keterangan
dari desa (C Desa) yang dibuat oleh kades, atau AJB, maupun sertifikat bila
sudah ada,” jelas H. Eman.
Ia menambahkan, meski disebut Kampung Garapan, sebagian
besar warga memiliki alas hak milik adat atas tanah, sehingga tidak wajib
menggunakan AJB. “Cukup keterangan desa dan SPPT PBB sudah bisa menjadi dasar
relokasi. Warga mendapat ganti rugi bangunan sesuai kondisinya, sementara tanah
ditukar satu banding satu,” tambahnya.
Menurut H. Eman, semua biaya pembuatan surat tanah di lokasi
relokasi sepenuhnya ditanggung oleh pengembang. “Sampai dengan pembuatan
sertifikat hak milik dan SPPT PBB, semuanya ditanggung pihak pengembang,”
tegasnya.
Sementara itu, berdasarkan pemberitaan Pikiran Rakyat
Tangerang (28/8/2025), sejumlah aparatur desa mengaku bahwa uang pungli
diserahkan langsung kepada Kades Tanjung Pasir, Arun.
Hasil penelusuran wartawan menunjukkan besaran pungli
bervariasi, mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp8 juta, tergantung luas lahan warga
yang terdampak relokasi. “Benar, ada warga relokasi yang dimintai Rp8 juta
untuk urus surat tanah. Uangnya diserahkan ke Kades Arun,” ungkap salah seorang
aparat desa yang tidak ingin disebut namanya, Rabu (27/8/2025) sore.
Pungutan tersebut disebut sebagai biaya pembuatan surat
tanah bagi warga relokasi yang sebelumnya tidak memiliki dokumen resmi. “Itu
untuk membuat surat tanah yang terkena relokasi. Tanah yang terpecah untuk
dibagi-bagi harus dibuatkan surat,” ujarnya.
Aparatur tersebut lebih lanjut mengungkapkan adanya pungutan
hingga Rp7 juta untuk pembuatan surat lahan yang akan dibagikan kepada ahli
waris. Bahkan, ia menyebut aliran dana itu tidak hanya berhenti di tingkat
desa, melainkan juga sampai ke Camat Teluknaga.
“Waktu itu kan pemecahan surat harus masing-masing. Ada yang
diminta Rp7 juta untuk tanah kosong seluas 350 meter. Itu dari Kades, larinya
ke Camat Pak Zam Zam,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, mantan Camat Teluknaga, Zam Zam
Manohara, membantah keras tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam praktik pungli.
“Itu tidak benar. Saya tidak pernah menerima berkas, apalagi
biaya pembuatan surat tanah relokasi di Desa Tanjung Pasir,” tegasnya, dikutip
dari Transpantura.com (27/8/2025).
Zam Zam bahkan meminta aparatur desa tersebut menunjukkan
bukti jika dirinya benar-benar terlibat. “Saya minta buktinya kalau benar saya
ikut serta. Kalau tidak bisa buktikan, saya akan somasi,” ujarnya.
Menyikapi mencuatnya dugaan pungli ini, masyarakat mendesak
Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera bertindak agar tidak ada oknum pelaku
pungli yang berlindung di balik aparat hukum. (DA)
Blogger Comment
Facebook Comment