Jakarta, cyberSBI — Lembaga
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) secara tegas meminta PT Tirta
Investama, produsen air mineral merek AQUA, untuk memberikan penjelasan terbuka
kepada publik terkait klaim produk yang tercantum dalam kemasan, yaitu tulisan
“AQUA 100% Murni” dan “Air Mineral Pegunungan.”
Langkah
ini diambil menyusul adanya temuan lapangan dan pemberitaan resmi mengenai
sumber air yang diduga berasal dari sumur bor, bukan dari mata air pegunungan
sebagaimana dipersepsikan oleh sebagian besar konsumen. Fakta tersebut
menimbulkan dugaan kuat adanya potensi pelanggaran terhadap hak konsumen atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Ketua
Umum DPP LPK-RI, Fais Adam, menegaskan bahwa klaim pada kemasan AQUA perlu
mendapat perhatian serius, sebab dapat menimbulkan interpretasi menyesatkan di
masyarakat. “Tulisan ‘AQUA 100% Murni’ dan ‘Air Mineral Pegunungan’ ditampilkan
secara terpisah di kemasan. Namun, secara visual dan persepsi, masyarakat bisa
memahami bahwa air AQUA sepenuhnya berasal dari mata air pegunungan alami. Bila
ternyata sumber air berasal dari sumur bor, maka hal ini berpotensi melanggar
Pasal 8 ayat (1) huruf f dan i UUPK, yang melarang penyebaran informasi yang
menyesatkan tentang asal-usul dan kualitas suatu produk,” tegas Fais Adam di
Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Fais menambahkan, LPK-RI akan mengirimkan surat resmi permintaan klarifikasi dan audiensi kepada manajemen PT Tirta Investama untuk memastikan kebenaran klaim yang selama ini digunakan dalam label maupun iklan produk. “Kami menghormati reputasi AQUA sebagai merek besar, tetapi kejujuran informasi tidak bisa ditawar. Konsumen berhak tahu dengan benar sumber air yang mereka konsumsi setiap hari,” lanjutnya.
Sementara
itu, Agung Sulistio, Ketua II DPP LPK-RI, menegaskan bahwa lembaganya akan
mengawal persoalan ini secara serius karena menyangkut kepentingan publik yang
sangat luas. “Ini bukan semata soal bisnis atau branding, tetapi soal kejujuran
publik dan perlindungan konsumen. Jika memang benar sumber air berasal dari
sumur bor, maka konsumen harus diberi tahu secara transparan. Jangan sampai ada
kesan manipulasi informasi melalui kemasan atau iklan,” ujar Agung Sulistio.
Menambahkan
hal tersebut, Bambang L. Hutapea, S.H., M.H., C.Med, selaku Bidang Hukum
LPK-RI, menekankan bahwa aspek hukum dari dugaan pelanggaran informasi produk
tidak bisa dianggap sepele. “LPK-RI akan mengkaji aspek yuridis dari kasus ini,
termasuk kemungkinan adanya pelanggaran terhadap Pasal 10 UUPK yang melarang
pelaku usaha membuat pernyataan atau iklan yang menyesatkan. Bila diperlukan,
kami siap membawa persoalan ini ke ranah hukum agar ada kepastian dan efek jera
bagi pelaku usaha yang lalai terhadap kewajiban informatifnya,” tegas Bambang.
Bambang
juga menambahkan bahwa transparansi adalah bagian dari tanggung jawab sosial
korporasi yang harus dijalankan dengan integritas. “Kami membuka ruang dialog
dan klarifikasi, namun klarifikasi itu harus disampaikan secara terbuka dan
disertai data faktual. Ini bukan bentuk serangan, tetapi penegakan prinsip
kebenaran informasi publik. Konsumen berhak memperoleh kepastian atas apa yang
mereka beli dan konsumsi,” pungkasnya.
Sebagai
informasi tambahan, GMOCT (Gabungan Media Online dan Cetak Ternama) mendapatkan
informasi awal mengenai isu ini dari media online Kabarsbi, yang merupakan
salah satu anggota dari jaringan GMOCT.
Melalui
langkah ini, LPK-RI menegaskan posisinya sebagai lembaga independen yang akan
terus mengawal kebenaran informasi produk serta memastikan setiap pelaku usaha
menghormati hak-hak konsumen sebagaimana dijamin oleh undang-undang.
#noviralnojustice
#aqua
#gmoct
Team/Red (Kabarsbi)
GMOCT: Gabungan Media
Online dan Cetak Ternama

Blogger Comment
Facebook Comment