Majalengka, cyberSBI – Proses pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Majalengka
kembali menuai kritik tajam. Sejumlah pemerhati antara lain Saeful Yunus menyayangkan
sikap Pemerintah Kabupaten Majalengka yang dinilai abai terhadap aturan
mengenai Sisa Kemampuan Paket (SKP), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta
perubahannya, termasuk Perpres 12 Tahun 2021 dan Perpres 46 Tahun 2025.
Aturan ini menjadi dasar hukum utama dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ)
pemerintah, dengan prinsip utama menjaga kemampuan penyedia, mencegah
penumpukan pekerjaan, serta memastikan kualitas dan akuntabilitas. Namun, di
lapangan ditemukan indikasi bahwa sejumlah perusahaan justru mendominasi
proyek-proyek pengadaan di Majalengka, baik melalui e-Katalog maupun mekanisme
penunjukan langsung.
E-Katalog sejatinya dikembangkan untuk mendorong efisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang dan jasa. Sayangnya, di
Majalengka sistem ini justru disalahgunakan.
Para pemerhati menduga, proses ‘mini
competition’ yang
seharusnya terbuka bagi penyedia jasa malah tidak dilaksanakan secara
transparan. Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan segelintir pihak untuk
menguasai pasar dengan mengatasnamakan organisasi tertentu.
“Kami melihat ada praktik monopoli yang sangat menciderai semangat
pemerintah pusat dalam menciptakan keterbukaan dan persaingan sehat. Ini
membuat kesempatan bagi perusahaan jasa konstruksi lokal semakin tertutup,”
ungkap salah seorang pemerhati Saeful Yunus pada Minggu (17/8/2025).
Jika kondisi ini dibiarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan ketimpangan
serius dalam ekosistem usaha jasa konstruksi di Majalengka.
Perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di daerah terancam gulung tikar akibat
minimnya akses terhadap proyek pemerintah.
Lebih jauh, praktik monopoli ini dinilai bisa merugikan masyarakat luas.
Tidak hanya mematikan potensi ekonomi lokal, tetapi juga berpotensi menurunkan
kualitas layanan publik akibat tidak adanya persaingan sehat antarpenyedia
jasa.
“Di tengah sulitnya pemerataan ekonomi, justru ada pihak-pihak yang
memanfaatkan sistem untuk kepentingan kelompok. Ini ancaman nyata bagi
keberlangsungan perusahaan jasa konstruksi di Majalengka,” ungkapnya.
Pemerhati mendesak agar Pemkab Majalengka segera melakukan evaluasi
menyeluruh terhadap praktik pengadaan yang berjalan. Transparansi dalam proses
e-Katalog dan penunjukan langsung wajib ditegakkan agar sesuai dengan semangat
Perpres 46/2025.
“Kalau dibiarkan, monopoli ini bukan hanya merusak iklim usaha lokal, tapi
juga menyalahi prinsip pengadaan barang dan jasa yang akuntabel. Pemerintah
daerah harus membuka data, memberi ruang kompetisi sehat, dan memastikan tidak
ada pihak yang bermain di balik layar,” tambahnya.
Kasus ini menjadi sinyal bagi aparat penegak hukum dan lembaga pengawas
untuk turun tangan melakukan investigasi lebih lanjut. Publik menunggu langkah
nyata agar praktik monopoli tidak lagi menggerogoti sektor pengadaan di
Majalengka.(*)
Blogger Comment
Facebook Comment