Opini oleh Anthony Budiawan – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Jokowi tiba-tiba mengaku, bahwa memang dia yang mengeluarkan
kebijakan dan perintahkan menteri perdagangan Tom Lembong untuk melakukan impor
gula yang melibatkan perusahaan swasta.
Jokowi mengatakan "Yang namanya negara, seluruh
kebijakan itu dari Presiden."
Pengakuan Jokowi ini diberikan setelah mengetahui Presiden
Prabowo memberi abolisi kepada Tom Lembong. Artinya, semua proses hukum dan
akibat hukum terkait kasus importasi gula Tom Lembong ditiadakan.
Pengakuan Jokowi ini membuat kening berkerut. Kenapa Jokowi
baru sekarang bersuara dan mengaku bahwa kasus importasi gula Tom Lembong memang
atas perintahnya.
Padahal, di dalam persidangan Tom Lembong telah berkali-kali
mengatakan, bahwa persetujuan impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi
gula kristal putih yang melibatkan perusahaan gula dilakukan atas perintah
Jokowi.
Apalagi, permohonan menghadirkan Jokowi sebagai saksi telah
disampaikan secara resmi oleh kuasa hukum Tom Lembong di dalam persidangan.
Tetapi diabaikan oleh hakim.
Dalam persidangan yang profesional, tanpa kriminalisasi,
fakta penting ini harus ditindaklanjuti oleh hakim, dengan menghadirkan Jokowi
sebagai saksi apakah benar telah memberi perintah kepada Tom Lembong dalam
kasus impor gula, seperti kesaksian yang diberikan Tom Lembong.
Kesaksian Jokowi sangat penting dan menentukan. Karena,
kalau importasi gula benar atas perintah Jokowi (Presiden) maka semua dakwaan
Jaksa penuntut kepada Tom Lembong dengan sendirinya gugur. Artinya, tidak ada
peraturan yang dilanggar sejak awal dalam kasus importasi gula tersebut.
Tetapi, semua pihak diam. Jaksa penuntut mengabaikan fakta
ini. Hakim juga mengabaikan fakta ini. Jokowi diam seribu bahasa. Jokowi hanya
menonton bagaimana Tom Lembong dikriminalisasi oleh Jaksa dan Hakim. Dan tentu
saja oleh Jokowi?
Dengan sengaja mengabaikan fakta persidangan sangat penting
tersebut, bahwa Jokowi yang memberi perintah kepada Tom Lembong untuk melakukan
impor gula, dapat diartikan Jaksa dan Hakim telah melakukan mufakat jahat untuk
kriminalisasi Tom Lembong, dan menjatuhkan vonis hukuman penjara 4,5 tahun.
Pengakuan Jokowi bahwa dia sebagai presiden yang memberi
perintah kepada Tom Lembong terkait kebijakan importasi gula, seperti
disebutkan dalam fakta persidangan, membuktikan bahwa kriminalisasi kepada Tom
Lembong adalah nyata, bukan isapan jempol, bukan ilusi. Tetapi nyata.
Sebagai konsekuensi, semua jaksa penuntut dan majelis hakim
yang menangani perkara ini, temasuk tim audit investigasi BPKP (Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan), dan juga termasuk Jokowi, harus diselidiki atas
kriminalisasi kasus hukum Tom Lembong ini.
Karena, menurut mantan Jaksa Agung Herdarman Supandji,
kriminalisasi terhadap hukum, aparat penegak hukum, atau lembaga hukum adalah
bentuk tindakan kriminal. Oleh karena itu harus diselidiki.
Di sisi lain, pengakuan Jokowi bahwa dia yang memberi
perintah importasi gula kepada Tom Lembong, setelah Presiden Prabowo memberi
abolisi, mencerminkan watak Jokowi yang sesungguhnya, buruk dan licik.
Dengan pengakuan ini, Jokowi mau cuci tangan bahwa dia tidak
terlibat dalam kriminalisasi Tom Lembong. Dalam hal ini, Jokowi telah
mengorbankan jaksa penuntut dan para hakim, sebagai pihak yang melakukan
kriminalisasi terhadap Tom Lembong.
Perilaku Jokowi ini sekaligus peringatan kepada para buzzeRp
Jokowi agar siap-siap mental, setiap saat dapat dikorbankan.
Dengan mendompleng abolisi, dan baru mengakui sebagai pihak
yang memberi perintah impor gula kepada Tom Lembong, setelah vonis dan setelah
abolisi diberikan, Jokowi hanya mau membersihkan namanya berada di balik
kriminalisasi kasus Tom Lembong.
Pengakuan Jokowi sangat terlambat. Sebaliknya, pengakuaan
Jokowi malah membuka awan gelap bahwa kasus Tom Lembong jelas merupakan kasus
kriminalisasi.
Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus segera melakukan
penyelidikan secara independen, melibatkan pihak ketiga, memeriksa semua pihak
yang terlibat dalam kriminalisasi ini: jaksa, hakim, auditor BPKP dan juga
Jokowi.