BREAKING NEWS
Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan

Kepalsuan Ijazah Jokowi dan OCCRP di Belanda

Opini oleh: Muslim Arbi - Direktur Gerakan Perubahan dan Wakil Ketua TPUA

Saya sangat setuju dengan ide Doktor Rismon Sianipar untuk membawa soal kasus Ijazah Palsu Jokowi ke Pengadilan HAM Internasional di Den Haag Belanda. 

Mengapa demikian? Ketidak percayaan Doktor Rismon terhadap insitusi kepolisian yang menangani sejumlah kasus - sebagai seorang Pakar Forensik - terkait sejumlah kasus mengkonfirmasi ide dari Alumni UGM Asli - pengasuh Balige academy itu. 

Kasus yang disebutkan Rismon seperti Jessica Wongso, yang menantang Tito Karnavian sebagai Kapolri saat itu, bahkan menantang Kapolri Sigit untuk menangkap nya, juga kasus KM 50 dalam hal uji Forensik sangat beralasan agar kasus Ijazah Palsu Jokowi ini di uji di Pengadilan HAM internasional. 

Apalagi beberapa waktu lalu OCCRP yang bermarkas di Amsterdam Belanda telah merilis kejahatan Korupsi dan pelanggaran HAM oleh Jokowi. 

Jadi sangat tepat kalau kasus Ijazah Palsu Jokowi ini dapat juga di uji di Pengadilan HAM Internasional, biar segera clear masalah ini. 

Publik meragukan kejujuran dan objektivitas kerja polisi selama ini terkait dengan kasus-kasus di seputar Jokowi dan Keluarga nya. Karena Polisi saat ini masih di bawah kendali Jokowi dan Keluarga nya. 

Meski sudah ganti Presiden tetapi tidak Prabowo tidak segera mengganti Kapolri. Insitusi Kepolisian sulit memberikan keadilan kepada masyarakat terkait dengan kasus - Kasus Jokowi dan Keluarga nya. 

Jadi dalam kasus Ijazah Palsu Jokowi yang di bawa ke Mahkamah Internasional oleh Rismon itu akan membuka celah dan) pintu bagi Mahkamah Internasional untuk mengadili kasus-kasus Jokowi yang di rilis oleh OCCRP. 

Margonda Raya: 12 Mei 2025

Signal Genting Ekonomi Quartal 1/2025, Alarm Keras Bagi Pemerintah

Opini oleh Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan, pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2025 mencapai 4,87 persen. Sekilas, tidak terlalu buruk. Tidak terlalu beda dengan pertumbuhan ekonomi selama sepuluh tahun terakhir ini yang juga sekitar 5 persen saja. Bahkan pertumbuhan ekonomi 2015 hanya 4,88 persen.

Tetapi, apa benar tidak ada yang perlu dikhawatirkan? Apa benar pertumbuhan ekonomi Q1/2025 sebesar 4,87 persen baik-baik saja?

Angka 4,87 persen hanya sebuah angka, tidak bermakna sama sekali tanpa melihat data lebih detil. Seperti pepatah bilang, _the devil is in the details_. Dari luar kelihatan bagus, tetapi bisa saja di dalamnya banyak masalah. Untuk itu, mari kita lihat bagaimana isi dari pertumbuhan 4,87 persen tersebut.

Pertama, ekonomi terdiri dari dua sisi, yaitu sisi produksi dan sisi permintaan atau konsumsi. Sisi produksi mengatakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,87 persen. Tetapi pertumbuhan konsumsi pada Q1/2025 ternyata hanya 4,05 persen. Artinya ada 0,82 persen dari hasil produksi tidak terserap atau terkonsumsi.

Sebagian besar dari jumlah tersebut, yaitu 0,60 persen, masih tersimpan di gudang produsen, yang dinamakan “persediaan”. Dalam hal ini, kita harus antisipasi produksi pada periode selanjutnya akan turun, karena produsen akan mencoba menghabiskan barang yang ada di gudangnya terlebih dahulu.

Produksi yang tersimpan di gudang (sebagai persediaan) tidak menjadi masalah selama persediaan tersebut memang diproduksi untuk mengantisipasi permintaan yang membludak. Tetapi, produksi yang berlabuh di gudang persediaan akan menjadi masalah besar kalau penyebabnya daya beli yang lemah, sehingga tidak mampu menyerap produksi. Sepertinya ini yang terjadi. 

Kedua, pertumbuhan konsumsi sebesar 4,05 persen tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu pertumbuhan konsumsi dalam negeri (domestik) dan pertumbuhan konsumsi luar negeri (ekspor-impor). Pertumbuhan konsumsi dalam negeri, yang terdiri dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan konsumsi untuk investasi, hanya mencapai 3,22 persen saja. Yang mana, angka pertumbuhan triwulanan 3,22 persen ini merupakan yang terendah sejak 2011 sampai 2019 (sebelum pandemi covid). Dalam hal ini, ada dua catatan penting yang perlu digarisbawahi.

Pertama, konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi 0,09 persen, dan kedua investasi hanya mampu mencatat pertumbuhan 0,65 persen, yang mana juga terendah sejak 2011 sampai sebelum pandemi 2019.

Ternyata, memang ada _the devil in the details_ di dalam pertumbuhan 4,87 persen tersebut. Yaitu, pertumbuhan ekonomi domestik sangat lemah, dan kemungkinan besar bisa menjadi masalah serius di triwulan-triwulan selanjutnya. Konsumsi pemerintah kemungkinan besar masih akan terkontraksi sampai akhir tahun ini. Karena penerimaan pajak tahun ini diperkirakan akan jauh di bawah target. Sampai Q1/2025 penerimaan pajak baru tercapai 14,7 persen.

Investasi global diperkirakan masih belum bisa bangkit. Tariff Trump hampir dapat dipastikan akan membuat ekonomi dan investasi global tertekan.

Terakhir, daya beli masyarakat nampaknya masih akan tertekan mengingat PHK masih terjadi di berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor media massa, ritel, dan juga manufaktur. Di lain sisi, investasi yang masih minim belum dapat menciptakan lapangan kerja baru sesuai harapan.

Semua ini mencerminkan, ‘kualitas’ pertumbuhan ekonomi 4,87 persen ternyata tidak baik-baik saja. Pertumbuhan ekonomi domestik yang sangat lemah, dan investasi yang sangat rendah, mencerminkan ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Untuk itu, masyarakat berharap semoga pemerintah dapat segera mencari solusi agar dapat membawa ekonomi Indonesia menjadi lebih baik pada triwulan-triwulan selanjutnya. 

--- 000 ---

Kereta Cepat Jakarta Bandung Masih Berdarah-Darah



Opini oleh  Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

 

Sudah lama tidak terdengar kabar tentang Kereta Cepat Jakarta Bandung yang sudah beroperasi sejak 2023.

 

Yang pasti, kondisi Kereta Cepat Jakarta Bandung tahun lalu tidak menggembirakan sama sekali. Kondisinya tidak baik-baik saja. Sedang berdarah-darah.

 

Investasi dan Pinjaman

Biaya investasi proyek kereta cepat awalnya disepakati 6,02 miliar dolar AS. Kemudian biaya proyek membengkak (cost overrun). Tidak tanggung-tanggung, cost overrun mencapai 1,2 miliar dolar AS. Sehingga total biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung mencapai 7,22 miliar dolar AS. Luar biasa.

 

75 persen dari biaya investasi tersebut diperoleh dari pinjaman. Total pinjaman mencapai 5,415 miliar dolar AS.

 


Biaya Bunga

Biaya bunga untuk investasi awal yang sebesar 6,02 miliar dolar AS dikenakan biaya bunga sebesar 2 persen per tahun. Sedangkan pinjaman terkait cost overrun dikenakan biaya bunga 3,4 persen per tahun. Sehingga total biaya bunga menjadi 120,9 juta dolar AS per tahun.

 

Dengan asumsi kurs rupiah rata-rata sebesar Rp15.000 per dolar AS sepanjang tahun 2024, maka biaya bunga dalam rupiah mencapai Rp1,8 triliun untuk tahun 2024.

 

Pendapatan.

Di lain sisi, jumlah tiket yang terjual sepanjang tahun 2024 sebanyak 6,06 juta tiket. Dengan asumsi harga tiket rata-rata m Rp250.000 per tiket, maka total pendapatan Kereta Cepat Jakarta Bandung tahun 2024 hanya Rp1,5 triliun saja.

 

Jumlah ini jauh lebih rendah dari biaya bunga. Terjadi defisit (kerugian) sekitar Rp300 miliar, belum termasuk biaya operasional dan biaya lain-lain, yang pasti mencapai ratusan miliar rupiah per tahun.

 

Defisit Kereta Cepat Jakarta Bandung ini nampaknya harus ditutupi dari utang lagi. Kondisi ini tentu saja sangat bahaya. Tidak sustained. Bagaikan skema Ponzi saja.

 

Sampai kapan BUMN konsorsium pihak Indonesia bisa bertahan dari ‘pendarahan’ ini.

Kita tunggu episode selanjutnya.

 

Rekonsiliasi Nasional, Mungkinkah?

 


Opini oleh Saiful Huda Ems - Lawyer, Analis Politik dan Aktivis '98

Pertemuan silaturrahmi antara Presiden Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP, Ibu Megawati Soekarnoputri di kediaman Ibu Megawati di Jl. Teuku Umar Menteng Jakarta Pusat, pada Senin (7/April/2025) yang lalu, telah membawa angin segar kedamaian di Tanah air ini, setelah sebelumnya selama beberapa minggu Indonesia diwarnai aksi demonstrasi yang sangat panas, membara mulai dari kabupaten-kabupaten, Provinsi-Provinsi hingga Ibu Kota Jakarta.

 

Saya katakan Ibu Kota Jakarta karena realitasnya Jakarta masih dijadikan pusat pemerintahan, meskipun UU nya menyatakan Jakarta sudah berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), bukan lagi Ibu Kota. Namun IKN pada kenyataannya sampai sekarang masih mangkrak, dan menurut kabar terakhir IKN mulai jadi markas tikus, karena selama beberapa bulan ini IKN diserbu oleh jutaan tikus. Kalau tidak percaya, silahkan hitung sendiri atau menggunakan jasa lembaga survei langganan Pak Jokowi, jumlah tikus-tikus yang menyerbu IKN itu. Jadi ini bukan hoax.

 

Kembali pada persoalan pertemuan antara Pak Prabowo dan Bu Mega di Teuku Umar, saya melihat masyarakat begitu antusias sekali mendengar kabar itu, bahkan saya sendiri sempat menitikkan air mata, terharu, seolah melihat adanya cahaya baru di gelapnya situasi ekonomi dan politik Indonesia. Saya pikir jika ini terus berlanjut maka akan menjadi momentum terciptanya Rekonsiliasi Nasional baru yang sejati, antara Pemerintah dan PDIP, wabil khusus antara para pendukung fanatik Pak Prabowo dengan Ibu Megawati Soekarnoputri yang selama ini tarung terus menerus di medsos.

 

Persoalannya kemudian sejauh mana benefit atau keuntungan dan pengaruhnya pertemuan itu buat rakyat, yang saat ini mulai terjerat oleh persoalan ekonominya? Juga terjajah serta terhina lahir batinnya oleh ulah prilaku koruptor-koruptor kakap, yang menggarong uang atau kekayaan negara? Inilah masalahnya yang harus dikaji terlebih dahulu secara mendalam.

 

Rekonsiliasi nasional juga tidak akan terasa manfaatnya, manakala istana masih menjadikan koruptor-koruptor sandera politiknya sebagai menteri yang menduduki pos-pos strategis di Kabinet, sedangkan di sisi lain orang-orang yang sangat kritis pada mereka dan pada Jokowi yang sebelumnya menjadi presiden, semisal Mas Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP malah ditahan oleh KPK untuk tuduhan yang sangat absurd?.

 

Maka karenanya menurut hemat pikiran saya, Rekonsilisasi Nasional ini tidak akan terwujud dengan baik, sebelum pertama, Mas Hasto Kristiyanto dibebaskan dari tahanan KPK, lalu direhabilitasi nama baiknya, dan kemudian di masukkan di Kabinet Pemerintahan Prabowo sebagai wujud terimakasih Pemerintahan Pak Prabowo pada Mas Hasto yang dengan berani dan tekun mengkritisi kebijakan menyimpang Pemerintahan Jokowi selama ini, serta sebagai bentuk permohonan maaf Pemerintahan Prabowo secara tulus, yang telah menahan Mas Hasto yang tidak bersalah.

 

Pak Presiden tidak perlu khawatir dituduh mengintervensi lembaga penegak hukum, apalagi KPK yang sifatnya hanya Adhock. Ada doktrin dalam Ilmu Hukum Tata Negara yang menyatakan,"Dalam kegentingan yang memaksa, Presiden dapat melakukan tindakan di luar konstitusi". Istilahnya Dictator Constitutional. Ini berbeda jauh dengan apa yang pernah dilakukan oleh Rezim Jokowi, yang bolak-balik melanggar konstitusi bukan karena kegentingan negara yang memaksa, melainkan kegentingan anak, menantu dan adik iparnya untuk sesegera mungkin menjadi pejabat negara. Beda jauh, sangat tidak tepat pelaksanaannya dengan Doktrin dalam Ilmu Ketatanegaraan tsb.

 

Saya masih sangat ingat betul, Mas Hasto pernah berkata pada saya berkali-kali,"Mas Saiful, sampai saat ini Pak Prabowo masih positif dalam pandangan kami, yang saya lawan itu bukan Pak Prabowo melainkan Pak Jokowi yang menzhalimi kami !". Jadi, jika melihat fakta ini, berarti sesungguhnya secara pribadi antara Mas Hasto dengan Pak Prabowo itu sama sekali tidak memiliki persoalan apa-apa, lalu kenapa tidak Pemerintahan Prabowo melalui KPK nya tidak sesegera mungkin membebaskan saja Mas Hasto dari tahanan KPK yang tuduhannya mengada-ada dan sangat lemah menunjukkan bukti-buktinya?.

 

Kedua, Rekonsiliasi Nasional juga tidak akan pernah terwujud secara nyata (bukan pura-pura), selama beberapa menteri yang terindikasi korupsi dan sebagian pernah berurusan dengan hukum di Kejaksaan Agung dan KPK, terus dibiarkan tetap menjabat sebagai menteri. Ini selain akan membuat berbagai kebijakan Pemerintahan Prabowo tidak didukung oleh rakyat, juga berakibat kebijakan-kebijakan itu menjadi tidak efektif dan membuang-buang anggaran negara saja.

 

Ketiga, Pak Prabowo Subianto itu sudah mulai banyak ditinggalkan oleh para pendukungnya di masa Indonesia mulai memasuki masa krisis ekonomi seperti sekarang ini. Yang tersisa hanya tinggal masyarakat (maaf) yang awam politik dan para Buzzer Borongan Jokowi, yang getol mengkampanyekan Gibran dan memberitakan tingkah pola Jokowi yang jadi presiden-presidenan di jalanan mulai dari Kota Solo dan sekitarnya.

 

Apabila Pak Presiden Prabowo tidak jeli mengikuti perkembangan situasi politik ini lantaran sibuknya tugas-tugas kenegaraan Pak Presiden, maka Pemerintahan Pak Prabowo saya khawatirkan akan segera mengalami keguncangan hebat oleh serbuan massa demonstran yang dipicu oleh krisis ekonomi dan ketidak percayaan rakyat pada Pemerintahan Pak Prabowo di hari-hari dekat mendatang.

 

Keempat, oleh karena itu silaturrahmi pertemuan antara Pak Prabowo dan Bu Megawati Soekarnoputri sebaiknya terus menerus dilanjutkan, dan sebisa mungkin menghasilkan keputusan-keputusan konkrit yang bermanfaat untuk pembenahan managerial negara, seperti sesegera mungkin mereshuffle para menterinya yang tidak kompeten dan menggantinya dengan orang-orang profesional di bidangnya.

 

Ada tokoh fisikawan Indonesia yang brilian yang selama ini luput dari teropongan istana, namanya Dr. Haidar Alwi alumnus ITB dan Universitas di Kota  Scenectady negara bagian New York Amerika Serikat, untuk sekolah lanjutan Pembangkitan di General Electric, yang selama beberapa tahun ini dikenal luas sebagai tokoh utama penggerak Relawan Jokowi. Beliau bisa bapak Presiden Prabowo pertimbangkan sebagai Menteri ESDM menggantikan Bahlil, atau minimal di posisi Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan menggantikan Hasan Nasbi yang sangat buruk komunikasi publiknya.

 

Bang Haidar Alwi ini sangat genius dalam memetakkan sumber daya alam di Indonesia, khususnya untuk konteks bisnis pertambangan, hingga beliau beberapakali menawarkan solusi pembayaran hutang luar negeri Indonesia, yang menumpuk dari hasil hutang Rezim Jokowi. Jaringan politiknya di kalangan alim ulama Nusantara juga luar biasa banyaknya.

 

Ada pula Presiden Partai Buruh dan Presiden KSPI, Bang Said Iqbal yang sangat lihai menginventarisasi persoalan perburuhan di seluruh Indonesia dan cermat membuat solusi-solusinya, seperti yang kemarin direkomendasikan Bang Said Iqbal pada Pak Probowo mengenai Pembentukan Satgas PHK dll., yang kemudian direspon dengan baik oleh Pak Prabowo.

 

Bang Said Iqbal yang lulusan Tekhnik Mesin dan dilanjutkan dengan perolehan master di Bidang Ekonomi Universitas Indonesia ini, termasuk salah seorang tokoh aktivis internasional. Beliau bahkan pernah meraih penghargaan tokoh buruh terbaik dunia, dari The Fabe Elisabeth Falazquez Award oleh Serikat Pekerja Belanda, FNV.

 

Lalu ada lagi Cendekiawan Perempuan tangguh yang suara-suara kritisnya kerap menembus dinding-dinding istana dan meramaikan jagat medsos, serta kampus-kampus dalam dan luar negeri, Teh Prof. Connie Rahakundini Bakrie yang sangat populer sebagai Analis Militer dan Pertahanan, serta dekat dengan Presiden Vladimir Putin dan dipercaya oleh Rusia dengan salah satunya menjadi Guru Besar Universitas St. Petersburg Rusia.

 

Universitas St. Petersburg  di Rusia ini merupakan pusat sains dan pendidikan terkemuka di dunia. Jadi sayang sekali jika ada tokoh akademisi terkemuka seperti Teh Prof. Connie Rahakundini Bakrie ini, yang diapresiasi dengan baik oleh negara Adi Daya (Rusia) ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintahan Pak Prabowo Subianto.

 

Dari empat nama yang saya sebutkan di atas, saya sepertinya sedikit banyak telah mengetahui integritas keilmuannya, serta kejujurannya, karena saya juga lumayan cukup intensif berkomunikasi dengan beliau semua, kecuali komunikasi yang terhenti dengan Mas Hasto Kristiyanto, karena sampai saat ini masih ditahan oleh KPK, sebagai korban kriminalisasi Mafioso Solo yang nampaknya menggunakan operator-operator politiknya di KPK.

 

Kelima, saya berharap dengan mengangkat empat orang tersebut, ditambah lagi dengan tokoh-tokoh kritis atau profesional berintegritas Indonesia lainnya yang Pak Prabowo percaya, saya haqul yakin Indonesia akan siap menghadapi tantangan krisis ekonomi, sosial dan politik ke depan.

 

Karena hal itu akan menjadi bagian dari strategi terciptanya Demokrasi Partisipatoris, yang akan membuat rakyat kompak bersatu untuk mendukung berbagai kebijakan Pemerintah, serta menjadi kuat, tahan banting menghadapi berbagai ancaman badai persoalan bangsa dan negara apapun bentuknya, setujukah Pak Presiden?...(SHE).

---

Nothing to Lose, Trump Berlakukan Tarif Resiprokal Putaran Kedua Kepada China



Opini oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Trump memberlakukan tarif impor dasar 10 persen kepada semua produk impor dari seluruh negara di dunia pada 2/4/2025, ditambah tarif resiprokal yang besarnya berbeda untuk setiap negara.


China dikenakan tarif resiprokal 54 persen yang merupakan tarif tertinggi dari semua negara.


Tentu saja China harus menunjukkan kekuatannya. China tidak bisa diperlakukan ‘sewenang-wenang’ oleh pihak manapun.


Sehari kemudian, China melakukan pembalasan, atau retaliasi, dengan mengenakan tarif resiprokal balasan sebesar 34 persen terhadap semua produk Amerika.


Retaliasi China tersebut dapat dipahami sebagai pengakuan secara tidak langsung bahwa China hanya dapat menerima kenaikan tarif impor sebesar 20 persen. Jangan 54 persen.


Antara mengejutkan dan tidak, Trump kemudian memberlakukan retaliasi kembali, menghidupkan mesin tarif resiprokal putaran kedua kepada China. Besarnya tidak tanggung-tanggung, 50 persen. Sehingga, total tarif impor produk China ke Amerika mencapai 104 persen.


Hal ini menunjukkan, Trump sangat serius dengan kebijakan tarif resiprokal-nya. Tekad Trump untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS tidak bisa ditawar. Bagi Trump, tidak ada titik mundur. 


Trump meyakinkan rakyat Amerika, “kita pasti akan memperoleh kesepakatan yang adil. Kalau tidak, kita tidak perlu berbisnis lagi dengan mereka.”


Trump said: "We're going to get fair deals and good deals with every country, and if we don't, then we're going to have nothing to do with them."


https://au.finance.yahoo.com/news/trump-tariffs-live-updates-us-moves-forward-with-104-china-tariffs-other-reciprocal-duties-191201481.html


Bagi Trump, kalau Amerika tidak berbisnis lagi dengan dunia luar, Amerika tida kakan rugi. Amerika bisa ‘menghemat’ satu triliun dolar AS setiap tahun. 


Yang jelas, tarif resiprokal putaran kedua ini akan membawa resesi ekonomi dunia semakin dalam. 


Permainan belum selesai. Jauh dari selesai. Mungkin masih ada negara yang akan mengikuti jejak China untuk melakukan retaliasi kepada Amerika. Atau mungkin China akan membalas lagi tarif resiprokal putaran kedua Trump.


Kita hanya bisa menonton, sambil was-was. Nasib setiap orang di dunia dipertaruhkan di sini, dan pasti dalam posisi terjepit. Apapun hasilnya, mereka akan terhimpit resesi.


—- 000 —-

Opini : Ancaman PHK dan Jalan Keluarnya



Opini oleh Saiful Huda Ems- Lawyer / Pengamat Politik.

 

Kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Donald Trump telah menimbulkan dampak besar terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia. Bahkan, beberapa negara dikenai tarif lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia, yang saat ini dikenakan tarif sebesar 32% dari tarif dasar 10% yang diterapkan Amerika Serikat secara umum.

 

Sejumlah sektor industri di Indonesia terdampak cukup serius oleh kebijakan ini, seperti industri tekstil, garmen (termasuk sepatu), elektronik, pertambangan, smelter, mebel, serta sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. Para pekerja di sektor-sektor tersebut kini menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), bahkan ada yang sudah mengalami PHK massal.

 

Said Iqbal, Presiden Partai Buruh sekaligus pimpinan KSPI, telah menyampaikan analisis yang mendalam serta memberikan rekomendasi kepada pemerintahan Prabowo Subianto. Ia mengusulkan pembentukan satuan tugas khusus penanganan PHK serta mendorong dilakukannya renegosiasi neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

 

Ia juga menekankan pentingnya melindungi industri dalam negeri agar tidak menjadi sasaran pengalihan pasar dari Amerika. Indonesia yang memiliki daya beli besar dengan harga jual murah, berisiko menjadi tempat pelarian produk asing. Karena itu, Said Iqbal mendesak pemerintah untuk segera mencabut Permendag No. 8 Tahun 2023 yang dianggap mempermudah impor dari Tiongkok. Jika tidak, berdasarkan hasil riset Litbang KSPI dan Partai Buruh, gelombang kedua PHK dalam tiga bulan ke depan diperkirakan bisa mencapai 50.000 orang.

 

Meski PHK sulit untuk dihindari sepenuhnya, jumlahnya bisa ditekan. Oleh karena itu, pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan pengupahan. Said Iqbal mencontohkan, ada pekerja yang memilih pindah dari Brebes ke Cirebon karena perbedaan upah Rp500 ribu, padahal jaraknya hanya sekitar 15 menit.

 

Said juga mengkritisi data PHK yang dirilis pemerintah, yang menurutnya seringkali tidak mencerminkan kenyataan di lapangan. Data tersebut umumnya berasal dari laporan Disnaker daerah yang diperoleh dari perusahaan, yang terkadang sengaja menutupi fakta untuk menghindari kewajiban memberikan pesangon. Sebaliknya, data dari KSPI cenderung lebih akurat karena bersumber dari serikat-serikat pekerja yang aktif di perusahaan-perusahaan.

 

Lebih jauh, ia menilai sejumlah menteri takut melaporkan data PHK secara terbuka karena khawatir dimarahi presiden. Berbeda dengan Partai Buruh dan KSPI yang tidak memiliki kepentingan politik, namun murni ingin memperjuangkan nasib jutaan buruh di Indonesia.

 

Kondisi ekonomi dan sosial yang tengah memburuk ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Jika diabaikan, potensi krisis yang lebih besar bisa terjadi. Demonstrasi tidak hanya akan digerakkan oleh mahasiswa, tetapi juga oleh buruh dan masyarakat umum di seluruh Indonesia.

 

Pemerintah Prabowo yang didominasi oleh pejabat-pejabat warisan Jokowi, bisa saja kewalahan menghadapi gejolak akibat meningkatnya pengangguran, kerusuhan sosial, dan krisis ekonomi. Investor pun bisa kehilangan kepercayaan, lalu membawa lari investasinya ke luar negeri, memicu gelombang capital flight.

 

Menurut penulis, kondisi ini tidak lepas dari warisan pemerintahan Jokowi yang telah meninggalkan ekonomi yang rapuh dan utang luar negeri yang menggunung. Ia menyerukan agar rakyat sadar atas dampak kebijakan-kebijakan Jokowi yang dinilai lebih berpihak kepada oligarki dan kini diwariskan kepada Prabowo dan putranya, Gibran.

 

Penulis bahkan mengusulkan agar Jokowi diadili, karena langkah tersebut diyakini dapat memulihkan kepercayaan investor, mengingat Indonesia memiliki keunggulan berupa biaya upah rendah dan pasar domestik yang besar.

 

Ia juga menyindir gaya hidup para pejabat Indonesia yang boros dan jauh dari kesederhanaan, mulai dari memiliki banyak kendaraan, istri, hingga simpanan, sementara transportasi publik masih jauh dari layak. Ia menyinggung kasus korupsi yang belum jelas penyelesaiannya dan menyerukan agar bangsa ini mulai berani membuka mata dan berkata jujur terhadap kondisi yang ada. Sapere aude! (Berani untuk berpikir).

Dampak Tarif Impor Resiprokal Trump Terhadap Ekonomi Dunia dan Indonesia 2



Bagian Dua: Krisis Moneter Menanti

Opini oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Dunia terguncang. Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor resiprokal kepada hampir seluruh negara di dunia. Khususnya kepada negara yang masuk daftar ‘Dirty 15’. Yaitu 15 negara penyumbang defisit terbesar terhadap neraca perdagangan AS.


Tarif resiprokal Trump dimaksudkan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS. Trump berpendapat, defisit perdagangan AS disebabkan tarif impor yang tinggi dan praktek dagang (hambatan non-tarif) yang tidak adil yang dikenakan kepada produk AS oleh negara mitra dagang khususnya ‘Dirty 15’.


Tarif resiprokal Trump membuat bursa saham dunia anjlok dua hari berturut-turut. Aset (wealth) senilai 6,6 triliun dolar AS menguap. Hal ini menggambarkan kondisi masa depan ekonomi dunia suram, peluang masuk resesi semakin besar. 


Ekonomi Indonesia juga tidak terkecuali. Krisis moneter dan krisis fiskal sulit dihindari, it is only a matter of time. Hanya masalah waktu saja. Krisis moneter yang berkepanjangan akan menjelma menjadi krisis ekonomi secara luas.


Berikut gambaran kondisi ekonomi Indonesia setelah Trump memberlakukan tarif resiprokal kepada hampir seluruh negara di dunia.


1) Tarif resiprokal Trump membuat volume Perdagangan dunia menyusut. Ekspor Indonesia ke berbagai negara turun. Ekonomi tertekan. Defisit neraca perdagangan meningkat, kurs rupiah tertekan.


2) Di tengah prospek masa depan ekonomi yang suram, investasi akan melambat, atau kontraksi. Selain itu, investor lebih memilih menyimpan cash dari pada surat berharga. Artinya, akan terjadi divestasi saham dan obligasi secara besar-besaran. Artinya, akan terjadi capital outflow dalam jumlah besar.


Bursa saham global sudah anjlok. Nasib bursa saham Indonesia juga akan sama, akan anjlok. Harga saham di bursa saham Indonesia saat ini overvalued: kemahalan. Karena belum terkoreksi kebijakan tarif resiprokal Trump, akibat liburan super panjang lebaran. Investor akan berlomba-lomba menjual portfolio sahamnya ketika bursa dibuka kembali awal minggu depan. IHSG anjlok.


3) Bagaimana nasib pasar obligasi? Untuk Indonesia, pasar obligasi jauh lebih mengerikan. Utang luar negeri Indonesia saat ini mencapai sekitar 430 miliar dolar AS. Lebih dari 90 persen dari utang tersebut dalam bentuk obligasi (surat utang). Kalau para pemilik obligasi divestasi 10 persen saja dari total kepemilikannya, maka kurs rupiah akan kolaps, meluncur cepat ke Rp18.000, bahkan bukan mustahil anjlok ke Rp20.000 per dolar AS.


Tidak diragukan, capital outflow 40 miliar dolar AS pasti akan membawa bencana besar bagi ekonomi Indonesia.


4) Intervensi BI tidak mungkin efektif lagi untuk mempertahankan kurs rupiah. Untuk mencegah capital outflow, kemungkinan besar BI akan menaikkan suku bunga acuan. Tidak ada pilihan lain.


Tergantung berapa cepat rupiah terdepesiasi, suku bunga akan menyesuaikan. Semakin cepat rupiah anjlok, semakin tinggi BI menaikkan suku bunga acuan.


5) Kenaikan suku bunga BI pada gilirannya akan “membunuh” sektor riil yang memang sedang sekarat akibat tarif resiprokal Trump.


Kenaikan suku bunga BI dan kenaikan kurs dolar AS, ditambah kondisi ekonomi yang sedang melemah, pada gilirannya akan memicu banyak perusahaan gagal membayar bunga dan pokok utang yang jatuh tempo, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri. Hal ini akan membuat ekonomi semakin tertekan, menuju chaos: krisis semakin dalam.


6) Di tengah kondisi ekonomi tertekan dan melambat, BI seharusnya menurunkan suku bunga. Tetapi, ancaman capital outflow membuat posisi BI dilematis. Menurunkan suku bunga akan membuat capital outflow semakin kencang. Sedangkan menaikkan suku bunga akan mempercepat ekonomi kolaps. 


7) Kondisi Fiskal atau APBN juga kritis. Penerimaan negara turun, semakin memberatkan fiskal yang juga sedang sekarat. Kemampuan pemerintah memberi stimulus fiskal semakin terbatas.


Pemerintah juga dalam posisi dilematis, menaikkan atau menurunkan tarif pajak? Menurunkan tarif pajak untuk stimulus ekonomi hampir mustahil, karena fiskal akan kolaps. Sebaliknya, menaikkan tarif pajak akan mempercepat “membunuh” ekonomi.


Penutup

Kondisi di atas menggambarkan skenario yang akan terjadi dengan ekonomi Indonesia, sebagai akibat dari kebijakan tarif resiprokal Trump. Hal ini sulit dihindari.


Sebaliknya, perang tarif akan semakin genting. China langsung membalas kebijakan Trump, dengan mengenakan tarif resiprokal balasan sebesar 34 persen. Sebagai info, Trump sebelumnya mengenakan tarif resiprokal 54 persen kepada China.


Sejauh ini Indonesia belum memberi reaksi memadai atas diberlakukannya tarif resiprokal Trump ini. Hal ini tentu saja tidak baik. Semoga pemerintah siap, dan mampu, mengatasi tantangan ekonomi dalam waktu dekat ini. 


—- 000 —

Dampak Tarif Impor Resiprokal Trump Terhadap Ekonomi Dunia dan Indonesia 1



Bagian Satu: Arti dan Maksud Tarif Impor Resiprokal


Opini oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Dunia terguncang. Tiga April 2025, bursa saham global membara. Indeks Dow Jones turun 3,98 persen, S&P 500 turun 4,84 persen, Nasdaq turun 5,97 persen.


Di Eropa, indeks DAX Jerman turun 3,01 persen, FTSE 100 Inggris turun 1,55 persen, CAC 40 Perancis turun 3,31 persen, dan AEX Belanda turun 2,67 persen.


Sebelumnya, indeks Nikkei 225 Tokyo anjlok 2,77 persen, Hang Seng Hong Kong minus 1,52 persen, Kospi Korea Selatan minus 0,76 persen.


Hari ini, bursa saham global masih lanjut merah.


Episentrum guncangan disebabkan oleh kebijakan Presiden Donald Trump yang resmi memberlakukan tarif impor tambahan, yang disebut tarif resiprokal, kepada hampir semua negara di dunia.


Trump berpendapat, perdagangan dunia selama ini tidak adil dan merugikan Amerika Serikat. Tarif impor AS relatif jauh lebih rendah dibandingkan tarif impor negara partner dagang lainnya, seperti China, dan juga Indonesia. Akibatnya, neraca perdagangan AS mengalami defisit dengan hampir seluruh negara mitra dagang.


Defisit neraca perdagangan AS tahun 2022, 2023 dan 2024 masing-masing mencapai 951,2 miliar (2022), 773,4 miliar (2023), dan naik lagi menjadi 918,4 miliar dolar AS pada 2024.


Oleh karena itu, Trump memberlakukan tarif impor resiprokal untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS, dengan menyetarakan tarif impor AS dengan tarif impor negara mitra dagang lainnya.


Trump mengenakan tarif impor dasar 10 persen kepada semua negara, ditambah tarif impor resiprokal yang besarnya bervariasi untuk setiap negara mitra dagang, tergantung dari berapa selisih tarif impor kedua negara saat ini, dengan juga memperhatikan apakah ada hambatan non-tarif terhadap produk AS.


Target Trump adalah negara yang masuk daftar ‘Dirty 15’, yaitu 15 negara yang menyumbang defisit terbesar kepada neraca perdagangan AS. Indonesia masuk dalam daftar ‘Dirty 15’.

 

Indonesia dikenakan tarif resiprokal 32 persen, di atas tarif dasar 10 persen.


Negara yang dikenakan tarif resiprokal, termasuk Indonesia, hanya mempunyai dua pilihan. Turunkan tarif impor terhadap semua produk AS, atau menerima kenaikan tarif resiprokal dengan lapang dada.


Atau, pilihan ketiga. Kalau Indonesia merasa tarif resiprokal Trump tidak benar, atau ngawur, Indonesia bisa membalas dengan menaikkan tarif impor tambahan, alias tarif resiprokal, terhadap semua produk AS, yang nantinya pasti akan dibalas lagi oleh Trump?


Yang jelas, sejauh ini India tidak berani. Vietnam juga tidak berani. Mereka memilih kompromi dan negosiasi.


Yang jelas, dampak tarif resiprokal Trump sudah membuat ekonomi dunia terguncang, pasar saham global anjlok.


Bagaimana dampaknya terhadap ekonomi Indonesia ….. bersambung ke Bagian Dua .


—- 000 —-

Teror Ndas, Fufufafa dan Ijazah Palsu


Opini oleh: Muslim Arbi direktur Gerakan perubahan dan Koordinator Indonesia bersatu


Teror Ndas Babi dan Tikus ke Tempo sudah memasuki minggu ketiga. Tidak ada tand-tanda untuk untuk di bongkar dan di usut tuntas oleh Kepolisian. 


Menurut pakar telematika, Roy Suryo. Itu mudah di usut. Karena petunjuk ke arah itu sangat jelas. Karena ada CCTV dan siapa yang membawa "pesan" teror itu. Dan bisa saja dengan segera aparat menemukan pelakunya dan mengumumkan nya. 

Jika aparat memang bekerja untuk rakyat, bangsa dan negara. Tetapi ternyata tidak. 


Apakah tidak sigapnya aparat ini bertindak untuk bongkar dan tangkap pelakunya. Karena aparat sudah mengcium siapa pelakunya dan siapa dalang nya? Siapa pun takut membongkar dan mengusut  nya? 


Apakah ada dalang besar yang berada di balik teror ndas ini, sehingga akan terkuak pelakunya. Sehingga cenderung diam dan enggan mengusut? 


Meski kasus ini, kata Roy sudah mendapat peliputan oleh media luar. The Guardian Inggris dan ABC Australia sudah angkat kasus ini. 


Tidak kah aparat membiar kasus ini; akan semakin memojokkan rezim Prabowo yang dianggap anti kritik dan sebagai ancaman matinya demokrasi di negeri ini, bukan? 


Tidakkah, kasus teror ndas babi dan tikus ini akan bikin negara-negara yang anut dan junjung tinggi demokrasi semakin menjauhi rezim ini. Dan akan kesulitan bagun hubungan di pilomatik dsb nya, bukan? 


Dan bisa saja akan enggan membantu kesulitan ekonomi negeri ini yang terpuruk akibat kebijakan salah rezim lama yang numpuk hutang dan membawa negeri ini kearah kebangktutan. 


Di tengah ancaman kebangkrutan ekonomi karena numpuk nya hutang. Akan kah negara ini, alami seperti yang di alami oleh Yunani? 


Diamnya atau enggaknya aparat membiarkan teror demokrasi seperti yang di alami oleh Tempo. Akan sama juga seperti sikap aparat terhadap kasus Fufufafa dan Iajzah Palsu Jokowi? 


Jika aparatur negara (polisj, Jaksa dan KPK) masih saja melindungi terhadap Fufufafa dan Ijazah Palsu Joko Widodo. Penegakkan Hukum akan semakin kacau. Karena pedang keadilan hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. 


Publik nasional dan Internasional sudah pasti akan telah mengetahui dengan jelas kasus Fufufafa dan Ijazah Palsu Jokowi karena telah mendapat pemberitaan yang luas. Tetapi tak tersentuh hukum. Akan dianggap negeri ini seperti hukum rimba yang kuat lah yang berkuasa dan melindungi kekuasaan dan kesalahannya. Ini pasti menimbulkan kekacauan hukum dan keadilan bagi bangsa ini. 


Jadi kasus ndas babi-tikus: Teror Tempo, Fufufafa dan Ijazah Palsu semakin membuat Indonesia Gelap Demokrsasi, hukum, keadialan bagi negeri ini. Dan itu semakin mendapat legitimasi bagi Gerakan Moral Mahasiswa dan Rakyat yang cerdas dan sadar untuk bangkit selamat negeri yang terancam rusak dan gelap gulita. 


Semiotika Idul Fitri



Opini DR Harun Ahmad -  Dosen Universitas Merdeka Malang

 

Idul Fitri bukan sekadar sebuah perayaan, ia adalah bahasa semesta yang berbicara dalam simbol-simbolnya—takbir yang menggetarkan, pakaian putih yang menyucikan, jabat tangan yang menyembuhkan, dan hidangan yang menghangatkan kebersamaan. Di balik setiap tradisi yang kita jalani, tersembunyi makna-makna yang lebih dalam, pesan-pesan yang mengajak kita merenung tentang hakikat diri, keikhlasan, dan kemenangan sejati. Maka, mari kita baca kembali Idul Fitri dengan mata hati yang lebih peka, menyingkap makna yang tersirat dalam tiap detiknya, agar hari kemenangan ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi cahaya yang menerangi langkah-langkah kita menuju hidup yang lebih fitri.

 

Fajar yang Menyingsing dan Cahaya Kemenangan

Fajar merekah dengan cahaya lembutnya, menelusup ke setiap sudut bumi yang masih basah oleh sisa embun. Di langit, warna jingga berpadu dengan biru muda, seolah melukiskan harapan baru yang perlahan bangkit dari sisa-sisa malam yang telah berlalu. Dari kejauhan, suara takbir menggema, menggema dari menara-menara masjid, menjalar hingga ke relung hati yang paling sunyi. Ada getar haru yang sulit diungkapkan: ini adalah pagi kemenangan, tetapi kemenangan seperti apa?

 

Setelah sebulan lamanya jiwa ditempa dalam keheningan sahur, dalam doa yang terlantun di antara malam-malam penuh rahasia, dalam dahaga dan lapar yang bukan sekadar perihal raga, kini kita sampai pada satu titik yang disebut Fitri—suci, kembali kepada hakikatnya. Tetapi, apakah benar kita telah menang? Apakah berlalunya Ramadhan berarti kita telah selesai dengan perjalanan mendekat kepada-Nya? Ataukah justru Idul Fitri adalah permulaan yang sejati?

 

Di antara senyum yang tersungging, pakaian yang bersih, dan tangan yang berjabat, ada satu pertanyaan yang perlu kita renungkan: apa yang sebenarnya kita rayakan? Apakah ini hanya hari di mana meja makan penuh kembali, di mana kesibukan dunia kembali menyergap, ataukah ada pesan yang lebih mendalam yang bersembunyi di balik simbol-simbol Idul Fitri? Apakah hari ini adalah sekadar perayaan, atau perjalanan menuju cahaya yang tak boleh padam?

 

Makna Simbol Idul Fitri

Pada hari yang penuh cahaya ini, Idul Fitri bukan sekadar perayaan, melainkan bahasa yang berbicara dalam simbol-simbolnya. Di setiap lantunan takbir, setiap helai pakaian putih, setiap jabat tangan yang erat, dan setiap hidangan yang tersaji, tersimpan pesan mendalam yang mengajarkan tentang makna suci sebuah kemenangan.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu…!!!

Suara takbir menggema di langit pagi, menelusup ke setiap hati yang telah lama merindu. Bukan hanya sekadar lantunan suara, takbir adalah seruan jiwa yang mengakui kebesaran-Nya. Ia bukan sekadar ungkapan kebahagiaan, melainkan pengakuan bahwa segala yang terjadi, segala yang kita raih, hanyalah karena kehendak-Nya.

 

Di balik gema takbir, terselip makna keterlepasan dari keangkuhan. Setelah sebulan ditempa oleh dahaga dan lapar, kini kita kembali kepada hakikat yang sejati: seorang hamba yang berserah. Takbir mengajarkan bahwa kemenangan sejati bukan tentang dunia yang digenggam, tetapi tentang jiwa yang bersujud penuh ketulusan.

 

Pada pagi Idul Fitri, hampir setiap orang mengenakan pakaian terbaiknya—putih bersih, baru, melambangkan kelahiran kembali. Seolah-olah, kain yang menutupi tubuh ini adalah simbol dari jiwa yang telah dibasuh oleh Ramadhan, kembali suci, kembali tanpa noda.

 

Tetapi, apakah hati kita juga seputih pakaian yang kita kenakan? Apakah kita telah menanggalkan dendam, iri, dan kesombongan yang selama ini melekat? Karena sesungguhnya, kebersihan yang hakiki bukanlah pada pakaian, tetapi pada hati yang tak lagi membawa beban dosa dan prasangka.

 

Tangan yang terulur, jemari yang saling menggenggam erat, wajah yang tersenyum penuh kehangatan—itulah momen yang paling bermakna di hari yang suci ini. Jabat tangan bukan hanya sekadar gestur, bukan hanya kebiasaan yang dilakukan setiap tahun, melainkan sebuah janji. Janji untuk menanggalkan dendam, meruntuhkan tembok kesalahpahaman, dan membuka lembaran baru yang lebih indah.

 

Memaafkan bukanlah perkara yang mudah. Ada luka yang terlalu dalam, ada kesalahan yang terasa begitu berat. Tetapi, pada hari ini, kita diajarkan bahwa memaafkan adalah cara terbaik untuk membebaskan jiwa dari belenggu masa lalu. Bukankah tangan yang menggenggam maaf adalah tangan yang paling ringan melangkah dalam kehidupan?

 

Di setiap rumah, di setiap meja makan, tersaji hidangan yang bukan sekadar makanan, tetapi lambang dari rasa syukur yang menghangatkan. Ketupat, dengan anyaman daunnya yang rumit, adalah metafora dari keterikatan yang terjalin dalam keluarga dan masyarakat. Dalam serat-seratnya, tersimpan harapan agar kebersamaan ini tak terurai, agar kasih sayang terus merajut erat.

 

Lebaran mengajarkan bahwa makanan bukan hanya untuk mengenyangkan perut, tetapi juga untuk mengenyangkan jiwa yang rindu berbagi. Karena kemenangan sejati bukan hanya tentang menikmati rezeki, tetapi juga tentang mengulurkan tangan kepada mereka yang kurang beruntung, agar kebahagiaan ini bisa dirasakan oleh semua.

 

Pada akhirnya, Idul Fitri bukan hanya tentang selebrasi, melainkan tentang makna-makna yang bersembunyi dalam setiap simbolnya. Ia adalah bahasa keikhlasan, bahasa pengampunan, dan bahasa cinta yang tak terucapkan. Maka, apakah kita sudah benar-benar memahami pesan yang ingin ia sampaikan?

 

Kembali ke Fitrah, Kembali ke Jatidiri

Fitrah—kata yang begitu sering kita dengar di hari kemenangan ini. Ia diucapkan dalam doa, diselipkan dalam ucapan selamat, dan dijadikan makna utama dari hari suci ini. Tetapi, apakah kita benar-benar memahami apa artinya kembali ke fitrah? Apakah setelah sebulan ditempa oleh puasa, doa, dan perenungan, kita sungguh-sungguh kembali kepada kemurnian diri?

 

Fitrah bukan sekadar keadaan tanpa dosa. Ia lebih dari itu. Ia adalah kembali kepada hakikat manusia yang sejati—jiwa yang jernih dari kesombongan, hati yang lapang dalam memaafkan, serta nurani yang dipenuhi cinta dan kasih sayang. Idul Fitri bukan hanya tentang kembali kepada keadaan suci, tetapi tentang keberanian untuk menata ulang jiwa, merawat kesadaran bahwa hidup ini lebih dari sekadar rutinitas duniawi.

 

Tetapi, ada satu pertanyaan yang lebih dalam: apakah Idul Fitri hanya satu hari dalam setahun? Ataukah ia seharusnya menjadi perjalanan panjang yang terus kita lalui?

 

Ramadhan telah berlalu, namun cahaya yang ia nyalakan dalam diri kita seharusnya tak padam begitu saja. Kebiasaan menahan diri, keikhlasan dalam berbagi, dan kerendahan hati dalam beribadah bukanlah sekadar ritual musiman, melainkan bagian dari perjalanan spiritual yang harus kita lanjutkan. Karena sejatinya, kemenangan bukan terletak pada perayaan, melainkan pada bagaimana kita menjaga cahaya yang telah kita temukan.

 

Dan di sinilah tantangannya. Mampukah kita mempertahankan hati yang telah disucikan ini? Mampukah kita tetap menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih pemaaf, lebih penyayang, bahkan setelah gema takbir mulai meredup? Ataukah kita akan kembali terseret dalam kesibukan dunia, lupa bahwa kita pernah berjanji untuk menjadi lebih baik?

 

Idul Fitri mengajarkan kita bahwa kembali ke fitrah bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari perjalanan baru—perjalanan panjang menuju kebaikan yang lebih abadi. Maka, mari kita melangkah dengan hati yang ringan, dengan jiwa yang penuh cahaya, dan dengan keyakinan bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk kembali kepada diri kita yang paling suci.

 

Idul Fitri, Cahaya yang Tak Boleh Padam

Idul Fitri bukan garis akhir, melainkan sebuah pintu gerbang. Ia bukan sekadar hari kemenangan, tetapi sebuah awal dari perjalanan panjang menuju kebeningan jiwa. Kita telah menapaki jalan Ramadhan dengan penuh harap, memurnikan hati, dan menyalakan cahaya keimanan. Namun, apakah cahaya itu akan tetap menyala, ataukah ia perlahan meredup, tertiup angin kesibukan dunia?

 

Kemenangan sejati bukan hanya tentang menyelesaikan Ramadhan, melainkan tentang bagaimana kita menjaga semangatnya dalam kehidupan. Saat gema takbir mulai mereda dan lembaran hari kembali berputar dalam rutinitas, semoga jiwa kita tetap terjaga. Semoga kebersihan hati yang kita reguk di hari yang suci ini tidak menjadi kenangan yang perlahan memudar, tetapi tetap bersemayam dalam diri—dalam sabar kita, dalam kasih kita, dalam cara kita memandang dunia dengan lebih jernih dan penuh cinta.

 

Maka, marilah kita rayakan Idul Fitri bukan hanya dengan pakaian terbaik, tetapi dengan hati yang paling bersih. Mari kita sambut hari yang fitri ini bukan hanya dengan tangan yang terulur dalam saling memaafkan, tetapi juga dengan jiwa yang lapang dan penuh kasih. Mari kita jaga cahaya ini, agar ia tak hanya bersinar hari ini, tetapi terus menerangi setiap langkah kita, sepanjang hidup kita.

 

Karena sejatinya, Idul Fitri bukan sekadar sebuah perayaan—ia adalah cahaya yang tak boleh padam.

 

Bumi Arema

Selamat Meraih Kemenangan, Salam Sehat Selalu ….!!!!

Mempertanyakan Solidaritas Para Elit PDIP Terhadap Mas Hasto



Opini oleh: Saiful Huda Ems (SHE) -  Lawyer dan Analis Politik, Aktivis 98

Sudah sebulan lebih ini, terhitung sejak 20 Februari 2025, Sekjen PDIP Mas Hasto Kristiyanto telah ditahan oleh KPK, untuk suatu dakwaan yang sangat tidak berdasar, berubah-ubah, tidak ada bukti valid hingga terkesan sangat mengada-ada.

 

Betapa tidak demikian, selain beberapa saksi seperti Agustiani Tiofridelina yang menolak hendak disuap 2 miliar oleh KPK, agar kesaksiannya bisa memberatkan Mas Hasto, dakwaan KPK terhadap Mas Hasto juga hanyalah pengulangan perkara yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap, dan para pelakunya sudah mendapatkan hukumannya masing-masing dalam Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tahun 2020.

 

Sejak semula kami (saya dan Mas Hasto Kristiyanto) sudah menduga, bahwa Mas Hasto akan dijadikan target operasi khusus rezim Jokowi yang kami lawan. Hal itu telah disampaikan oleh Mas Hasto kepada saya, sekitar 3 hari setelah Pilpres 2024. Atau sekitar tanggal 15 Februari 2024.

 

"Mas, saya lagi dijadikan target". Kata Mas Hasto pada saya ketika itu. "Oleh KPK, Mas?". Tanya saya. "Ya, begitulah". Jawab Mas Hasto. "Astaghfirullah...tenang Mas, itu berarti kritik-kritik Mas Hasto selama ini telah mengena tepat di jantungnya Jokowi. Kalau di zaman Orde Baru orang-orang kritis itu di PKI kan, di zaman sekarang di KPK kan. Sabar saja". Kata saya pada Mas Hasto ketika itu.

 

"Tapi saya akan lawan Mas, saya tidak akan diam, karena saya tidak bersalah apa-apa. Sebetulnya saya sudah diancam sejak Agustus 2023". Jelas Mas Hasto. "Ya...ya...saya faham Mas, semoga Mas Hasto dilindungi Gusti Allah". Kata saya.

 

Itu merupakan pertemuan pertama saya dengan Mas Hasto, politisi papan atas di negeri ini yang sangat ramah dan rendah hati, serta gemar berdiskusi soal politik dan sejarah. Setiap kami bertemu, beliau selalu terlebih dahulu menyuguhi saya beberapa buku sejarah untuk saya baca dan diskusikan bersamanya.

 

Pada awalnya saya sebenarnya agak pesimis dengan tokoh-tokoh politisi Indonesia kontemporer, yang biasanya sangat pragmatis, oportunis dan membuang jauh ideologinya. Mirip dengan Jokowi yang pernah diungkapkannya secara terang-terangan pada Rieke Diah Pitaloka.

 

Namun tidak demikian dengan Mas Hasto, Sekjen partai politik terbesar (PDIP) dan pemenang Pemilu 3x berturut-turut ini, Mas Hasto Kristiyanto itu pemikir besar, pelahap banyak buku dan sangat serius melakukan pelembagaan partai. Karenanya jangan heran jika Ibu Megawati Soekarno Putri sangat mempercayai kapabilitas dan integritas Mas Hasto Kristiyanto ini.

 

Di tangan Mas Hasto Kristiyanto PDIP maju pesat menjadi partai modern dan terbuka. "Mas, ini kantor yang dahulu diserbu antek-antek ORBA ya? Saya dulu sering nongkrong disini, tapi sekarang kok jadi kantor yang bagus dan megah sekali, sampai saya tadi nyaris tak lagi mengenali tempat ini". Iya Mas, ini kantor yang dahulu diserbu". Jawab Mas Hasto. "Luar biasa, alhamdulillah". Kata saya.

 

Perbincangan di atas itu adalah perbincangan ketika saya bertemu Mas Hasto untuk yang kedua kalinya. Dalam kesempatan itu saya diajak Mas Hasto untuk melihat beberapa ruangan yang dijadikan tempat kegiatan partai. Luar biasa sekali perkembangannya partai ini.

 

Sejak saat itu, saya diajak bertemu oleh Mas Hasto berkali-kali dan berdiskusi banyak hal soal Republik ini. Waow, sungguh ini merupakan suatu kehormatan tersendiri bagi saya, aktivis yang sudah puluhan tahun terpinggirkan oleh keangkuhan pemerintah, yang lebih gemar merampok daripada memperjuangkan nasib rakyatnya.

 

Sekarang ketika Sekjen partai yang sangat ramah, visioner dan berkomitmen kuat untuk memajukan negerinya itu ditahan oleh KPK untuk kasus yang seratus rupiahpun negara tak dirugikannya, saya perhatikan kok orang-orang hebat (elite-elite PDIP) itu nyaris tidak ada yang berani bersuara untuk membelanya?.

 

Ada apa dengan mereka, elite-elite PDIP ini? Kenapa hanya kader-kader PDIP seperti Adian Napitupulu, Deddy Sitorus dan sedikit lainnya yang bersuara, kemana yang lain-lainnya, yang populer-populer itu?! Takutkah mereka bersuara karena tertekan oleh ancaman Jokowi?

 

Tidak seharusnya Mas Hasto Kristiyanto itu dibiarkan berjuang sendirian, menghantam benteng-benteng kerakusan dan keangkuhan Jokowi yang sekarang dipelihara oleh Rezim Prabowo Subianto. Lupakah mereka, bahwa tanpa perjuangan keras Mas Hasto sebagai Sekjen PDIP, rasanya kecil sekali kemungkinan mereka bisa berjaya seperti sekarang ini?!.

 

Ketahuilah, Mas Hasto Kristiyanto itu ditahan oleh KPK bukan untuk kasus korupsi besar, melainkan kasus suap recehan, yang sebenarnya juga sangat dipaksakan dakwaannya, karena beliau sangat nyata tidak pernah melakukannya.

 

Apakah untuk kasus recehan seperti ini elite-elite PDIP tak berani bersuara untuk membelanya? Bukankah kasus recehan yang demikian menjadi bukti, bahwa sebenarnya Jokowi tidak mampu untuk mencari kesalahannya yang lebih besar dan memang sepertinya tak pernah Mas Hasto lakukan? Lalu kenapa untuk kasus yang begini saja kalian tak berani bersuara?!...(SHE).

Sidang Kasus Tom Lembong, Saksi JPU: Tidak Ada Penyimpangan Impor Gula

Thomas Lembong


Opini oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

 

Kasus sidang perkara Tom Lembong masuk tahap mendengarkan para saksi.

 

Yang mengejutkan, saksi-saksi yang dihadirkan Kejaksaan Agung (Kejagung) ternyata “membenarkan” kebijakan Tom Lembong. Hal ini dapat dilihat dari jawaban para saksi, bahwa pada dasarnya tidak ada penyimpangan kebijakan persetujuan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong.

 

Kebijakan impor gula tersebut dilakukan secara terbuka, transparan,  disebarluaskan kepada publik (media massa), dan ditembuskan kepada instansi terkait, antara lain Menteri Koordinator Perekonomian, termasuk Kapolri, KSAD, dan juga Presiden.

 

Berdasarkan fakta ini, dugaan Tom Lembong dikriminalisasi semakin menguat. Tom Lembong tidak bersalah tetapi dicari-cari kesalahannya.

 

Masalahnya, selama satu dekade terakhir ini, hukum di Indonesia sudah dirusak. Indonesia kini mengalami krisis penegakan hukum yang berkeadilan.

 

Hukum saat ini tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Hukum digunakan sebagai alat politik, sebagai alat kriminalisasi lawan politik. Banyak pihak yang diduga kuat telah melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk korupsi, tetap aman-aman saja, tidak tersentuh hukum, karena dekat dengan kekuasaan.

 

Sebaliknya, ada pihak yang tidak melakukan kesalahan tetapi dicari-cari kesalahannya, “dikriminalisasi”, agar bisa ditangkap dan dipenjara.

 

Salah satunya adalah kasus Tom Lembong yang diduga kuat penuh intrik politik, bukan murni penegakan hukum. Karena sejak awal kasus Tom Lembong sangat janggal, sangat dipaksakan.

 

Meskipun begitu banyak bukti kuat bahwa Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus pemberian persetujuan impor gula, tetapi tidak berarti Tom Lembong bisa serta merta mendapat keadilan, bisa mendapat putusan bebas dari persidangan ini.

 

Bahkan para saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut, nampaknya menguatkan pendapat bahwa tidak ada penyimpangan atas kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong.

https://nasional.kompas.com/read/2025/03/25/06200961/leganya-tom-lembong-usai-dengar-kesaksian-saksi-kasus-impor-gula-yang?page=all

 

Tetapi kasus Tom Lembong bukan murni kasus hukum, tetapi lebih kental untuk kepentingan politik tertentu.

 

Buktinya, meskipun beberapa menteri melakukan kebijakan impor gula yang sama, tetapi hanya Tom Lembong yang dijadikan tersangka.

 

Yang lebih menyolok lagi, penyidikan dugaan penyimpangan kebijakan impor gula yang seharusnya dilakukan untuk periode 2015-2023,  tetapi direduksi dan dibatasi hanya pada periode jabatan Tom Lembong saja, 2015-2016.

 

Semua itu membuktikan, Tom Lembong sedang dibidik, sedang dikriminalisasi.

https://www.metrotvnews.com/read/NgxCDBw6-tempus-dakwaan-kasus-tom-lembong-dinilai-berbeda-dengan-sprindik

 

Oleh karena itu, ditengah krisis hukum, peran masyarakat, khususnya media, menjadi sangat penting untuk mengawal proses persidangan, agar Majelis Hakim dapat dan berani mengambil keputusan hasil sidang sesuai dengan hukum yang berlaku, seadil-adilnya.

 

****

Negara Diperjuangkan Bersama- Sama, Jangan Kekuasaan Diembat Sendiri

  

Opini oleh  Salamuddin Daeng  Ekonom

Negara Indonesia Merdeka itu adalah hasil perjuangan bersama sama semua bangsa Indonesia. Mereka semua yakni rakyat jelata, tokoh agama, tokoh masyarakat para pemuda, Tentara, Polisi, politisi, raja raja dan keturunannya, semua berjuang hingga Indonesia merdeka seperti sekarang ini. Oleh karenanya penyelenggaraan negara Indonesia merdeka harus dengan semangat kebersamaan, bukan kepentingan masing masing.


Kebersamaan semakin kokoh ketika Indonesia lepas dari penjajahan asing. Penjajahan telah mengajarkan bagaimana kebersamaan dalam kebangsaan Indonesia dapat mengusir penjajah beserta jiwa dan raganya penjajah tersebut. Penderitaan lahir dan batin yang dirasakan sama oleh seluruh bangsa Indonesia telah membuat semua bangsa bersatu padu mengusung cita cita kemerdekaan dan akan menolak penjajahan di atas dunia sampai kapanpun dan dimanapun. Karena kemerdekaan telah terpatri didalam batin. Kebersamaan dipegang teguh!


Itulah mengapa dulu kekuasaan tertinggi itu ada di tangan Rakyat dan penguasanya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kebersamaan dalam menjalankan kekuasaan dimanifestasikan dalam kekuasaan tertinggi di MPR. Siapa saja Penguasanya di MPR tersebut? Ada perwakilan golongan, ada perwakilan tokoh agama, ada perwakilan tentara, ada perwakilan polisi, ada perwakilan petani, ada perwakilan buruh, ada perwakilan pemuda, ada perwakilan partai yang dipilih oleh anggotanya dan sebagainya. Intinya semua diwakilkan walau tidak semua dipilih secara langsung.

Kekuasaan negara yang dijalankan secara kebersamaan memang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia lahir, tumbuh, berkembang dari kebersamaan. Itulah mengapa sekarang kebersamaan ada dalam semua sendi kehidupan masyarakat. Kebersamaan didalam keluarga, didalam kampung dan desa desa, kebersamaan di dalam aktifitas sosial lainnya. Rasa dan semangat bersamaan tidak mungkin bisa ditarik atau dicabut dari dalam tanah air dan udara Indonesia.


Pancasila sebagai filosofi dan ideologi yang lahir dari perjalanan bangsa Indonesia adalah puncak kesepahaman akan kebersamaan bangsa Indonesia dalam menjalankan bangsa dan negara. Pancasila membuat bangsa Indonesia dapat terus berkeluarga, bersama sama, bergotong royong dalam menjalankan negara dan pemerintahannya. Dengan Pancasila bangsa Indonesia dapat senantiasa menolak adu domba, menolak pertentangan. konflik, perang yang selalu dikobarkan oleh penjajahan.


Penguasa itu silih berganti, kekuasaan itu adalah amanah. Semua dapat dijalankan secara bersama sama, secara kekeluargaan, secara gotong royong. Janganlah suatu kelompok meniadakan kelompok yang lain.


Jangan lah suatu golongan memandang rendah golongan lain. Sebagaimana orang kaya tidak memandang rendah orang miskin. Sebagaimana majikan tidak memandang rendah buruh atau karyawannya. Negara gotong royong itu dijalankan dengan berbagi. Memelihara orang miskin dan anak anak yatim. Memelihara keluarga dan membantu teman. Negara Indonesia itu fondasinya adalah kasih sayang. Inshaa Allah.

Menyerahkan Pengelolaan Fiskal Kepada Sri Mulyani Lagi: Mengulang Kegagalan 10 Tahun

 


Opini oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Rancangan APBN 2025 disusun dan diserahkan kepada DPR sekitar Mei 2024, ditetapkan menjadi RUU APBN pada Agustus 2024, dan disahkan menjadi UU APBN pada Oktober 2024.

Artinya, APBN tahun anggaran 2025 disusun oleh pemerintahan Jokowi dan Sri Mulyani.

Di dalam rancangan APBN 2025 dijelaskan mengenai *Arah dan Strategi Kebijakan Fiskal Tahun 2025*, antara lain untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. Serta mempunyai nilai strategis, karena merupakan kebijakan di masa transisi. 

Pernyataan ini terlalu mengada-ada. Nilai strategis seperti apa: menjadi landasan “Indonesia Emas”? Pernyataan seperti ini hanya membodohi publik saja.

Selama sepuluh tahun, pemerintahan Jokowi, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang bertanggung jawab terhadap kebijakan fiskal terbukti tidak mampu menciptakan akselerasi pertumbuhan ekonomi, dan tidak berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Terus, kenapa sekarang, di masa tahun transisi ini, kebijakan fiskal yang disusun Sri Mulyani, tiba-tiba bisa menjadi super, seolah-olah bisa menjadi penentu masa depan Indonesia: sebagai landasan Indonesia Emas 2045?

Faktanya, selama 10 tahun periode 2014-2024, tingkat kemiskinan nasional menurut BPS hanya turun 2,39 persen, dari 10,96 persen (2014) menjadi 8,57 persen (2024). 

Kemudian, utang pemerintah naik Rp6.071 triliun, dari Rp2.609 triliun (2014) menjadi Rp8.680 triliun (2024), atau naik lebih dari 230 persen. 

Angka stunting masih sangat tinggi, mencapai 21,5 persen pada 2023, hanya turun 0,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, 2022.

Berdasarkan data-data di atas, pemerintahan Joko Widodo dan Sri Mulyani terbukti gagal total dalam mengelola fiskal indonesia.

Mengikuti arahan dan strategi kebijakan fiskal dari pihak yang sudah jelas-jelas gagal dalam mengelola fiskal, maka hampir dapat dipastikan akan mengulang kegagalan tersebut.

Artinya, menyerahkan pengelolaan fiskal 2024-2029 kepada Sri Mulyani lagi yang terbukti gagal selama 10 tahun terakhir, maka hampir dapat dipastikan akan gagal juga.

Kemungkinan gagal fiskal sudah nampak. Penerimaan pajak anjlok lebih dari 30 persen dalam dua bulan pertama ini. Kemungkinan besar akan terjadi shortfall cukup besar pada tahun ini, bisa mencapai setidak-tidaknya 0,5 persen dari PDB. Tax ratio akan turun menjadi sekitar 9,1 – 9,5 persen dari PDB.

Asumsi kurs rupiah juga akan meleset. Kurs rupiah ditetapkan terlalu tinggi. Kurs rupiah di APBN 2024 ditetapkan Rp15.000 per dolar AS. Faktanya jauh lebih rendah dari itu, mencapai Rp16.000 AS. 

Tahun 2025 asumsi kurs rupiah nampaknya juga akan meleset jauh. Kurs rupiah di dalam APBN 2025 diperkirakan bergerak di rentang Rp15.300-Rp16.000 per dolar AS, atau rata-rata sekitar Rp15.650. 

Faktanya, kurs rupiah saat ini sudah tembus Rp16.500 per dolar AS, dan cenderung masih melemah, meskipun Bank Indonesia sudah melakukan intervensi pasar terus-menerus, serta menerbitkan surat utang Bank Indonesia (SRBI, SVBI, SUVBI) secara agresif.

Utang Luar Negeri Bank Indonesia naik dari 3 miliar dolar AS pada 2019 menjadi sekitar 30 miliar dolar AS pada 2024.

Risiko APBN lainnya yang sangat serius adalah beban bunga utang yang semakin besar. Rasio beban bunga terhadap penerimaan perpajakan naik dari hanya 11,6 persen pada 2014 menjadi 23,6 persen pada 2024.

Rasio beban bunga utang tahun 2025 diperkirakan akan naik lagi, bisa mencapai lebih dari 25 persen terhadap penerimaan pajak.

Beban bunga utang yang tinggi membatasi kemampuan belanja pemerintah, dan berdampak negatif terhadap ekonomi.
Oleh karena itu, menyerahkan pengelolaan fiskal kepada Sri Mulyani yang terbukti gagal selama 10 tahun ini akan membahayakan masa depan ekonomi dan fiskal Indonesia.

Pertanyaannya, kenapa Sri Mulyani dipertahankan meskipun bukti kegagalannya sudah terpampang secara jelas?

Ada pihak yang berpendapat, sulit mencari pengganti Sri Mulyani. Pendapat seperti ini sangat menghina bangsa Indonesia.

Di lingkaran Prabowo atau Gerindra saja, ada sosok Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan, yang mempunyai pengetahun luas, dan pastinya jauh lebih baik dari Sri Mulyani.

Semoga Presiden Prabowo secepatnya menyelamatkan ekonomi dan fiskal Indonesia, dengan mengganti nakhoda di Kementerian Keuangan. Jangan sampai kerusakan fiskal semakin dalam dan semakin parah. 

—- 000 —-

Penerimaan Pajak Turun, Wajib Pajak Jadi Kambing Hitam

Opini Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Penerimaan pajak per Februari 2025 turun dibandingkan period sama tahun lalu. Bukan hanya turun, tetapi anjlok lebih dari 30 persen, dari Rp269 triliun menjadi Rp187,8 triliun.

Anehnya, kementerian keuangan merasa hebat terus. Tidak pernah salah. Setiap kali penerimaan pajak turun, yang salah pasti wajib pajak, khususnya pengusaha. Mereka jadi sasaran kegagalan, menjadi kambing hitam, diberi label “wajib pajak nakal”.

Padahal, penurunan penerimaan pajak awal tahun ini sudah diperkirakan. Ada dua alasan untuk itu. Pertama, realitanya, aktivitas ekonomi tahun ini terus melanjutkan tren menurun. Daya beli masyarakat masih lemah. Permintaan merosot. Hal ini tercermin dari angka deflasi Februari 2025. Dampaknya, tentu saja penerimaan pajak turun.

Kedua, coretax. Sistem pajak digital yang konon sudah menghabiskan biaya Rp1,3 triliun ternyata bermasalah besar. Macet. Banyak wajib pajak tidak bisa lapor pajak, tidak bisa bayar pajak. Penerimaan pajak turun.

Bukannya minta maaf kepada masyarakat luas atas kegagalan ini, Kemenkeu malah mencari kambing hitam, menyalahkan rakyat yang sudah susah payah bayar pajak, dengan memberi label wajib pajak nakal.

Sebagai pembenaran, Kemenkeu dapat “obrak-abrik” wajib pajak, memeriksa “2.000 wajib pajak nakal” versi Kemenkeu. Kemungkinan besar banyak wajib pajak yang akan kena “intimidasi”, penetapan kurang bayar pajak secara sepihak, alias “sewenang-wenang”, alias seenaknya saja.

Tidak heran investasi semakin sulit. Investor semakin takut dicap “nakal”. Investasi lari ke luar negeri. Prospek ekonomi Indonesia akan semakin redup.


 
Copyright © 2025 CYBERSBI

cyberSBI