BREAKING NEWS

Pola Belanja BI Boros, 1 Miliar Dolar AS Hanya Menguatkan Maksimal 0,5 persen Selama 1- 2 Hari



JAKARTA, cyberSBI - Upaya intervensi BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah menimbulkan beban biaya yang besar.  Nilai tukar rupiah pada akhir tahun semestinya dapat kembali di kisaran Rp 16.000 per dollar AS apabila diikuti dengan reformasi struktural.

 

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, berpendapat, biaya intervensi yang dikeluarkan oleh BI untuk stabilitasi nilai tukar rupiah termasuk mahal. Namun, upaya tersebut terbilang sia-sia karena pada akhirnya rupiah tetap melemah.

 

Siswa- siswi TK melakukan kunjungan ke Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin (30/1/2023). Kegiatan edukasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai keuangan dan investasi di pasar modal sejak dini.

 

Pada 27 Maret 2025, rupiah dibuka di level Rp 16.590 per dollar AS atau lebih kuat 0,1 persen dari penutupan sebelumnya, setelah BI menghabiskan 1,6 miliar dollar AS untuk mengintervensi pasar spot dalam tiga hari terakhir. Rupiah pun kembali melemah ke level Rp 16.640 per dollar AS pada sesi siang.

 

”Data ini mengonfirmasi pola boros BI. Setiap 1 miliar dollar AS yang dihabiskan untuk intervensi langsung hanya mampu menguatkan rupiah maksimal 0,5 persen dan efeknya lenyap dalam 1-2 hari,” kata Achmad, Minggu (30/3/2025).

 

Setiap 1 miliar dollar AS yang dihabiskan untuk intervensi langsung hanya mampu menguatkan rupiah maksimal 0,5 persen dan efeknya lenyap dalam 1-2 hari. Sejak Januari 2025, BI telah menghabiskan 4,5 miliar dollar AS atau 3 persen dari total cadangan devisa.

 

Ini tampak dari penurunan akumulasi cadangan devisa per Februari 2025 yang turun menjadi 154,5 miliar dollar AS dari 156,1 miliar dollar AS pada Januari 2025. Ditambah pula biaya intervensi 1,6 miliar dollar AS-3 miliar dollar AS pada Maret 2025.

 

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/libur-lebaran-dan-depresiasi-rupiah-yang-melebar

Semiotika Idul Fitri



Opini DR Harun Ahmad -  Dosen Universitas Merdeka Malang

 

Idul Fitri bukan sekadar sebuah perayaan, ia adalah bahasa semesta yang berbicara dalam simbol-simbolnya—takbir yang menggetarkan, pakaian putih yang menyucikan, jabat tangan yang menyembuhkan, dan hidangan yang menghangatkan kebersamaan. Di balik setiap tradisi yang kita jalani, tersembunyi makna-makna yang lebih dalam, pesan-pesan yang mengajak kita merenung tentang hakikat diri, keikhlasan, dan kemenangan sejati. Maka, mari kita baca kembali Idul Fitri dengan mata hati yang lebih peka, menyingkap makna yang tersirat dalam tiap detiknya, agar hari kemenangan ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi cahaya yang menerangi langkah-langkah kita menuju hidup yang lebih fitri.

 

Fajar yang Menyingsing dan Cahaya Kemenangan

Fajar merekah dengan cahaya lembutnya, menelusup ke setiap sudut bumi yang masih basah oleh sisa embun. Di langit, warna jingga berpadu dengan biru muda, seolah melukiskan harapan baru yang perlahan bangkit dari sisa-sisa malam yang telah berlalu. Dari kejauhan, suara takbir menggema, menggema dari menara-menara masjid, menjalar hingga ke relung hati yang paling sunyi. Ada getar haru yang sulit diungkapkan: ini adalah pagi kemenangan, tetapi kemenangan seperti apa?

 

Setelah sebulan lamanya jiwa ditempa dalam keheningan sahur, dalam doa yang terlantun di antara malam-malam penuh rahasia, dalam dahaga dan lapar yang bukan sekadar perihal raga, kini kita sampai pada satu titik yang disebut Fitri—suci, kembali kepada hakikatnya. Tetapi, apakah benar kita telah menang? Apakah berlalunya Ramadhan berarti kita telah selesai dengan perjalanan mendekat kepada-Nya? Ataukah justru Idul Fitri adalah permulaan yang sejati?

 

Di antara senyum yang tersungging, pakaian yang bersih, dan tangan yang berjabat, ada satu pertanyaan yang perlu kita renungkan: apa yang sebenarnya kita rayakan? Apakah ini hanya hari di mana meja makan penuh kembali, di mana kesibukan dunia kembali menyergap, ataukah ada pesan yang lebih mendalam yang bersembunyi di balik simbol-simbol Idul Fitri? Apakah hari ini adalah sekadar perayaan, atau perjalanan menuju cahaya yang tak boleh padam?

 

Makna Simbol Idul Fitri

Pada hari yang penuh cahaya ini, Idul Fitri bukan sekadar perayaan, melainkan bahasa yang berbicara dalam simbol-simbolnya. Di setiap lantunan takbir, setiap helai pakaian putih, setiap jabat tangan yang erat, dan setiap hidangan yang tersaji, tersimpan pesan mendalam yang mengajarkan tentang makna suci sebuah kemenangan.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu…!!!

Suara takbir menggema di langit pagi, menelusup ke setiap hati yang telah lama merindu. Bukan hanya sekadar lantunan suara, takbir adalah seruan jiwa yang mengakui kebesaran-Nya. Ia bukan sekadar ungkapan kebahagiaan, melainkan pengakuan bahwa segala yang terjadi, segala yang kita raih, hanyalah karena kehendak-Nya.

 

Di balik gema takbir, terselip makna keterlepasan dari keangkuhan. Setelah sebulan ditempa oleh dahaga dan lapar, kini kita kembali kepada hakikat yang sejati: seorang hamba yang berserah. Takbir mengajarkan bahwa kemenangan sejati bukan tentang dunia yang digenggam, tetapi tentang jiwa yang bersujud penuh ketulusan.

 

Pada pagi Idul Fitri, hampir setiap orang mengenakan pakaian terbaiknya—putih bersih, baru, melambangkan kelahiran kembali. Seolah-olah, kain yang menutupi tubuh ini adalah simbol dari jiwa yang telah dibasuh oleh Ramadhan, kembali suci, kembali tanpa noda.

 

Tetapi, apakah hati kita juga seputih pakaian yang kita kenakan? Apakah kita telah menanggalkan dendam, iri, dan kesombongan yang selama ini melekat? Karena sesungguhnya, kebersihan yang hakiki bukanlah pada pakaian, tetapi pada hati yang tak lagi membawa beban dosa dan prasangka.

 

Tangan yang terulur, jemari yang saling menggenggam erat, wajah yang tersenyum penuh kehangatan—itulah momen yang paling bermakna di hari yang suci ini. Jabat tangan bukan hanya sekadar gestur, bukan hanya kebiasaan yang dilakukan setiap tahun, melainkan sebuah janji. Janji untuk menanggalkan dendam, meruntuhkan tembok kesalahpahaman, dan membuka lembaran baru yang lebih indah.

 

Memaafkan bukanlah perkara yang mudah. Ada luka yang terlalu dalam, ada kesalahan yang terasa begitu berat. Tetapi, pada hari ini, kita diajarkan bahwa memaafkan adalah cara terbaik untuk membebaskan jiwa dari belenggu masa lalu. Bukankah tangan yang menggenggam maaf adalah tangan yang paling ringan melangkah dalam kehidupan?

 

Di setiap rumah, di setiap meja makan, tersaji hidangan yang bukan sekadar makanan, tetapi lambang dari rasa syukur yang menghangatkan. Ketupat, dengan anyaman daunnya yang rumit, adalah metafora dari keterikatan yang terjalin dalam keluarga dan masyarakat. Dalam serat-seratnya, tersimpan harapan agar kebersamaan ini tak terurai, agar kasih sayang terus merajut erat.

 

Lebaran mengajarkan bahwa makanan bukan hanya untuk mengenyangkan perut, tetapi juga untuk mengenyangkan jiwa yang rindu berbagi. Karena kemenangan sejati bukan hanya tentang menikmati rezeki, tetapi juga tentang mengulurkan tangan kepada mereka yang kurang beruntung, agar kebahagiaan ini bisa dirasakan oleh semua.

 

Pada akhirnya, Idul Fitri bukan hanya tentang selebrasi, melainkan tentang makna-makna yang bersembunyi dalam setiap simbolnya. Ia adalah bahasa keikhlasan, bahasa pengampunan, dan bahasa cinta yang tak terucapkan. Maka, apakah kita sudah benar-benar memahami pesan yang ingin ia sampaikan?

 

Kembali ke Fitrah, Kembali ke Jatidiri

Fitrah—kata yang begitu sering kita dengar di hari kemenangan ini. Ia diucapkan dalam doa, diselipkan dalam ucapan selamat, dan dijadikan makna utama dari hari suci ini. Tetapi, apakah kita benar-benar memahami apa artinya kembali ke fitrah? Apakah setelah sebulan ditempa oleh puasa, doa, dan perenungan, kita sungguh-sungguh kembali kepada kemurnian diri?

 

Fitrah bukan sekadar keadaan tanpa dosa. Ia lebih dari itu. Ia adalah kembali kepada hakikat manusia yang sejati—jiwa yang jernih dari kesombongan, hati yang lapang dalam memaafkan, serta nurani yang dipenuhi cinta dan kasih sayang. Idul Fitri bukan hanya tentang kembali kepada keadaan suci, tetapi tentang keberanian untuk menata ulang jiwa, merawat kesadaran bahwa hidup ini lebih dari sekadar rutinitas duniawi.

 

Tetapi, ada satu pertanyaan yang lebih dalam: apakah Idul Fitri hanya satu hari dalam setahun? Ataukah ia seharusnya menjadi perjalanan panjang yang terus kita lalui?

 

Ramadhan telah berlalu, namun cahaya yang ia nyalakan dalam diri kita seharusnya tak padam begitu saja. Kebiasaan menahan diri, keikhlasan dalam berbagi, dan kerendahan hati dalam beribadah bukanlah sekadar ritual musiman, melainkan bagian dari perjalanan spiritual yang harus kita lanjutkan. Karena sejatinya, kemenangan bukan terletak pada perayaan, melainkan pada bagaimana kita menjaga cahaya yang telah kita temukan.

 

Dan di sinilah tantangannya. Mampukah kita mempertahankan hati yang telah disucikan ini? Mampukah kita tetap menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih pemaaf, lebih penyayang, bahkan setelah gema takbir mulai meredup? Ataukah kita akan kembali terseret dalam kesibukan dunia, lupa bahwa kita pernah berjanji untuk menjadi lebih baik?

 

Idul Fitri mengajarkan kita bahwa kembali ke fitrah bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari perjalanan baru—perjalanan panjang menuju kebaikan yang lebih abadi. Maka, mari kita melangkah dengan hati yang ringan, dengan jiwa yang penuh cahaya, dan dengan keyakinan bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk kembali kepada diri kita yang paling suci.

 

Idul Fitri, Cahaya yang Tak Boleh Padam

Idul Fitri bukan garis akhir, melainkan sebuah pintu gerbang. Ia bukan sekadar hari kemenangan, tetapi sebuah awal dari perjalanan panjang menuju kebeningan jiwa. Kita telah menapaki jalan Ramadhan dengan penuh harap, memurnikan hati, dan menyalakan cahaya keimanan. Namun, apakah cahaya itu akan tetap menyala, ataukah ia perlahan meredup, tertiup angin kesibukan dunia?

 

Kemenangan sejati bukan hanya tentang menyelesaikan Ramadhan, melainkan tentang bagaimana kita menjaga semangatnya dalam kehidupan. Saat gema takbir mulai mereda dan lembaran hari kembali berputar dalam rutinitas, semoga jiwa kita tetap terjaga. Semoga kebersihan hati yang kita reguk di hari yang suci ini tidak menjadi kenangan yang perlahan memudar, tetapi tetap bersemayam dalam diri—dalam sabar kita, dalam kasih kita, dalam cara kita memandang dunia dengan lebih jernih dan penuh cinta.

 

Maka, marilah kita rayakan Idul Fitri bukan hanya dengan pakaian terbaik, tetapi dengan hati yang paling bersih. Mari kita sambut hari yang fitri ini bukan hanya dengan tangan yang terulur dalam saling memaafkan, tetapi juga dengan jiwa yang lapang dan penuh kasih. Mari kita jaga cahaya ini, agar ia tak hanya bersinar hari ini, tetapi terus menerangi setiap langkah kita, sepanjang hidup kita.

 

Karena sejatinya, Idul Fitri bukan sekadar sebuah perayaan—ia adalah cahaya yang tak boleh padam.

 

Bumi Arema

Selamat Meraih Kemenangan, Salam Sehat Selalu ….!!!!

GMOCT Aceh Apresiasi Dukungan PT. Socfindo Seumayam Dalam Konsolidasi Buka Puasa



Nagan Raya, cyberSBI –  Tim Penggerak Gabungan Media Online Cetak Ternama (GMOCT) Provinsi Aceh Kabupaten Nagan Raya sukses menggelar acara buka puasa bersama dan konsolidasi pada Sabtu, 29 Maret 2025 di Aceh Barat Centraila Cafe.  Acara yang dihadiri oleh para jurnalis ini  diwarnai dengan ungkapan terima kasih Ketua GMOCT Provinsi Aceh Kabupaten Nagan Raya, Ridwanto, kepada PT. Socfindo Seumayam atas dukungannya.

 

Ridwanto menekankan pentingnya silaturahmi dan kepedulian sosial dalam bulan Ramadhan.  Ia mengapresiasi peran aktif PT. Socfindo Seumayam yang konsisten memberikan santunan kepada anak yatim dan menyalurkan CSR setiap tahunnya.  "Kerja sama ini menunjukkan sinergi yang positif antara perusahaan dan media dalam membangun masyarakat," ujar Ridwanto.  Ia berharap kolaborasi ini dapat terus berlanjut untuk memberikan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat sekitar.

 

Dukungan penuh juga datang dari Pimpinan Pusat GMOCT.  Ketua Umum, Agung Sulistio, dan Sekretaris Umum, Asep NS,  menyatakan pentingnya konsolidasi ini untuk memperkuat solidaritas dan profesionalisme anggota GMOCT dalam menjalankan tugas jurnalistik.  Mereka menekankan komitmen GMOCT dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

 

Acara buka puasa bersama ini menjadi bukti nyata komitmen GMOCT dalam memperkuat peran media dalam mengawal pembangunan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat.

 

Versi 2: Fokus pada Peran Sosial PT. Socfindo Seumayam

 

PT. Socfindo Seumayam Dukung Konsolidasi GMOCT Aceh, Bukti Komitmen Sosial Perusahaan

 

Nagan Raya –  Kegiatan buka puasa bersama dan konsolidasi GMOCT Provinsi Aceh Kabupaten Nagan Raya yang berlangsung Sabtu, 29 Maret 2025, mendapat apresiasi khusus dari Ketua DPD GMOCT, Ridwanto.  Ia menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada PT. Socfindo Seumayam atas dukungannya terhadap acara tersebut.

 

Lebih dari sekadar dukungan finansial, Ridwanto menyoroti konsistensi PT. Socfindo Seumayam dalam menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan memberikan santunan kepada anak yatim setiap tahunnya.  "Ini menunjukkan kepedulian sosial perusahaan yang patut dicontoh," katanya.

 

Dukungan PT. Socfindo Seumayam, menurut Ridwanto,  menunjukkan sinergi positif antara dunia usaha dan media dalam membangun masyarakat.  Ia berharap kolaborasi ini dapat terus berlanjut dan menginspirasi perusahaan lain untuk turut aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

 

Sementara itu, Ketua Umum Pusat GMOCT Agung Sulistio juga menyampaikan dukungan penuh terhadap kegiatan ini, menekankan pentingnya solidaritas dan profesionalisme dalam jurnalistik.



#No Viral No Justice 

Tim/Red (Bongkarperkara)

Mempertanyakan Solidaritas Para Elit PDIP Terhadap Mas Hasto



Opini oleh: Saiful Huda Ems (SHE) -  Lawyer dan Analis Politik, Aktivis 98

Sudah sebulan lebih ini, terhitung sejak 20 Februari 2025, Sekjen PDIP Mas Hasto Kristiyanto telah ditahan oleh KPK, untuk suatu dakwaan yang sangat tidak berdasar, berubah-ubah, tidak ada bukti valid hingga terkesan sangat mengada-ada.

 

Betapa tidak demikian, selain beberapa saksi seperti Agustiani Tiofridelina yang menolak hendak disuap 2 miliar oleh KPK, agar kesaksiannya bisa memberatkan Mas Hasto, dakwaan KPK terhadap Mas Hasto juga hanyalah pengulangan perkara yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap, dan para pelakunya sudah mendapatkan hukumannya masing-masing dalam Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tahun 2020.

 

Sejak semula kami (saya dan Mas Hasto Kristiyanto) sudah menduga, bahwa Mas Hasto akan dijadikan target operasi khusus rezim Jokowi yang kami lawan. Hal itu telah disampaikan oleh Mas Hasto kepada saya, sekitar 3 hari setelah Pilpres 2024. Atau sekitar tanggal 15 Februari 2024.

 

"Mas, saya lagi dijadikan target". Kata Mas Hasto pada saya ketika itu. "Oleh KPK, Mas?". Tanya saya. "Ya, begitulah". Jawab Mas Hasto. "Astaghfirullah...tenang Mas, itu berarti kritik-kritik Mas Hasto selama ini telah mengena tepat di jantungnya Jokowi. Kalau di zaman Orde Baru orang-orang kritis itu di PKI kan, di zaman sekarang di KPK kan. Sabar saja". Kata saya pada Mas Hasto ketika itu.

 

"Tapi saya akan lawan Mas, saya tidak akan diam, karena saya tidak bersalah apa-apa. Sebetulnya saya sudah diancam sejak Agustus 2023". Jelas Mas Hasto. "Ya...ya...saya faham Mas, semoga Mas Hasto dilindungi Gusti Allah". Kata saya.

 

Itu merupakan pertemuan pertama saya dengan Mas Hasto, politisi papan atas di negeri ini yang sangat ramah dan rendah hati, serta gemar berdiskusi soal politik dan sejarah. Setiap kami bertemu, beliau selalu terlebih dahulu menyuguhi saya beberapa buku sejarah untuk saya baca dan diskusikan bersamanya.

 

Pada awalnya saya sebenarnya agak pesimis dengan tokoh-tokoh politisi Indonesia kontemporer, yang biasanya sangat pragmatis, oportunis dan membuang jauh ideologinya. Mirip dengan Jokowi yang pernah diungkapkannya secara terang-terangan pada Rieke Diah Pitaloka.

 

Namun tidak demikian dengan Mas Hasto, Sekjen partai politik terbesar (PDIP) dan pemenang Pemilu 3x berturut-turut ini, Mas Hasto Kristiyanto itu pemikir besar, pelahap banyak buku dan sangat serius melakukan pelembagaan partai. Karenanya jangan heran jika Ibu Megawati Soekarno Putri sangat mempercayai kapabilitas dan integritas Mas Hasto Kristiyanto ini.

 

Di tangan Mas Hasto Kristiyanto PDIP maju pesat menjadi partai modern dan terbuka. "Mas, ini kantor yang dahulu diserbu antek-antek ORBA ya? Saya dulu sering nongkrong disini, tapi sekarang kok jadi kantor yang bagus dan megah sekali, sampai saya tadi nyaris tak lagi mengenali tempat ini". Iya Mas, ini kantor yang dahulu diserbu". Jawab Mas Hasto. "Luar biasa, alhamdulillah". Kata saya.

 

Perbincangan di atas itu adalah perbincangan ketika saya bertemu Mas Hasto untuk yang kedua kalinya. Dalam kesempatan itu saya diajak Mas Hasto untuk melihat beberapa ruangan yang dijadikan tempat kegiatan partai. Luar biasa sekali perkembangannya partai ini.

 

Sejak saat itu, saya diajak bertemu oleh Mas Hasto berkali-kali dan berdiskusi banyak hal soal Republik ini. Waow, sungguh ini merupakan suatu kehormatan tersendiri bagi saya, aktivis yang sudah puluhan tahun terpinggirkan oleh keangkuhan pemerintah, yang lebih gemar merampok daripada memperjuangkan nasib rakyatnya.

 

Sekarang ketika Sekjen partai yang sangat ramah, visioner dan berkomitmen kuat untuk memajukan negerinya itu ditahan oleh KPK untuk kasus yang seratus rupiahpun negara tak dirugikannya, saya perhatikan kok orang-orang hebat (elite-elite PDIP) itu nyaris tidak ada yang berani bersuara untuk membelanya?.

 

Ada apa dengan mereka, elite-elite PDIP ini? Kenapa hanya kader-kader PDIP seperti Adian Napitupulu, Deddy Sitorus dan sedikit lainnya yang bersuara, kemana yang lain-lainnya, yang populer-populer itu?! Takutkah mereka bersuara karena tertekan oleh ancaman Jokowi?

 

Tidak seharusnya Mas Hasto Kristiyanto itu dibiarkan berjuang sendirian, menghantam benteng-benteng kerakusan dan keangkuhan Jokowi yang sekarang dipelihara oleh Rezim Prabowo Subianto. Lupakah mereka, bahwa tanpa perjuangan keras Mas Hasto sebagai Sekjen PDIP, rasanya kecil sekali kemungkinan mereka bisa berjaya seperti sekarang ini?!.

 

Ketahuilah, Mas Hasto Kristiyanto itu ditahan oleh KPK bukan untuk kasus korupsi besar, melainkan kasus suap recehan, yang sebenarnya juga sangat dipaksakan dakwaannya, karena beliau sangat nyata tidak pernah melakukannya.

 

Apakah untuk kasus recehan seperti ini elite-elite PDIP tak berani bersuara untuk membelanya? Bukankah kasus recehan yang demikian menjadi bukti, bahwa sebenarnya Jokowi tidak mampu untuk mencari kesalahannya yang lebih besar dan memang sepertinya tak pernah Mas Hasto lakukan? Lalu kenapa untuk kasus yang begini saja kalian tak berani bersuara?!...(SHE).

Penghapusan SKCK Berpotensi Mengancam Moral Bangsa

JAKARTA, cyberSBI - Belakangan ini, keputusan yang diambil di negeri ini terkesan kurang didukung oleh kajian mendalam, riset yang komprehensif, maupun analisis dampaknya. Salah satu contoh terbaru adalah wacana dari Kementerian Hukum dan HAM yang berencana menghapus persyaratan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

 

Direktur Political and Public Policy Studies, Jerry Massie, menyoroti potensi dampak negatif dari kebijakan ini. Menurutnya, tanpa adanya SKCK, individu dengan riwayat kriminal serius, termasuk narapidana kelas kakap dan pembunuh, dapat langsung melamar pekerjaan setelah keluar dari penjara tanpa adanya rekam jejak yang diverifikasi.

 

Seharusnya pemerintah lebih fokus pada kebijakan yang membatasi peluang kerja bagi koruptor, khususnya di instansi negara. Ia juga menyoroti bahwa lembaga adhoc saja melarang eks koruptor mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota legislatif,” ujarnya Sabtu (29/3/2025).

 

“Negara maju mana yang tidak menerapkan surat keterangan berkelakuan baik dalam dunia kerja?” ujarnya. Ia membandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki sistem keamanan sosial dengan data rekam jejak setiap individu di dalamnya.

 

Jerry juga menilai bahwa regulasi yang tidak jelas akan semakin menghambat Indonesia dalam mencapai status sebagai negara maju. Ia mengkritik para pemimpin yang, menurutnya, kurang kompeten dalam membuat kebijakan yang berdampak luas bagi moral dan keamanan bangsa.

 

Lebih jauh, ia mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab jika penghapusan SKCK berujung pada meningkatnya angka kriminalitas di dunia kerja. Ia mengingatkan bahwa meskipun banyak lapangan kerja tersedia, ada beberapa sektor yang harus tetap memastikan calon pekerjanya memiliki rekam jejak yang baik.

 

Ia juga menyinggung potensi penghapusan persyaratan lain di masa depan, seperti surat keterangan gangguan jiwa atau kartu kuning, yang justru dapat memperburuk sistem perekrutan tenaga kerja. Selain itu, secara ekonomi, biaya pengurusan SKCK juga memiliki kontribusi bagi pendapatan negara. Jika setiap tahunnya ada sekitar dua juta orang yang mengurus SKCK dengan tarif Rp30 ribu, maka negara bisa kehilangan potensi pendapatan hingga Rp600 miliar.

 

Jerry menilai bahwa kebijakan ini dibuat tanpa pertimbangan anggaran yang matang. “Kalau negara tidak dalam kondisi defisit, mungkin penghapusan biaya SKCK bisa dipertimbangkan, tapi kalau langsung dihapus tanpa analisis yang jelas, ini hanya keputusan yang dibuat secara tiba-tiba tanpa perencanaan,” katanya.

 

Ia juga mengkritik Komisi III DPR-RI yang dianggap langsung menyetujui kebijakan ini tanpa melakukan analisis dampak, survei masyarakat, atau kajian mendalam mengenai risiko serta manfaatnya.

 

“Bahwa penghapusan SKCK bukan hanya berpotensi melemahkan sistem keamanan dalam dunia kerja, tetapi juga dapat merusak moral bangsa,” tegas Jerry.

 

Sidang Kasus Tom Lembong, Saksi JPU: Tidak Ada Penyimpangan Impor Gula

Thomas Lembong


Opini oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

 

Kasus sidang perkara Tom Lembong masuk tahap mendengarkan para saksi.

 

Yang mengejutkan, saksi-saksi yang dihadirkan Kejaksaan Agung (Kejagung) ternyata “membenarkan” kebijakan Tom Lembong. Hal ini dapat dilihat dari jawaban para saksi, bahwa pada dasarnya tidak ada penyimpangan kebijakan persetujuan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong.

 

Kebijakan impor gula tersebut dilakukan secara terbuka, transparan,  disebarluaskan kepada publik (media massa), dan ditembuskan kepada instansi terkait, antara lain Menteri Koordinator Perekonomian, termasuk Kapolri, KSAD, dan juga Presiden.

 

Berdasarkan fakta ini, dugaan Tom Lembong dikriminalisasi semakin menguat. Tom Lembong tidak bersalah tetapi dicari-cari kesalahannya.

 

Masalahnya, selama satu dekade terakhir ini, hukum di Indonesia sudah dirusak. Indonesia kini mengalami krisis penegakan hukum yang berkeadilan.

 

Hukum saat ini tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Hukum digunakan sebagai alat politik, sebagai alat kriminalisasi lawan politik. Banyak pihak yang diduga kuat telah melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk korupsi, tetap aman-aman saja, tidak tersentuh hukum, karena dekat dengan kekuasaan.

 

Sebaliknya, ada pihak yang tidak melakukan kesalahan tetapi dicari-cari kesalahannya, “dikriminalisasi”, agar bisa ditangkap dan dipenjara.

 

Salah satunya adalah kasus Tom Lembong yang diduga kuat penuh intrik politik, bukan murni penegakan hukum. Karena sejak awal kasus Tom Lembong sangat janggal, sangat dipaksakan.

 

Meskipun begitu banyak bukti kuat bahwa Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus pemberian persetujuan impor gula, tetapi tidak berarti Tom Lembong bisa serta merta mendapat keadilan, bisa mendapat putusan bebas dari persidangan ini.

 

Bahkan para saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut, nampaknya menguatkan pendapat bahwa tidak ada penyimpangan atas kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong.

https://nasional.kompas.com/read/2025/03/25/06200961/leganya-tom-lembong-usai-dengar-kesaksian-saksi-kasus-impor-gula-yang?page=all

 

Tetapi kasus Tom Lembong bukan murni kasus hukum, tetapi lebih kental untuk kepentingan politik tertentu.

 

Buktinya, meskipun beberapa menteri melakukan kebijakan impor gula yang sama, tetapi hanya Tom Lembong yang dijadikan tersangka.

 

Yang lebih menyolok lagi, penyidikan dugaan penyimpangan kebijakan impor gula yang seharusnya dilakukan untuk periode 2015-2023,  tetapi direduksi dan dibatasi hanya pada periode jabatan Tom Lembong saja, 2015-2016.

 

Semua itu membuktikan, Tom Lembong sedang dibidik, sedang dikriminalisasi.

https://www.metrotvnews.com/read/NgxCDBw6-tempus-dakwaan-kasus-tom-lembong-dinilai-berbeda-dengan-sprindik

 

Oleh karena itu, ditengah krisis hukum, peran masyarakat, khususnya media, menjadi sangat penting untuk mengawal proses persidangan, agar Majelis Hakim dapat dan berani mengambil keputusan hasil sidang sesuai dengan hukum yang berlaku, seadil-adilnya.

 

****

Ketua Umum GMOCT dan Kombes Pol Mantiri Pererat Silaturahmi dalam Buka Puasa Bersama, Sambut Baik Berdirinya GMOCT



Jakarta, cyberSBI – Ketua Umum Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT), Agung Sulistio, baru-baru ini mengadakan buka puasa bersama dengan Kombes Pol Mantiri John Dwi Arya S.I.K., Pamen Baharkam Polri.  Acara silaturahmi yang hangat ini berlangsung di Hotel Astika, Jl. Raya Mangga Besar No.76 6, RT.6/RW.1, Taman Sari, Jakarta Barat. Jum'at 28 Maret 2025.

 

Buka puasa bersama ini bukan hanya sekadar ajang mempererat tali silaturahmi antara keduanya yang telah terjalin sejak lama, tetapi juga bertujuan untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.  Suasana kekeluargaan dan penuh keakraban mewarnai pertemuan tersebut.

 

Dalam kesempatan tersebut, Agung Sulistio memaparkan visi dan misi GMOCT yang dipimpinnya.  "GMOCT berkomitmen untuk menjadi wadah bagi media online dan cetak ternama di Indonesia, guna meningkatkan kualitas jurnalistik dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat," ujar Agung Sulistio.  Ia juga menekankan pentingnya peran media dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.


Agung Sulistio menambahkan  "Kami di GMOCT berkomitmen untuk menjunjung tinggi nilai-nilai jurnalistik yang profesional dan bertanggung jawab.  Kami berharap dapat menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat, serta berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih baik."

 

Menanggapi hal tersebut, Kombes Pol Mantiri John Dwi Arya menyambut baik terbentuknya GMOCT.  "Saya sangat mengapresiasi inisiatif berdirinya GMOCT.  Peran media sangat penting dalam membangun citra positif Polri di mata masyarakat," ungkap Kombes Pol Mantiri.  Ia berharap GMOCT dapat menjadi mitra strategis Polri dalam menyampaikan informasi yang akurat dan membangun.  Kombes Pol Mantiri juga menambahkan pentingnya menjaga etika jurnalistik dalam menjalankan tugas.

 


Kombes Pol. Mantiri John Dwi Arya dalam statement penutup nya menyampaikan "Kerja sama antara Polri dan media sangat krusial.  GMOCT memiliki potensi besar untuk menjadi mitra yang handal dalam menyebarkan informasi yang akurat dan membangun kepercayaan publik terhadap Polri."

 

Acara buka puasa bersama ini diakhiri dengan doa bersama dan saling bertukar pesan untuk memperkuat sinergi antara GMOCT dan pihak kepolisian ke depannya.  Semoga silaturahmi ini dapat terus terjaga dan bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara.



#No Viral No Justice 

Team/Red (Kabarsbi)

GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama 

Indikator Ekonomi Merah, Ilusi di Atas Kertas Atau Ternyata Lesu?


JAKARTA,cyberSBI – Perbincangan kanal Youtube kanalbaca.com dengan pewancara Jajang Yanwar Habib dengan narasumber  Prof. Anthony Budiawan pada Kamis (27/3/2029) membahas dengan melihat indikator makro perekonomian, perkembangan ekonomi terkini.

 

Fluktuasi rupiah dalam nilai tukar terhadap dolar semakin melemah. Levelnya sudah melewati posisi 16 ribu sekian, bahkan dimungkinkan menembus angka 17 ribu. Angka psikologis mana pun sudah lewat, lalu ada namanya bursa efek. Kita kemarin sempat di hold perdagangannya oleh otoritas bursa.

 

Kemudian itu menandai sebuah sentimen negatif. Yang kemudian beriringan, yang kalau dibaca itu beriringan terhadap kegiatan sebelumnya. Yaitu apa? Statemen pembentukan Danantara.

 

Kemudian juga ada beberapa statement mengenai kegiatan yang sifatnya pemerintah memberikan subsidi kepada pemerintah dalam bentuk makan bergizi gratis. Kemudian ada lagi soal pertanyaan pemerintah menginjot pajak gitu kan. Akhirnya pasar kita mengalami sentimen yang cukup keras.

 

Nah, kami mencatat di bursa itu ada capital outflow oleh investor asing sebanyak Rp886 miliar dalam 2 bulan setengah terakhir. Kemudian ada indikator yang lain mengenai cadangan devisa Rp156 miliar USD sekian turun 0,4% di bulan lalu. Namun pemerintah mengklaim bahwa kita masih aman.

 

Cukup untuk membiayai setara dengan 6,7 bulan impor. Lalu kemudian indikator yang lain menyebutkan bahwa sumber fiskal kita kayaknya ini lagi ngos-ngosan. Kalau lihat ya, 2023 ke 2024 kita udah turun. Ngedropnya sekitar rasio penerimaan pajak dari 10,31 ke 10,07.

 Terjadi penurunan.

 

JY: Bagaimana kemudian di tahun ini? Mengawali tahunnya saja kemudian terjadi penyelesaian yang cukup a lot.

 

Prof: Pertama adalah mengenai penerimaan pajak ya. Penerimaan pajak ini tax ratio tadi 10,3 pada tahun 2023. Kemudian tahun 2024 sudah sekitar 10 persen. Yang terendah itu adalah 2019 sebelum Covid itu sudah 9,8 persen.

Jadi kalau dari 2014 itu tax-nya rasio pajak dari 10,85 persen terus turun menjadi 9,8 persen dalam 5 tahun. 2015 ke 2019. Kita ada sedikit windfall profit, kenaikan harga komoditas yang sehingga menaikkan kita punya rasio pajak. Dan itu pun naik hanya menjadi 10,4 persen gitu.

 

Sedikit lah. Nah kemudian sekarang ini sudah mendekati level di 2019. Berarti 2025 ini kita perkirakan, saya perkirakan ini rasio pajak kita akan turun.

 

Dari di bawah 10 persen. Mungkin bisa 9,5 persen. Lebih rendah dari level 2019.

 

Dari 2019 yang 9,8 persen. Tentu saja ini mengkhawatirkan. Mengkhawatirkan dalam arti kita punya fiskal ini sudah tidak terlalu kuat lagi untuk membiayai kita punya kebutuhan. Artinya defisit bisa meningkat. Atau kalau defisit tidak meningkat, belanja negara harus turun. Nah ini menunjukkan, memicu atau memberikan destimulus, memicu dari aktivitas ekonomi akan turun.

 

Untuk menjaga itu, bagaimana pemerintahan Prabowo sekarang ini kan mau menaikkan pajak sampai nantinya, sampai sekitar pajaknya 18 persen, penerimaan negaranya sampai 23 persen. Penerimaan negara itu termasuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

 

Kalau pajak itu diperkirakan antara 15 persen sampai 18 persen. Ini tantangan besar. Kalau di awal 2025 dia turun menjadi 9,5 persen rasio pajaknya, maka dapat dipastikan bahwa rasio pajak yang diinginkan itu tidak mungkin bisa tercapai.

 

Kalau mau tercapai dari aktivitas ekonomi itu sangat sulit. Aktivitas ekonomi kenaikan pajaknya itu sangat sedikit sekali. Kecuali seperti kemarin, kita mendapat mean for profit, harga komoditas naik melambung tinggi.

 

JY: Ada satu datanya, PPH badan itu turun sekian persen. Penurunannya itu lumayan jadi Rp335,8 triliun. Penurunan ini karena profitabilitas korporasi terus menurun. Ini dari statement otoritas. Tentu saja bahwa kita lihat aktivitas ekonomi ini dari tahun 2024, pertengahan itu sudah turun terus. Aktivitas ekonomi kita lihat dari angka inflasi, deflasi.

 

Prof: Dari Mei 2024 turun terus. Terjadi deflasi sampai September 2024. Februari sekarang, jadi total Januari-Februari, itu juga terjadi deflasi.

 

Pasti aktivitas ekonomi turun, pasti PPH badan itu juga turun. Itu pertama. Kemudian dari aktivitas pajaknya, kalau kita lihat bahwa penerimaan negara itu turun dari badan, kita juga bisa lihat bahwa banyak sekali perusahaan-perusahaan yang terjadi PHK. Itu juga pastikan PPH badannya pasti turun. Kalau PHK itu berarti dia tidak ada profit atau bahkan gulung tikar. Ini masalahnya.

 

Jadi kita bisa maklumi bahwa dampaknya adalah, sudah bisa diperkirakan dampaknya adalah penurunan dari PPH secara keseluruhan. Kalau kita lihat sampai dengan Februari, ini lebih memprihatinkan pokok PPH ini penerimaan pajaknya itu turun sampai 30%. Ini yang sangat memprihatinkan.

 

Sampai dengan Februari turun 30%. Jadi kita perkirakan memang sampai dengan Desember itu penerimaan pajak itu tidak sesuai dengan tidak bisa mencapai target. Artinya targetnya terlalu optimistis? Saat itu bisa dibilang begitu, terlalu optimistis.

 

Atau kalau tidak terlalu optimistis, berarti aktivitas ekonomi tidak sesuai dengan harapan sewaktu menyusun APBN. Sebetulnya APBN mengatakan begini, tapi kenyataannya tidak begitu. Itu bisa juga antara mengantisipasinya.

 

Sebetulnya APBN ini bisa bilang, oke saya tahu bahwa aktivitas ekonomi akan turun, tetapi dengan kebijakan-kebijakan antisipatif, berarti kita bisa menaikkan lagi aktivitas ekonomi sehingga penerimaan pajak itu mereka yakin itu bisa terjadi. Ini kita lihat bulan-bulan ke depan apakah itu yang terjadi atau tidak.

 

Yang kedua? Kondisi moneter. Terus saham. Saham dan nilai tukar mata uang. Nah saham dan nilai mata uang. Sekarang kita bicara saham dulu. Saham juga dari puncaknya itu sekitar tahun lalu September.

 

Dan sudah turun kalau kita lihat, mungkin indeks saham sudah turun dari 6.600 menjadi sekarang ini sekitar 6.100. Berarti memang sudah turun cukup tinggi. Nah ini sejalan dengan aktivitas ekonomi. Jadi kalau kita lihat harga saham ini kan sebetulnya antisipasi dari aktivitas ekonomi ke depan.

 

Kalau kita optimis terhadap aktivitas ekonominya akan bagus, akan naik, maka harga saham akan mengikuti. Ketertarikan untuk investasi. Jadi investor akan bilang, oke ini perusahaan bagus, ini perusahaan ini.

 

Tapi kalau dia turun terus, prospeknya turun, maka pasti investor bilang, sudah saya akan investasi di tempat lain. Mungkin masuk ke surat hutang negara, berpindah kalau mereka ada uang. Kalau investor asing, dia mungkin akan melihat di negara mana yang ada investasi yang masih bagus.

 

Jadi bursa saham itu sudah mencerminkan. Sekarang yang dikatakan Mas Jajang itu kan bahwa ada tiba-tiba drop. Nah ini juga apakah ketika itu dikatakan, sebetulnya kita sudah antisipasi bahwa ke depan ini bursa, saya masih melihat bahwa aktivitas bursa ini masih turun.

 

Hari ini bursa juga ternyata naik juga. Naiknya cukup tinggi. Kalau nggak salah, hampir 1,4%-1,5%. Ini tanggal 25 Maret ya? Tanggal 25 Maret. Ya hari ini cukup tinggi gitu naik. Setelah kemarin drop sekitar juga 1,4 sekian persen juga.

 

1, sekian persen. Nah jadi ini up and down lah. Jadi begitu ada yang ini, tapi memang yang mengejutkan adalah kalau sampai memicu automatic trading halt.

 

Nah itu yang cukup mengejutkan. Tapi ya kemudian ada berbalik lagi. Tapi begini, tren jangka panjang ini kalau tidak ada kebijakan ekonomi yang mumpuni, yang bisa memberikan kepercayaan kepada investor bahwa aktivitas ekonomi kita akan naik, ya trennya akan turun.

 

Nah jadi gitu. Nah yang kedua adalah, yang kemudian adalah mengenai nilai tukar. Yang lebih memprihatinkan adalah nilai tukar.

 

Nilai tukar ini sekarang sudah tembus Rp16.600. Tadi hampir menekati Rp16.650. Transaksinya sempat menekati itu. Sekarang ditutup sekitar Rp16.590-an. Ya kurang lebih lah ya. Sekarang sudah hampir close.

 

Nah ini mau sampai berapa? Apakah akan menekati Rp17.000? Dan dulu kita sudah ekspektasi ini akan menekati Rp16.500, terus kemudian Rp17.000. Dan kita tidak melihat apa yang bisa dilakukan oleh Bank Indonesia. Tadi sempat ada beberapa, ya saya sebutnya intervensi kali ya untuk membawa itu menyarik ke bawah. Artinya supaya Rupiah menguat, tetapi kemudian ya cuma segitu saja.

 

Tidak bisa mempertahankan di bawah Rp16.500 atau bahkan di bawah Rp16.000, kembali ke Rp16.000. Itu masih tetap Rp16.000, sekitar Rp16.600. Ini dampaknya sangat besar. Apalagi kalau bisa sampai Rp17.000. Ini cukup serius. Cukup serius artinya gini, utang luar negeri kita ini sangat besar sekali.

 

Dan naik terus gitu. Kalau nggak salah per Februari itu sudah Rp427 miliar. Dari sebelum-sebelumnya naik setiap tahun 5-6%, 7%, 8% gitu. Itu naik terus. Pertanyaannya kenapa utang luar negeri itu naik terus? Nah ini kan yang memicu kurs Rupiah akan terdepresiasi terus. Kalau utang luar negerinya tertahan, tidak masuk atau bahkan keluar, ini Rupiah pasti terdepresiasi.

 

Jadi Rupiah ini sekarang ini hanya tergantung dari berapa besar utang luar negeri kita masuk. Utang luar negeri itu artinya dia bisa masuk ke saham, investasi, disebutnya investasi, tapi secara portfolio kita harus melihatnya itu utang. Karena dia akan bisa menjual kembali itu saham untuk dia tarik kembali.

 

Meskipun instrumennya adalah instrumen saham, tetapi bagi negara-negara itu outflow artinya itu adalah utang. Yang dia kalau menjual sahamnya dia akan kembalikan. Akan balik lagi itu uang.

 

Jadi saham maupun surat berharga negara. Nah ini yang sangat serius. Ini komponen yang ada di dalam cadangan devisa.

 

Tadi sudah monitor fiskal, nah ini dari keduanya. Kemudian ada di, kita melihat tetap cadangan devisa. Salah satu komponen di dalam cadangan devisa itu ternyata adalah transaksi kita terhadap utang, akses kita terhadap utang.

 

Itu berapa persen di dalam komposisi cadangan devisa? Kalau kita lihat utang luar negeri kita, pemerintah saja itu sudah lebih dari 200 miliar. Pemerintah dan Bank Indonesia lebih dari 200 miliar. Mungkin dengan BUMN itu bisa 60 persen.

 

Anggapnya pemerintah dengan Bank Indonesia sendiri itu bisa mencapai 240-250 miliar. Angka terakhirnya saya agak lupa. Tapi pasti lebih tinggi dari 200 miliar ke atas.  Kita punya cadangan devisa cuma 154,5 miliar per Februari. Jadi artinya apa? Artinya kita punya utang luar negeri sudah jauh lebih rendah dari cadangan devisa. Jadi kalau dia keluar sedikit saja itu, utang luar negeri, ditarik saja sedikit. Ini kelimpungan.

 

Jadi artinya apa? Artinya 154 miliar ini cadangan devisa ini lebih banyak milik dari pribadi-pribadi. Apa itu? Pemasaran yang ada dolar, seribu dolar, itu masuk ke cadangan devisa. Jadi itu termasuk yang di 154 miliar. Individu-individu ini, ini yang lebih banyak memiliki USD itu. Artinya itu memang kepemilikan masyarakat terhadap uang dalam bentuk dolar.

 

Ya itu. Dia kan eksportir. Dia memiliki itu. Dia yang memiliki. Jadi bukan pemerintah. Pemerintah sendiri sebetulnya sudah habis. Karena dia utang. Lalu apalagi Bank Indonesia utangnya dari 2019 itu hanya sekitar 3 miliar dolar. Kemudian 2024 ini naik menjadi hampir 30 miliar dolar.

 

Jadi hidup kita ini memang rupiah ini memang hanya dari itu. Utang masuk, lalu intervensi menguat sedikit, begitu lagi. Karena fundamental ekonomi kita itu sangat lemah sekali.

 Artinya transaksi berjalan kita defisit. Transaksi berjalan defisit itu mau tidak mau rupiah itu akan tertekan. Karena outflow ke luar negeri itu sangat besar sekali.

 

JY: Tekanan fiskal dilihat dari risiko fiskal, risiko ekonomi makro, risiko utang pemerintah pusat, sama kewajiban contingent pemerintah pusat, sama risiko pengeluaran pemerintah yang dimandatkan. Mandatory spending. Tidak banyak risetnya. Sewaktu zaman Pak Harto penerimaan rasio pajak kita itu cukup tinggi. Tapi setelah reformasi, penerimaan negara itu hancur. Tapi kemudian peaknya meningkat-meningkat lagi sampai tahun 2008.

 

Prof: 2008, rasio perpajakan kita terhadap PDB itu 13,3%. Kenapa sekarang dari 2008 turun terus? Ini masalah utamanya adalah undang-undang PPH tahun 2008. Pada saat itu kebetulan Menteri Keuangannya masih Sri Mulyani juga pada saat itu. Undang-undang itu yang namanya dulu ada Sunset Policy tahun 2008 menyebabkan dari 13,3% pada tahun 2008, terus rasio pajak turun sampai tahun 2014 tadi 10,85%. Dan terus 2019- 9,8%.

 

Jadi terus turun. Dan itu masalahnya adalah di undang-undang perpajakan pada tahun 2008 yang membuat itu. Artinya kalau kita mau menaikkan ini, itu undang-undang itu harus dikembalikan.

 

Sebenarnya sangat mudah sekali. Di dalam undang-undang perpajakan itu, insentif-insentif itu diberikan kepada banyak sekali kepada perusahaan yang membayar pajak sangat besar sekali.

 

Itu sehingga kenaikan pajak secara persentase jauh kalah dari pertumbuhan ekonomi. Sehingga rasionya kalah dari pertumbuhan PDB. Sehingga rasionya itu menjadi mengecil.

 

Jadi undang-undang perpajakan PPH tadi, sunset policy ini, jadi betul tahun 2008 dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan. Enggak hanya itu saja, itu banyaklah insentif-insentif itu. PPH badan diturunkan untuk daya saing.

 

Itu waktu menjadi 25 persen dari 30 persen menjadi 25 persen. Terus kemudian diturunkan lagi menjadi 22 persen. Sekarang baru 20 persen kalau nggak salah ya.

 

Dan kemudian juga PPH pribadi dikurangin dan sebagainya. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Nah kenyataannya, faktanya pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan. Sehingga penerimaan pajak dari pengurangan pajak tadi lalu kemudian diharapkan dari kenaikan ekonomi, kita mendapatkan kenaikan pajak, bisa substitusi dari kekurangan tadi tidak tercapai. Sehingga kita punya penerimaan pajak terhadap PDB terus turun. Tergerus…

 

Jadi artinya insentif pajak yang diharapkan tidak sesuai dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ya, oke. Nah tetapi kenyataannya kok PPH pasal 21, PPH pajak karyawan kok melesat 21 persen di tahun 2024? Angkanya 243,8 triliun.

 

Artinya kok yang dieksploitasi untuk mengisi sumber penghasilan pajak, kok dari PPH gaji? Ya, mungkin PPH 21 itu kan pasti selalu tiap tahun naik karena Kenaikan UMR? Kenaikan UMR dan semua karyawan juga naik mengikuti dari inflasi tadi. Setiap karyawan ada promosi, pasti naik. Dan juga jumlah tenaga kerja juga naik secara umum.

 

Jumlah tenaga kerja naik berarti pendapatan PPH 21 penghasilan itu berarti naik. Terus yang komponen kedua adalah kenaikan dari gaji, dari setiap orang. Kenaikan UMR dan kenaikan gaji-gaji yang lain.

 

Dengan promosi dan sebagainya, dan sebagainya. Tapi saya tidak tahu angkanya perlu dianalisa lagi apakah itu year on yearnya itu 30 persen itu sebetulnya adalah merepresentasikan tahun-tahun sebelumnya atau apa. Nah ini, apakah itu juga termasuk PPH, kalau berarti PPH 21 ya ini ya, berarti penghasilannya aja kan gitu.

 

Saya ini, tetapi kalau kenaikan ya pasti setiap tahun naik. Tapi seberapa besar kita tidak tahu. Kalau sampai terlalu besar lagi ya apakah, tadi tarif sebetulnya tidak naik, tarifnya.

 

Tapi gaji kita yang naik itu dibebankan. Menjadi itu. Oke jadi permasalahannya kalau kita rangkum dari sisi fiskal adalah tadi ya, kita negara tidak mampu menghimpun sumber penghasilan dari pajak ini karena aktivitas ekonominya ternyata tidak bertumbuh.

 

JY: Stimulasi dengan sunset policy sejak 2008. Apakah sebaiknya pemerintah sekarang mencabut kebijakan sunset policy dan mengembalikan pajak badannya ke angka semula, kemudian juga deregulasi lagi dari kebijakan 2008?

 

Prof: Tapi di dalam beberapa hal mungkin bisa dilakukan, harus selektif misalkan sektor-sektor tertentu, tapi saya tidak mau promosikan nanti pajak mana yang akan naik, nanti saya dari sektor-sektor itu dibilang, wah ini apa deh, memprovokasi pajak naik, artinya bisa dievaluasi menurut keadilan saja.

 

Keadilan artinya kalau memang ini profitnya terlalu besar harusnya adalah dipajaki lebih besar. Itu kan prinsip dari pajak progresif. Prinsip dari pajak progresif kita mengerti semua, bahwa kalau profitnya besar ya dipajaki, persentasinya pun lebih besar.

 

Jadi itu normal saja. Tetapi yang saya mau katakan adalah, bahwa kebijakan ekonomi sejak 2008, sebetulnya peningkatan ekonomi ada, karena kita ada pertumbuhan 5%, 5%, 5%. Peningkatan ekonomi ini tidak sesuai dengan apa yang ingin distimulasi.

 

Stimulusnya adalah kalau 2008, kita mau stimulus ekonomi agar dia naik, tetapi kenyataannya sampai dengan 2014, misalnya kita lihat dari periode SBY lah ya, 2009 ke 2014, kenaikan ekonomi ini tidak setinggi dari yang diharapkan dari kenaikan pajak. Kenaikan pajaknya ya. Kenaikan pajaknya tidak diharapkan, tidak seperti yang diharapkan dari insentif tadi.

 

Jadi pemberian insentif itu lebih besar dari diskrepansi atau incremental dari pendiriman pajak itu. Sehingga ini tidak mencukupi, sehingga tax ratio-nya turun. Kalau pertumbuhan ekonominya misalnya mungkin 8%, bukan 5% misalnya, jadi ini tertutupi.

 

Jadi targetnya adalah kita memberikan insentif mau meningkatkan ekonomi kasarnya 8%, tapi yang tercapai cuma 5%. Ya rasio pajaknya turun. Kalau saya jadinya kepikiran gini, ini pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dikasih bahan baku stimulus.

 

Tapi ternyata tidak cukup efektif, artinya bahwa pemerintah harus bekerja lebih keras, bagaimana bisa menciptakan pertumbuhan itu.

 

Nah sekarang, pemerintahan sekarang menginginkan pertumbuhan ini 8%. Kita lihat. Kalau dia pertumbuhan 8%, itu akan berdampak kepada tax ratio tadi. Tax ratio-nya memang akan naik. Itu memang sejalan. Tetapi kalau pertumbuhan 8% ini tidak naik, tidak tercapai, maka tax ratio itu turun.

 

Link sumber : https://www.youtube.com/watch?v=UsDFwAcozXg

 
Copyright © 2025 CYBERSBI

cyberSBI