JAKARTA – DR.
Anthony Budiawan dan Erros Djarot dalam podcast ini menyoroti situasi Indonesia
yang meskipun secara resmi berada dalam masa "Minggu Tenang", justru
diibaratkan seperti ketenangan permukaan telaga yang menyembunyikan pusaran air
berbahaya di dalamnya. Ketenangan ini dianggap semu karena akar permasalahan
dan tuntutan rakyat belum ditangani secara tuntas, Rabu (3/9/2025).
Podcast ini membahas
tuntutan rakyat yang belum atau tidak terpenuhi seperti berbagai
tuntutan masyarakat, seperti reformasi kepolisian (termasuk pergantian Kapolri)
dan pemberantasan korupsi, belum mendapatkan realisasi yang nyata.
Podcast juga mengungkapkan janji-janji Presiden yang terus-menerus tidak
ditepati berisiko menimbulkan kekecewaan dan backlash dari publik.
“Pendekatan Presiden yang terkesan sekadar bertemu dengan kelompok
seperti driver ojol atau petani dinilai lebih sebagai pencitraan dan framing
politik daripada solusi substantif terhadap masalah yang ada,” ungkap Erros
Djarot.
Podcast juga membicarakan masalah sistemik di lembaga politik yakni Peran
Dominan Ketua Umum Partai. Kekuasaan sebenarnya di DPR tidak
berada di tangan anggota, tetapi pada Ketua Umum Partai.
“Anggota DPR berfungsi sebagai "petugas partai" yang harus
patuh pada instruksi ketua. Oleh karena itu, tuntutan reformasi harus diarahkan
kepada para ketua partai, bukan hanya anggota DPR,” ungkap Erros.
Sistem Pemilu yang bermasalah meliputi sistem pemilu dinilai
memungkinkan orang terkenal dan bermodal besar untuk menang, sementara partai
politik tidak bertanggung jawab atas kualitas calon yang mereka ajukan. Hal ini
menghasilkan wakil rakyat yang tidak kompeten.
“Produk hukum untuk kelompok tertentu sehingga Undang-undang yang dihasilkan dalam 10 tahun terakhir dianggap lebih mengakomodir kepentingan kelompok tertentu yang difasilitasi partai, bukan kepentingan rakyat luas,” ungkap Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), DR. Anthony Budiawan
Dr. Anthony juga mengungkapkan kasus korupsi yang tidak tuntas. ”Praktek korupsi besar, seperti kasus judi online, korupsi dana pendidikan (Rp 9,9 triliun), dan penyelundupan (e.g., kasus Nikel, Raja Empat, Sumatra Utara), tidak diselesaikan secara tuntas. Hanya pelaku level bawah yang ditangkap, sementara aktor intelektual dan dana yang dikorupsi tidak dibongkar,” ungkapnya.
Institusi penegak
hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, dan Yudikatif dinilai perlu dilakukan
pembersihan karena dianggap tebang pilih dan mempermainkan hukum.
Kondisi ekonomi yang terpuruk, berdasarkan data pertumbuhan
ekonomi dan pengangguran yang dikeluarkan pemerintah dinilai tidak mencerminkan
realita di lapangan, di mana masyarakat masih kesulitan secara ekonomi.
“Kebijakan
menaikkan pajak secara signifikan (bahkan ada yang hingga 1000%) dan meminta
daerah mencari pendapatan sendiri justru menjadi bumerang yang memberatkan
rakyat,” ungkapnya.
Terjadi ketimpangan
yang mencolok: anggaran negara untuk kelas atas (the rich) sangat besar,
sementara belanja untuk masyarakat kecil terus merosot. Rakyat dianggap sudah
mencapai batas toleransi terhadap kesulitan ekonomi dan ketidakadilan ini.
Pembicara menyatakan bahwa campur tangan asing hanya mungkin terjadi
jika ada celah dari dalam negeri. Fokusnya seharusnya adalah menutup
celah-celah internal tersebut, bukan sekadar menyalahkan pihak asing.
Kepada Publik, Tuntutan
reformasi harus lebih tepat sasaran, yaitu ditujukan kepada para Ketua Umum
Partai yang memegang kendali kebijakan, bukan hanya anggota DPR.
Kepada Presiden: Presiden
didorong untuk lebih mendengarkan realita yang sesungguhnya dan mengambil
tindakan nyata, bukan sekadar janji atau pencitraan. Presiden harus berpijak
pada bumi dan berada di belakang rakyat, bukan di belakang koruptor atau orang
kaya yang merugikan negara.
Optimisme
Bersyarat: Meski kritis, pembicara menekankan pentingnya tetap optimis
untuk memperbaiki negeri. Perbaikan dapat terjadi jika Presiden serius memenuhi
janjinya, memberantas korupsi hingga tuntas, dan meniadakan segala hal yang
merugikan rakyat.
Secara keseluruhan,
podcast ini menyimpulkan bahwa ketenangan saat ini adalah semu dan berbahaya.
Pusaran masalah politik, ekonomi, dan hukum masih sangat kuat dan dapat
menyedot Indonesia ke dalam krisis jika tidak segera ditangani dengan kebijakan
yang tepat dan komitmen yang kuat dari pemimpin.(*)
Blogger Comment
Facebook Comment