BREAKING NEWS
Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan

Bongkar Abis Kupas Siapa Perusak UGM? Dimana Ijazah Jokowi? Kemana Pratikno Pergi?

 


JAKARTA – Kanal Youtube Bongkar Abis kali ini membuka diskusi dengan pokok masalah ijazah palsu atau tidak ada ijazah yang diperbicangkan wartawan senior Lukas Suwarso dengan narasumber Roy Suryo atau uncle fufufafa dan Eros Jarot yang tayang Sabtu (26/4/2025).  

 

Salah satu sorotan kali ini adalah konferensi pers wakil rektor, dekan para pembela ijazah Jokowi telah menyebar kebohongan publik. Begitu menurut kesaksian Roy Suryo. Apa perlunya UGM berbohong?

 

Pada 26 April 2025, dalam podcast episode 8 ini, Bunga Ravies menghadirkan tamu spesial, yaitu Uncle Fufufafa, didampingi oleh Mas Lukas, untuk membahas isu serius tentang kredibilitas akademik, khususnya yang menyangkut UGM, ijazah Presiden Jokowi, dan peran beberapa tokoh kampus.

 

Diskusi diawali dengan sorotan terhadap pernyataan pihak UGM yang mengklaim bahwa semua dokumen sudah diverifikasi. Namun, menurut para tamu, termasuk Dr. Tifa dan Dr. Rismon, klaim tersebut tidak sesuai kenyataan. Mereka, yang semuanya alumni UGM, menyatakan tidak ada niatan menjelekkan almamater, melainkan ingin menjaga nama baiknya.

 

Mereka mengungkap bahwa pada 15 April 2025, hanya tiga dari lima alumni yang berhasil masuk ke kampus untuk bertemu pihak UGM. Diduga, ada upaya menghambat kehadiran alumni lain melalui rekayasa lalu lintas. Dalam pertemuan tersebut, hadir dua wakil rektor, seorang dekan, seorang guru besar, dan beberapa alumni lama. Sayangnya, pertemuan itu dinilai berat sebelah karena dokumentasi yang seharusnya netral justru dikendalikan.

 

Rekaman pertemuan yang dijanjikan akan live-streaming ternyata tidak disiarkan. Bahkan, potongan rekaman yang diberikan kepada pihak alumni dianggap telah disunting untuk menyudutkan. Analisis teknologi ELA (Error Level Analysis) juga menunjukkan bahwa beberapa foto wisuda yang diperlihatkan adalah hasil rekayasa.

 

Dalam pertemuan itu, pihak UGM mengklaim memiliki 34 bukti terkait kelulusan Jokowi, namun tidak ada satupun bukti yang benar-benar ditunjukkan. Mereka berdalih bahwa data tersebut bersifat pribadi, merujuk pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, pasal 17 huruf H. Namun, para alumni membantah, karena dokumen seperti KRS dan daftar kehadiran seharusnya bisa dibuka tanpa melanggar privasi.

 

Pada akhirnya, diskusi menyimpulkan bahwa ada indikasi kuat upaya kebohongan yang dirancang dan dilakukan secara sistematis. Tuduhan ini diperkuat dengan adanya penundaan, manipulasi data, dan ketidakterbukaan pihak kampus.

 

Diskusi ini masih berlanjut, menunggu pengungkapan fakta-fakta lebih lanjut, termasuk kaitannya dengan pejabat kampus masa lalu seperti Sofian Effendi.

 

Dalam diskusi panjang ini, para narasumber membahas keterkaitan mantan Rektor UGM, Pratikno, dengan berbagai kejanggalan yang muncul dalam polemik ijazah Presiden Jokowi. Pratikno, yang menjabat sebagai Rektor UGM pada 2012–2014, disebut punya kedekatan politik karena menjadi salah satu panelis debat Pilpres 2014 dan kemudian diangkat sebagai Menteri Sekretaris Negara. Bahkan setelah meninggalkan kampus, ia tetap berpengaruh karena menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat UGM.

 

Para narasumber mengungkapkan dugaan adanya rekayasa politik dalam upaya UGM melindungi kredibilitas terkait ijazah Jokowi. Mereka merasa UGM seharusnya menjaga integritas akademik, bukan malah terlibat dalam upaya menutupi fakta. Dalam investigasi mereka, tidak ditemukan bukti fisik berupa dokumen akademik seperti skripsi atau lembar ujian yang sah sesuai prosedur. Bahkan skripsi yang akhirnya ditunjukkan, berdasarkan analisis forensik foto menggunakan kamera beresolusi tinggi, menunjukkan keanehan seperti perbedaan jenis kertas, tanda tangan palsu, dan kesalahan dalam penulisan gelar akademik.

 

Lebih lanjut, ada kejanggalan dalam penyebutan fakultas Jokowi oleh pihak kampus yang sempat keliru menyebutkan "Fakultas Kedokteran" alih-alih "Fakultas Kehutanan", yang dianggap sebagai "slip of the tongue" atau mungkin refleksi bawah sadar yang membuka tabir ketidakberesan.

 

Diskusi ini menguatkan dugaan bahwa ada tekanan kekuasaan yang kuat terhadap UGM sehingga mencoreng nama baik institusi pendidikan tersebut. Narasumber mendorong agar pembentukan tim pencari fakta independen dilakukan, agar kebenaran bisa diungkap tanpa intervensi politik, demi menjaga kehormatan UGM dan dunia akademik Indonesia. Saksikan linknya di: https://www.youtube.com/watch?v=peWK-XxWNWs

Bagaimana Mekanisme Mitra OJOL Menjadi Karyawan, Ini Kata Pakar



Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS),  Anthony Budiawan


JAKARTA - Status ketenagakerjaan yang tidak jelas, antara status karyawan dan karyawan-mandiri akan diulas oleh Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)Anthony Budiawan.

 

Masalah status driver online (ojol) sudah lama diperdebatkan di dunia, apakah status mereka sebagai karyawan atau ‘karyawan mandiri’ (self-employed). Di Indonesia, status ojol malah dibuat lebih kompleks, dianggap sebagai ‘mitra’, tetapi kewajiban mereka pada prinsipnya adalah sama dengan karyawan.

 

Dengan status ketenagakerjaan yang tidak jelas, antara status karyawan dan karyawan-mandiri, dua driver online Uber (perusahaan penyedia taksi online) di Inggris mengajukan tuntutan kepada pengadilan Inggris untuk menetapkan status dan hak driver online Uber setara dengan karyawan,” ungkapnya, Sabtu (26/4/2025).

 

Melalui proses pengadilan yang sangat panjang sejak 2016, Mahkamah Agung Inggris akhirnya memutuskan pada awal 2021, bahwa status driver online di Inggris Raya harus disamakan sebagai (karyawan) ‘pekerja’, meskipun perusahaan menganggap mereka sebagai ‘karyawan-mandiri’ (self employed).

 

Putusan MA Inggris ini mempunyai implikasi luas di negara-negara Eropa lainnya, seperti Belgia, yang juga memutuskan bahwa status driver online disamakan dengan karyawan. Artinya, driver online mempunyai semua hak yang melekat sebagai karyawan seperti diatur di dalam undang-undang ketenagakerjaan, antara lain, seperti upah minimum, hak cuti, gaji ke 13, dan lainnya,” ujarnya.

 

https://www.pricebailey.co.uk/blog/supreme-court-ruling-uber-drivers-means-uk-employers/

https://www.brusselstimes.com/160480/dara-khosrowshahi-jitse-groen-rudi-vervoort-uber-drivers-win-labour-rights-in-uk-supreme-court-lawsuit-victory

 

Oleh karena itu, sudah selayaknya status driver online di Indonesia juga disetarakan dengan karyawan, sehingga mereka juga dapat memperoleh semua hak karyawan sesuai peraturan yang berlaku.

 

Hal ini juga untuk mencegah perusahaan penyedia taksi (tranportasi) online melakukan eksploitasi terhadap driver online dengan melakukan rekrutmen sebanyak-banyaknya, yang membuat pendapatan setiap driver online menjadi sangat rendah,” tegasnya.

Indonesia Akan Menambah Impor Dari Amerika Serikat?

 


JAKARTA – Kanal Youtube kuatbaca.com kali ini membuka diskusi soal benarkah Indonesia akan menambah impor dari Amerika Serikat yang dipandu pimpinan redaksi kuatbaca.com Jajang Habib dengan narasumber Managing Director PEPS, Prof. Anthony Budiawan yang tayang Senin (21/4/2025).  

 

Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam hubungan dagang global, terutama dengan Amerika Serikat. Posisi kita tidak sekuat negara seperti Tiongkok atau Kanada dalam merespons kebijakan perdagangan AS. Walaupun produk kita berbeda dari produk ekspor AS, kita tetap harus bersikap responsif, seperti yang dilakukan Vietnam. Bedanya, Vietnam punya nilai ekspor yang jauh lebih besar ke AS dan surplus perdagangan yang signifikan.

 

Permasalahannya, industri dalam negeri Indonesia belum cukup kuat untuk melakukan negosiasi yang efektif. Ekspor kita masih terbatas pada sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki, yang juga bersaing ketat dengan negara lain seperti India dan Bangladesh. Ditambah lagi, dampak global dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump masih belum sepenuhnya dipahami.

 

Trump menggunakan tarif bukan sekadar sebagai hambatan perdagangan, tapi sebagai alat negosiasi untuk mendorong negara lain membeli lebih banyak produk AS. Tindakan ini menimbulkan ketegangan global, khususnya antara AS dan Tiongkok, yang berujung pada perang dagang saling balas tarif hingga ratusan persen. Untuk negara lain seperti Indonesia, jika tidak ingin dikenakan tarif tinggi, AS membuka ruang negosiasi, seperti menambah volume impor produk Amerika.

 

Vietnam merespons dengan menawarkan impor produk AS senilai 50 miliar dolar, sebagai cara untuk mengurangi defisit perdagangan AS terhadap mereka. Sementara itu, Indonesia juga melakukan pendekatan serupa, dengan menyatakan kesiapan mengimpor produk AS sekitar 18–19 miliar dolar untuk menyeimbangkan neraca dagang.

 

Pada akhirnya, Trump dinilai cukup cerdas memanfaatkan tarif sebagai taktik untuk membuka pasar bagi produk dalam negerinya. Ia tahu tarif tinggi tidak akan bertahan lama, tapi cukup untuk membuat negara lain membuka diri pada produk AS. Tujuan utamanya adalah memangkas defisit perdagangan dan memperluas pasar global bagi barang-barang Amerika.

 

Tarif yang dikenakan oleh Trump sebenarnya bukan untuk benar-benar dijalankan, melainkan sebagai alat tekanan atau efek gentar (deterrence). Tujuannya adalah untuk memaksa negara-negara lain agar bersedia bernegosiasi dan membuka pasar bagi produk Amerika. Trump tahu banyak negara akan memilih jalan negosiasi ketimbang berseteru langsung, karena potensi risikonya sangat besar. Namun bila tidak mau bernegosiasi, maka akan dikenakan tarif tinggi sungguhan.

 

Defisit perdagangan Amerika terhadap banyak negara, terutama Tiongkok, telah berlangsung lama dan jumlahnya sangat besar. Maka dari itu, Trump merasa perlu memperbaiki ketidakseimbangan itu, dan menjadikannya sebagai isu global, bukan hanya masalah AS semata.

 

Secara historis, sejak Perang Dunia II, Amerika mendominasi ekonomi global dengan surplus besar dan bahkan membantu pembangunan ekonomi Eropa lewat penghapusan tarif dan program Marshall Plan. Namun sejak tahun 1971 ketika sistem keuangan dunia tidak lagi berbasis emas (dollar tidak bisa dikonversi ke emas), Amerika mulai mengalami defisit besar secara terus-menerus karena bisa "mencetak" uang tanpa batas.

 

Indonesia juga mengalami fase serupa, terutama setelah krisis 1998 saat sistem nilai tukar berubah menjadi mengambang bebas. Akibatnya, rupiah mengalami depresiasi drastis karena spekulasi mata uang. Sistem keuangan saat itu sangat terbuka sehingga rentan terhadap serangan spekulatif.

 

Saat ini, meskipun sistem moneter Indonesia lebih tertata dan tidak bisa sembarang mengeluarkan dolar, ekonomi tetap melemah. Daya beli masyarakat menurun, terjadi deflasi berbulan-bulan sejak pertengahan 2024, dan banyak terjadi PHK. Hal ini diperparah oleh kebijakan tarif Trump yang bisa mendorong krisis lebih cepat, karena akan memperburuk neraca transaksi berjalan dan menekan nilai tukar rupiah.

 

Rupiah sulit menguat meskipun cadangan devisa meningkat karena kondisi fundamental tetap lemah. Tanpa intervensi Bank Indonesia, nilai tukar bisa menembus Rp17.000 per dolar, dan kemungkinan besar itu hanya masalah waktu.

 

Dari sisi fiskal, penerimaan negara sangat rendah. Hingga Maret 2025, baru 14,7% dari target yang tercapai. Jika tren ini berlanjut, akan terjadi kekurangan penerimaan negara (shortfall) yang besar. Akibatnya, belanja negara harus dikurangi, yang berarti kontraksi ekonomi semakin dalam. Ini diperburuk oleh rendahnya investasi dan meningkatnya pengangguran, menjadikan kondisi ekonomi nasional semakin kritis.   Sumber link dialog  https://www.youtube.com/watch?v=759Uj5kKGCM

Mantan Menteri Keuangan: Presiden Trump Janganlah Jadi Kiai Jarkoni

 


JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menyampaikan kritik tajam terhadap Amerika Serikat, khususnya terhadap kebijakan ekonominya di bawah kepemimpinan Donald Trump.

 

Inti dari tulisan mantan menteri tersebut adalah kekecewaan terhadap inkonsistensi Amerika dalam menjalankan prinsip-prinsip yang selama ini mereka ajarkan dan promosikan ke seluruh dunia, seperti HAM, demokrasi, serta perdagangan bebas dan globalisasi.

 

Awalnya, Amerika digambarkan sebagai guru besar dunia, tempat belajar yang dikagumi dan diteladani. Banyak tokoh dan akademisi dari berbagai negara, termasuk Indonesia dan Tiongkok, menimba ilmu di sana. Namun, seiring berjalannya waktu, kredibilitas Amerika sebagai panutan mulai goyah, terutama karena standar ganda dalam pelaksanaan HAM, misalnya dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan Israel.

 

Kekecewaan yang lebih dalam muncul ketika Amerika—yang dahulu sangat gencar mempromosikan perdagangan bebas dan inovasi—malah menunjukkan sikap proteksionis ketika merasa dirugikan. Contohnya, saat negara lain mengembangkan sistem pembayaran seperti QRIS yang dianggap mengancam dominasi perusahaan-perusahaan kartu kredit asal AS, Amerika malah menolak prinsip persaingan yang sehat,” ujarnya, Rabu (23/4/2025).

 

Mantan menteri tersebut menyebut Amerika sebagai “kiai Jarkoni” — tokoh yang pandai mengajar tapi tak bisa menjalankan ajarannya sendiri. Pesannya jelas: saat sang guru sudah tak lagi menjadi teladan, mungkin sudah waktunya untuk menjaga jarak.

 

Sangat reflektif dan menyentil, yang mencerminkan gejolak kekecewaan negara-negara berkembang terhadap perubahan wajah Amerika di era geopolitik dan ekonomi baru.

Direktur P3S: Prabowo Berpeluang Berduet dengan Puan untuk Hadapi Gibran di Pilpres 2029





JAKARTA – Isu mengenai pembentukan Partai Super Tbk oleh mantan Presiden Joko Widodo tengah ramai diperbincangkan. Pengamat politik dari Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, ikut memberikan komentar terhadap wacana ini.

 

Menurut Jerry, Partai Super Tbk kemungkinan merupakan bagian dari PSI, mengingat PSI sebelumnya juga kerap dikaitkan dengan partai besutan Jokowi. Ia menilai menarik untuk memperhatikan siapa sosok yang akan menjadi pendamping Prabowo pada Pilpres 2029, apakah itu Agus Harimurti Yudhoyono, Puan Maharani, atau Erick Thohir yang kini menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.

 

Jerry juga menyatakan bahwa keberadaan Partai Super Tbk maupun PSI bukan isu utama, karena yang lebih penting adalah peran partai tersebut sebagai "jembatan politik" bagi Jokowi dalam mendukung putranya, Gibran Rakabuming, sebagai calon presiden.

 

Jokowi akan terus melakukan manuver politik demi ambisinya melihat Gibran maju dalam kontestasi nasional, salah satunya dengan tetap menjaga keterbukaan rumahnya terhadap publik sebagai bentuk pendekatan politik,” ujarnya, Kamis (24/5/2025) .

 

Menurut Jerry, Prabowo besar kemungkinan akan menjadi pesaing Gibran pada 2029. Beberapa partai politik diperkirakan akan turut mendukungnya, selain Projo. Golkar pun diprediksi akan bergabung, terutama jika dipimpin oleh Bahlil Lahadalia.

 

Jerry menambahkan bahwa Prabowo dan timnya harus menyiapkan strategi yang kuat untuk meredam potensi unjuk rasa secara persuasif, demi menjaga stabilitas elektabilitasnya menjelang pemilu.

 

Dukungan dari generasi milenial, mahasiswa, buruh, dan ibu-ibu akan menjadi faktor penentu kemenangan dalam Pilpres 2029. Di sisi lain, Puan Maharani dinilai memiliki modal politik yang kuat, karena sudah dua kali menjabat Ketua DPR, merupakan putri Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, dan juga menjadi simbol keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di parlemen,” ujarnya.

 

Selain itu, PDI-P yang merupakan partainya, saat ini menguasai 108 kursi di DPR dan memiliki jumlah kepala daerah terbanyak..

 

Puan telah dua kali menjabat sebagai Ketua DPR dan merupakan putri dari Presiden kelima RI, Megawati. Ia juga menjadi representasi 30 persen keterwakilan perempuan. Selain itu, partainya saat ini menguasai DPR dengan jumlah 108 kursi, yang tentunya menjadi keuntungan tersendiri bagi Prabowo. PDIP juga tercatat memiliki jumlah kepala daerah terbanyak yang terpilih, yaitu sebanyak 177 orang,” jelasnya.

 

Bongkar Abis Bahas Soal Korupsi, Kolusi dan Manipulasi



JAKARTA,cyberSBI – Kanal Youtube Bungkar Habis kali ini membuka diskusi dengan suasana lebaran, diwarnai pertemuan politik yang memantik spekulasi dengan dipandu Lukas Suwarso dengan narasumber pengamat Anthony Budiawan dan Eros Jarot yang tayang Sabtu (13/4/2025).  

 

Salah satu sorotan kali ini adalah pertemuan antara Megawati dan Prabowo pada 7 April, yang disusul oleh sejumlah menteri yang mengunjungi kediaman Presiden Jokowi, seperti Bahlil Lahadalia, Zulkifli Hasan, Wahyu Trenggono, dan Budi Gunadi Sadikin. Pola kunjungan ini menimbulkan tanda tanya: apakah ini murni silaturahmi atau ada konsolidasi politik terselubung?

 

Pertanyaan etis pun muncul: sebagai menteri dalam Kabinet Merah Putih di bawah Prabowo, apakah pertemuan dengan Jokowi itu dilakukan seizin Presiden baru? Bahkan, pernyataan Menteri Wahyu bahwa dirinya menemui "bos"-nya menambah keganjilan, mengisyaratkan loyalitas yang belum sepenuhnya bergeser ke pemerintahan baru.

 

Mas Eros menyatakan bahwa etika politik saat ini sudah tidak relevan lagi jika berbicara soal Jokowi. Menurutnya, para menteri yang merasa "tidak nyaman" mungkin sedang menyembunyikan sesuatu, dan ketegangan politik bisa jadi cerminan dari kesalahan masa lalu. Dalam pandangan ini, Jokowi masih menjadi sumber berbagai problem, termasuk dalam konteks transisi kekuasaan.

 

Dari sisi ekonomi, Bung Antoni ( Antony Budiawan- Managing Director PEPS) menyoroti kondisi yang mengkhawatirkan. Nilai tukar rupiah yang hampir tembus Rp17.000 per dolar, rendahnya penerimaan negara (baru 14,7% dari target triwulanan), dan ancaman krisis fiskal menjadi isu krusial. Selain itu, bunga utang yang mencapai 600 triliun atau sekitar seperempat dari pendapatan perpajakan memperlihatkan kondisi fiskal yang tidak berkelanjutan.

 

Maka, pertemuan politik belakangan ini mungkin saja merupakan bagian dari upaya konsolidasi yang lebih luas, baik dalam rangka transisi kekuasaan maupun dalam menata ulang arah kebijakan ekonomi di tengah tantangan yang berat.

 

Para narasumber juga menyoroti bahwa masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba muncul, melainkan merupakan akumulasi dari kebijakan yang dinilai sembrono selama 10 tahun terakhir di bawah pemerintahan Jokowi. Kritik tajam dilontarkan terutama soal utang negara yang melonjak drastis. Dari tahun 1945 hingga 2014, utang Indonesia hanya sekitar Rp2.600 triliun, namun dalam satu dekade pemerintahan Jokowi, angka itu membengkak menjadi sekitar Rp8.700 triliun.

 

Kritik juga diarahkan pada proyek infrastruktur yang dianggap tidak efisien dan minim manfaat langsung bagi masyarakat luas, seperti proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan. Kereta cepat, misalnya, disebut menimbulkan kerugian besar karena bunga utangnya saja mencapai Rp1,8 triliun per tahun, sedangkan pendapatan dari tiket diperkirakan hanya sekitar Rp1,5 triliun. Ditambah biaya operasional, proyek ini dianggap tidak mampu menutup biaya bunga, apalagi memberi keuntungan. Pemerintah pun dinilai tidak konsisten, karena sebelumnya telah mencabut subsidi untuk kereta ekonomi rakyat namun kini justru berencana mensubsidi proyek kereta cepat yang merupakan usaha patungan dengan perusahaan asing.

 

Terkait IKN, narasumber menyebut bahwa dana besar yang sudah digelontorkan – minimal Rp70 triliun – kini berada di ambang ketidakpastian. Proyek ini bahkan sudah menunjukkan tanda-tanda mangkrak, meskipun Jokowi sebelumnya menjanjikan bahwa peringatan 17 Agustus akan bisa dilaksanakan di sana. Klaim tersebut kemudian dianggap sebagai pembohongan publik karena hingga saat ini belum ada realisasi nyata.

 

Pemerintah juga dikritik karena lebih mengutamakan pencitraan lewat undangan terhadap selebriti dan buzzer, alih-alih mengundang jurnalis independen untuk melaporkan perkembangan proyek secara objektif. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan etika dalam pengelolaan proyek nasional yang menyedot dana besar dari rakyat.

 

Dalam bagian diskusi ini, pembicaraan semakin dalam menyentuh isu etika politik serta bagaimana kebijakan pembangunan era Jokowi dinilai sebagai bentuk pengelolaan negara yang sembrono dan manipulatif. Para narasumber menggarisbawahi bahwa berbagai proyek infrastruktur besar seperti bandara, jalan tol, hingga proyek Ibu Kota Negara (IKN), banyak yang mengalami kegagalan, terbengkalai, bahkan berpotensi merugikan negara secara permanen.

 

Contohnya, empat bandara besar yang disebut—Kertajati, JB Sudirman, Ngloram, dan Wiriadinata—semuanya dibangun menggunakan dana APBN, namun tidak memiliki aktivitas penerbangan yang memadai, bahkan nyaris tidak digunakan. Begitu pula dengan jalan tol yang dikerjakan oleh BUMN seperti Wijaya Karya, yang kemudian kesulitan keuangan karena dipaksa menjadi investor, bukan hanya kontraktor.

 

Kritik juga mengarah ke kebijakan konsesi bandara kepada pihak asing, yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap kepentingan nasional. Dalam hal pembangunan IKN, pemerintah dinilai melanggar konstitusi karena membentuk “otorita” tanpa dasar yang jelas dalam sistem pemerintahan Indonesia. Ini disebut sebagai bentuk aneksasi wilayah secara sepihak di luar mekanisme pemekaran daerah yang sah.

 

Lebih lanjut, narasumber menyatakan bahwa banyak kebohongan publik telah terjadi, seperti janji-janji investasi asing dari SoftBank, Abu Dhabi, hingga Arab Saudi yang nyatanya tak kunjung terealisasi. Bahkan proyek SMK (mobil listrik) juga disebut penuh manipulasi karena tidak sesuai klaim yang dibuat pemerintah.

 

Proyek Strategis Nasional (PSN) pun menjadi sorotan. Awalnya dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, namun banyak proyek tersebut justru dikendalikan swasta dan menimbulkan konflik lahan, seperti yang terjadi di Rempang, BSD, dan PIK. Akibatnya, rakyat kecil justru tergusur demi proyek-proyek besar yang dibungkus dalam nama pembangunan nasional.

 

Akhirnya, diskusi kembali pada pokok persoalan: bahwa sumber kerusakan sistemik ini bukanlah Prabowo, tetapi jejak panjang kebijakan Jokowi. Namun ironisnya, Presiden Prabowo justru terlihat diam dan tidak memberikan pernyataan tegas terhadap manuver-manuver politik dari kelompok Jokowi. Pertemuan-pertemuan politik yang dilakukan kelompok ini pun dicurigai sebagai bagian dari upaya konsolidasi kekuasaan pasca pemerintahan resmi beralih, namun pengaruh Jokowi masih sangat terasa.

 

Diskusi ini menegaskan bahwa apa yang disampaikan bukan sekadar kritik, tapi berdasarkan data dan fakta lapangan, yang belum ada bantahan validnya hingga saat ini. Semua ini menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola pemerintahan dan keuangan negara selama satu dekade terakhir.

 

Para pembicara juga isu serius mengenai keberadaan shadow government atau "pemerintahan dalam pemerintahan" yang mereka anggap masih berpengaruh meski kekuasaan telah beralih secara formal ke Presiden Prabowo. Pemerintahan bayangan ini disebut-sebut tetap aktif mengatur arah kebijakan dan mengendalikan dinamika politik melalui jaringan kekuasaan yang masih tersisa dari era Jokowi.

 

Kekhawatiran mereka muncul karena kondisi keuangan negara yang sedang kritis, banyak proyek warisan yang menjadi beban (carry over), dan pengeluaran negara yang tinggi untuk membayar utang. Di sisi lain, sikap Presiden Prabowo yang terkesan pasif dan tidak responsif terhadap manuver politik kelompok Jokowi menimbulkan tanda tanya. Mereka mempertanyakan mengapa seorang mantan komandan seperti Prabowo tampak "takut" untuk mengambil langkah tegas, padahal sistem pemerintahan dan bahkan nilai-nilai peradaban dianggap telah dirusak oleh pendahulunya.

 

Pertemuan Prabowo dengan Megawati pun ditafsirkan sebagai sesuatu yang strategis, meski belum menunjukkan hasil konkret. Harapannya adalah akan muncul sinergi baru yang bisa menyeimbangkan kembali kekuasaan, meski masih ada keraguan karena kehadiran tokoh seperti Puan Maharani yang dianggap terlalu oportunis.

 

Kritik juga diarahkan pada PDIP sebagai partai yang menyebut diri “partai wong cilik”, namun dalam praktiknya justru tidak banyak memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil di DPR. Produk legislasi malah cenderung menguntungkan elite dan pengusaha besar.

 

Selain itu, muncul pula sorotan terhadap proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang diduga disalahgunakan untuk kepentingan swasta, dengan dalih pembangunan. Banyak lahan rakyat yang digusur, sementara PSN itu sendiri dibiayai dari utang yang makin membebani negara. PSN, yang seharusnya menjadi solusi pembangunan, justru berubah menjadi instrumen akumulasi kapital oleh segelintir pihak.

 

Pembicaraan juga menyentuh isu "deep state", di mana berbagai kasus hukum seperti korupsi dana desa tiba-tiba menghilang dari sorotan, dan hanya menjerat pelaku-pelaku kecil. Ada dugaan bahwa jaringan kekuasaan lama masih bekerja di balik layar untuk melindungi para elit dan mencegah keadilan ditegakkan.

 

Namun, ada sedikit optimisme yang terselip. Para pembicara berharap pertemuan politik antara tokoh-tokoh besar seperti Prabowo dan Megawati bisa menjadi titik balik, asal Prabowo berani membersihkan pengaruh shadow government tersebut agar bisa menjalankan pemerintahannya secara mandiri dan sesuai dengan visinya sendiri.

 

Di bagian akhir, muncul pula prediksi bahwa kasus ijazah palsu akan kembali menjadi sorotan besar, menandai bahwa babak baru pertarungan politik dan hukum sedang dimulai. Sumber https://www.youtube.com/watch?v=zEYe7RwCYZA

 

Apa Dampak Tarif Impor Trump Bagi Indonesia, Ini Kata Pakar


JAKARTA - Dampak Tarif Impor Trump bagi Indonesia menurut Pakar Ekonomi  Anthony Budiawan yang sekaligus sebagai Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) yang dipaparkan Sabtu (12/4/2025) adalah sebagai berikut.

 

Untuk sementara ini, semua negara dikenakan tarif impor (dasar) sebesar 10 persen. Tarif impor resiprokal yang besarnya berbeda-beda untuk setiap negara ditunda maka berlakunya selama 90 hari.

 

Dengan tingkat tarif impor yang besarnya sama untuk setiap negara, untuk semua produk, maka tidak ada dampak sama sekali terhadap persaingan usaha antar negara. Sebaliknya, pengenaan tarif impor dasar ini harus ditanggung importir dan konsumen dalam negeri Amerika: harga produk akan menjadi lebih mahal, memicu inflasi,” ujarnya.

 

Salah satu tujuan utama mengenakan tarif impor seharusnya untuk melindungi produk (industri) dalam negeri dari produk asing, khususnya akibat praktek persaingan yang tidak sehat (tidak fair). Misalnya, negara asing memberi subsidi terselubung kepada produk atau industri tertentu, atau melakukan ‘manipulasi’ nilai tukar.

 

Beberapa produk tertentu yang diimpor dari Indonesia, seperti tekstil, tidak bersaing dengan industri dalam negeri Amerika, karena produk tersebut sudah tidak diproduksi lagi di dalam negeri Amerika, serta tidak ada produk substitusinya,” jelasnya.

 

Dalam hal ini, instrumen tarif impor yang tujuan awalnya untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, menjadi tidak berguna, alias mubazir,” ungkapnya.

 

Salah satu tujuan utama dari kebijakan tarif impor Trump adalah untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS. Artinya, dengan dikenakannya tarif impor maka diharapkan impor akan berkurang, dan industri dalam negeri bisa bersaing dan bisa bangkit kembali. Ini yang menjadi dasar semboyan “Make America Great Again”: membangkitkan industri dalam negeri,” ujarnya.  

 

Tetapi, seperti dijelaskan di atas, untuk produk yang tidak diproduksi lagi di dalam negeri Amerika, tarif impor menjadi tidak berguna, dan tidak dapat untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS,” katanya..

 

Penundaan tarif impor Trump hanya berlaku untuk tarif resiprokal di mana Indonesia dikenakan 32 persen, selama 90 hari.

 

Penundaan masa berlaku tarif resiprokal tersebut untuk memberi kesempatan kepada setiap negara agar bisa melakukan negosiasi dan kompromi, dengan sasaran agar defisit neraca perdagangan antar Amerika dan negara mitra dagang dapat diperbaiki (dikurangi),” ungkapnya.

 

 

Pola Belanja BI Boros, 1 Miliar Dolar AS Hanya Menguatkan Maksimal 0,5 persen Selama 1- 2 Hari



JAKARTA, cyberSBI - Upaya intervensi BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah menimbulkan beban biaya yang besar.  Nilai tukar rupiah pada akhir tahun semestinya dapat kembali di kisaran Rp 16.000 per dollar AS apabila diikuti dengan reformasi struktural.

 

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, berpendapat, biaya intervensi yang dikeluarkan oleh BI untuk stabilitasi nilai tukar rupiah termasuk mahal. Namun, upaya tersebut terbilang sia-sia karena pada akhirnya rupiah tetap melemah.

 

Siswa- siswi TK melakukan kunjungan ke Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin (30/1/2023). Kegiatan edukasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai keuangan dan investasi di pasar modal sejak dini.

 

Pada 27 Maret 2025, rupiah dibuka di level Rp 16.590 per dollar AS atau lebih kuat 0,1 persen dari penutupan sebelumnya, setelah BI menghabiskan 1,6 miliar dollar AS untuk mengintervensi pasar spot dalam tiga hari terakhir. Rupiah pun kembali melemah ke level Rp 16.640 per dollar AS pada sesi siang.

 

”Data ini mengonfirmasi pola boros BI. Setiap 1 miliar dollar AS yang dihabiskan untuk intervensi langsung hanya mampu menguatkan rupiah maksimal 0,5 persen dan efeknya lenyap dalam 1-2 hari,” kata Achmad, Minggu (30/3/2025).

 

Setiap 1 miliar dollar AS yang dihabiskan untuk intervensi langsung hanya mampu menguatkan rupiah maksimal 0,5 persen dan efeknya lenyap dalam 1-2 hari. Sejak Januari 2025, BI telah menghabiskan 4,5 miliar dollar AS atau 3 persen dari total cadangan devisa.

 

Ini tampak dari penurunan akumulasi cadangan devisa per Februari 2025 yang turun menjadi 154,5 miliar dollar AS dari 156,1 miliar dollar AS pada Januari 2025. Ditambah pula biaya intervensi 1,6 miliar dollar AS-3 miliar dollar AS pada Maret 2025.

 

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/libur-lebaran-dan-depresiasi-rupiah-yang-melebar

 
Copyright © 2025 CYBERSBI

cyberSBI