JAKARTA – Kanal Youtube Bongkar Abis kali ini membuka diskusi dengan pokok masalah ijazah palsu atau tidak ada ijazah yang diperbicangkan
wartawan senior Lukas Suwarso dengan narasumber Roy Suryo atau uncle fufufafa
dan Eros Jarot yang tayang Sabtu (26/4/2025).
Salah satu
sorotan kali ini adalah konferensi pers wakil rektor, dekan para pembela ijazah Jokowi telah menyebar
kebohongan publik. Begitu menurut kesaksian Roy Suryo. Apa perlunya UGM
berbohong?
Pada 26
April 2025, dalam podcast episode 8 ini, Bunga Ravies menghadirkan tamu
spesial, yaitu Uncle Fufufafa, didampingi oleh Mas Lukas, untuk membahas isu
serius tentang kredibilitas akademik, khususnya yang menyangkut UGM, ijazah Presiden
Jokowi, dan peran beberapa tokoh kampus.
Diskusi
diawali dengan sorotan terhadap pernyataan pihak UGM yang mengklaim bahwa semua
dokumen sudah diverifikasi. Namun, menurut para tamu, termasuk Dr. Tifa dan Dr.
Rismon, klaim tersebut tidak sesuai kenyataan. Mereka, yang semuanya alumni
UGM, menyatakan tidak ada niatan menjelekkan almamater, melainkan ingin menjaga
nama baiknya.
Mereka
mengungkap bahwa pada 15 April 2025, hanya tiga dari lima alumni yang berhasil
masuk ke kampus untuk bertemu pihak UGM. Diduga, ada upaya menghambat kehadiran
alumni lain melalui rekayasa lalu lintas. Dalam pertemuan tersebut, hadir dua
wakil rektor, seorang dekan, seorang guru besar, dan beberapa alumni lama.
Sayangnya, pertemuan itu dinilai berat sebelah karena dokumentasi yang
seharusnya netral justru dikendalikan.
Rekaman
pertemuan yang dijanjikan akan live-streaming ternyata tidak disiarkan. Bahkan,
potongan rekaman yang diberikan kepada pihak alumni dianggap telah disunting
untuk menyudutkan. Analisis teknologi ELA (Error Level Analysis) juga
menunjukkan bahwa beberapa foto wisuda yang diperlihatkan adalah hasil
rekayasa.
Dalam
pertemuan itu, pihak UGM mengklaim memiliki 34 bukti terkait kelulusan Jokowi,
namun tidak ada satupun bukti yang benar-benar ditunjukkan. Mereka berdalih
bahwa data tersebut bersifat pribadi, merujuk pada Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, pasal 17 huruf H. Namun, para alumni
membantah, karena dokumen seperti KRS dan daftar kehadiran seharusnya bisa
dibuka tanpa melanggar privasi.
Pada
akhirnya, diskusi menyimpulkan bahwa ada indikasi kuat upaya kebohongan yang
dirancang dan dilakukan secara sistematis. Tuduhan ini diperkuat dengan adanya
penundaan, manipulasi data, dan ketidakterbukaan pihak kampus.
Diskusi ini
masih berlanjut, menunggu pengungkapan fakta-fakta lebih lanjut, termasuk
kaitannya dengan pejabat kampus masa lalu seperti Sofian Effendi.
Dalam
diskusi panjang ini, para narasumber membahas keterkaitan mantan Rektor UGM,
Pratikno, dengan berbagai kejanggalan yang muncul dalam polemik ijazah Presiden
Jokowi. Pratikno, yang menjabat sebagai Rektor UGM pada 2012–2014, disebut
punya kedekatan politik karena menjadi salah satu panelis debat Pilpres 2014
dan kemudian diangkat sebagai Menteri Sekretaris Negara. Bahkan setelah
meninggalkan kampus, ia tetap berpengaruh karena menjabat sebagai Ketua Majelis
Wali Amanat UGM.
Para
narasumber mengungkapkan dugaan adanya rekayasa politik dalam upaya UGM melindungi
kredibilitas terkait ijazah Jokowi. Mereka merasa UGM seharusnya menjaga
integritas akademik, bukan malah terlibat dalam upaya menutupi fakta. Dalam
investigasi mereka, tidak ditemukan bukti fisik berupa dokumen akademik seperti
skripsi atau lembar ujian yang sah sesuai prosedur. Bahkan skripsi yang
akhirnya ditunjukkan, berdasarkan analisis forensik foto menggunakan kamera
beresolusi tinggi, menunjukkan keanehan seperti perbedaan jenis kertas, tanda
tangan palsu, dan kesalahan dalam penulisan gelar akademik.
Lebih
lanjut, ada kejanggalan dalam penyebutan fakultas Jokowi oleh pihak kampus yang
sempat keliru menyebutkan "Fakultas Kedokteran" alih-alih
"Fakultas Kehutanan", yang dianggap sebagai "slip of the
tongue" atau mungkin refleksi bawah sadar yang membuka tabir
ketidakberesan.
Diskusi ini
menguatkan dugaan bahwa ada tekanan kekuasaan yang kuat terhadap UGM sehingga
mencoreng nama baik institusi pendidikan tersebut. Narasumber mendorong agar
pembentukan tim pencari fakta independen dilakukan, agar kebenaran bisa
diungkap tanpa intervensi politik, demi menjaga kehormatan UGM dan dunia
akademik Indonesia. Saksikan linknya di: https://www.youtube.com/watch?v=peWK-XxWNWs