BREAKING NEWS

Indikator Ekonomi Merah, Ilusi di Atas Kertas Atau Ternyata Lesu?


JAKARTA,cyberSBI – Perbincangan kanal Youtube kanalbaca.com dengan pewancara Jajang Yanwar Habib dengan narasumber  Prof. Anthony Budiawan pada Kamis (27/3/2029) membahas dengan melihat indikator makro perekonomian, perkembangan ekonomi terkini.

 

Fluktuasi rupiah dalam nilai tukar terhadap dolar semakin melemah. Levelnya sudah melewati posisi 16 ribu sekian, bahkan dimungkinkan menembus angka 17 ribu. Angka psikologis mana pun sudah lewat, lalu ada namanya bursa efek. Kita kemarin sempat di hold perdagangannya oleh otoritas bursa.

 

Kemudian itu menandai sebuah sentimen negatif. Yang kemudian beriringan, yang kalau dibaca itu beriringan terhadap kegiatan sebelumnya. Yaitu apa? Statemen pembentukan Danantara.

 

Kemudian juga ada beberapa statement mengenai kegiatan yang sifatnya pemerintah memberikan subsidi kepada pemerintah dalam bentuk makan bergizi gratis. Kemudian ada lagi soal pertanyaan pemerintah menginjot pajak gitu kan. Akhirnya pasar kita mengalami sentimen yang cukup keras.

 

Nah, kami mencatat di bursa itu ada capital outflow oleh investor asing sebanyak Rp886 miliar dalam 2 bulan setengah terakhir. Kemudian ada indikator yang lain mengenai cadangan devisa Rp156 miliar USD sekian turun 0,4% di bulan lalu. Namun pemerintah mengklaim bahwa kita masih aman.

 

Cukup untuk membiayai setara dengan 6,7 bulan impor. Lalu kemudian indikator yang lain menyebutkan bahwa sumber fiskal kita kayaknya ini lagi ngos-ngosan. Kalau lihat ya, 2023 ke 2024 kita udah turun. Ngedropnya sekitar rasio penerimaan pajak dari 10,31 ke 10,07.

 Terjadi penurunan.

 

JY: Bagaimana kemudian di tahun ini? Mengawali tahunnya saja kemudian terjadi penyelesaian yang cukup a lot.

 

Prof: Pertama adalah mengenai penerimaan pajak ya. Penerimaan pajak ini tax ratio tadi 10,3 pada tahun 2023. Kemudian tahun 2024 sudah sekitar 10 persen. Yang terendah itu adalah 2019 sebelum Covid itu sudah 9,8 persen.

Jadi kalau dari 2014 itu tax-nya rasio pajak dari 10,85 persen terus turun menjadi 9,8 persen dalam 5 tahun. 2015 ke 2019. Kita ada sedikit windfall profit, kenaikan harga komoditas yang sehingga menaikkan kita punya rasio pajak. Dan itu pun naik hanya menjadi 10,4 persen gitu.

 

Sedikit lah. Nah kemudian sekarang ini sudah mendekati level di 2019. Berarti 2025 ini kita perkirakan, saya perkirakan ini rasio pajak kita akan turun.

 

Dari di bawah 10 persen. Mungkin bisa 9,5 persen. Lebih rendah dari level 2019.

 

Dari 2019 yang 9,8 persen. Tentu saja ini mengkhawatirkan. Mengkhawatirkan dalam arti kita punya fiskal ini sudah tidak terlalu kuat lagi untuk membiayai kita punya kebutuhan. Artinya defisit bisa meningkat. Atau kalau defisit tidak meningkat, belanja negara harus turun. Nah ini menunjukkan, memicu atau memberikan destimulus, memicu dari aktivitas ekonomi akan turun.

 

Untuk menjaga itu, bagaimana pemerintahan Prabowo sekarang ini kan mau menaikkan pajak sampai nantinya, sampai sekitar pajaknya 18 persen, penerimaan negaranya sampai 23 persen. Penerimaan negara itu termasuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

 

Kalau pajak itu diperkirakan antara 15 persen sampai 18 persen. Ini tantangan besar. Kalau di awal 2025 dia turun menjadi 9,5 persen rasio pajaknya, maka dapat dipastikan bahwa rasio pajak yang diinginkan itu tidak mungkin bisa tercapai.

 

Kalau mau tercapai dari aktivitas ekonomi itu sangat sulit. Aktivitas ekonomi kenaikan pajaknya itu sangat sedikit sekali. Kecuali seperti kemarin, kita mendapat mean for profit, harga komoditas naik melambung tinggi.

 

JY: Ada satu datanya, PPH badan itu turun sekian persen. Penurunannya itu lumayan jadi Rp335,8 triliun. Penurunan ini karena profitabilitas korporasi terus menurun. Ini dari statement otoritas. Tentu saja bahwa kita lihat aktivitas ekonomi ini dari tahun 2024, pertengahan itu sudah turun terus. Aktivitas ekonomi kita lihat dari angka inflasi, deflasi.

 

Prof: Dari Mei 2024 turun terus. Terjadi deflasi sampai September 2024. Februari sekarang, jadi total Januari-Februari, itu juga terjadi deflasi.

 

Pasti aktivitas ekonomi turun, pasti PPH badan itu juga turun. Itu pertama. Kemudian dari aktivitas pajaknya, kalau kita lihat bahwa penerimaan negara itu turun dari badan, kita juga bisa lihat bahwa banyak sekali perusahaan-perusahaan yang terjadi PHK. Itu juga pastikan PPH badannya pasti turun. Kalau PHK itu berarti dia tidak ada profit atau bahkan gulung tikar. Ini masalahnya.

 

Jadi kita bisa maklumi bahwa dampaknya adalah, sudah bisa diperkirakan dampaknya adalah penurunan dari PPH secara keseluruhan. Kalau kita lihat sampai dengan Februari, ini lebih memprihatinkan pokok PPH ini penerimaan pajaknya itu turun sampai 30%. Ini yang sangat memprihatinkan.

 

Sampai dengan Februari turun 30%. Jadi kita perkirakan memang sampai dengan Desember itu penerimaan pajak itu tidak sesuai dengan tidak bisa mencapai target. Artinya targetnya terlalu optimistis? Saat itu bisa dibilang begitu, terlalu optimistis.

 

Atau kalau tidak terlalu optimistis, berarti aktivitas ekonomi tidak sesuai dengan harapan sewaktu menyusun APBN. Sebetulnya APBN mengatakan begini, tapi kenyataannya tidak begitu. Itu bisa juga antara mengantisipasinya.

 

Sebetulnya APBN ini bisa bilang, oke saya tahu bahwa aktivitas ekonomi akan turun, tetapi dengan kebijakan-kebijakan antisipatif, berarti kita bisa menaikkan lagi aktivitas ekonomi sehingga penerimaan pajak itu mereka yakin itu bisa terjadi. Ini kita lihat bulan-bulan ke depan apakah itu yang terjadi atau tidak.

 

Yang kedua? Kondisi moneter. Terus saham. Saham dan nilai tukar mata uang. Nah saham dan nilai mata uang. Sekarang kita bicara saham dulu. Saham juga dari puncaknya itu sekitar tahun lalu September.

 

Dan sudah turun kalau kita lihat, mungkin indeks saham sudah turun dari 6.600 menjadi sekarang ini sekitar 6.100. Berarti memang sudah turun cukup tinggi. Nah ini sejalan dengan aktivitas ekonomi. Jadi kalau kita lihat harga saham ini kan sebetulnya antisipasi dari aktivitas ekonomi ke depan.

 

Kalau kita optimis terhadap aktivitas ekonominya akan bagus, akan naik, maka harga saham akan mengikuti. Ketertarikan untuk investasi. Jadi investor akan bilang, oke ini perusahaan bagus, ini perusahaan ini.

 

Tapi kalau dia turun terus, prospeknya turun, maka pasti investor bilang, sudah saya akan investasi di tempat lain. Mungkin masuk ke surat hutang negara, berpindah kalau mereka ada uang. Kalau investor asing, dia mungkin akan melihat di negara mana yang ada investasi yang masih bagus.

 

Jadi bursa saham itu sudah mencerminkan. Sekarang yang dikatakan Mas Jajang itu kan bahwa ada tiba-tiba drop. Nah ini juga apakah ketika itu dikatakan, sebetulnya kita sudah antisipasi bahwa ke depan ini bursa, saya masih melihat bahwa aktivitas bursa ini masih turun.

 

Hari ini bursa juga ternyata naik juga. Naiknya cukup tinggi. Kalau nggak salah, hampir 1,4%-1,5%. Ini tanggal 25 Maret ya? Tanggal 25 Maret. Ya hari ini cukup tinggi gitu naik. Setelah kemarin drop sekitar juga 1,4 sekian persen juga.

 

1, sekian persen. Nah jadi ini up and down lah. Jadi begitu ada yang ini, tapi memang yang mengejutkan adalah kalau sampai memicu automatic trading halt.

 

Nah itu yang cukup mengejutkan. Tapi ya kemudian ada berbalik lagi. Tapi begini, tren jangka panjang ini kalau tidak ada kebijakan ekonomi yang mumpuni, yang bisa memberikan kepercayaan kepada investor bahwa aktivitas ekonomi kita akan naik, ya trennya akan turun.

 

Nah jadi gitu. Nah yang kedua adalah, yang kemudian adalah mengenai nilai tukar. Yang lebih memprihatinkan adalah nilai tukar.

 

Nilai tukar ini sekarang sudah tembus Rp16.600. Tadi hampir menekati Rp16.650. Transaksinya sempat menekati itu. Sekarang ditutup sekitar Rp16.590-an. Ya kurang lebih lah ya. Sekarang sudah hampir close.

 

Nah ini mau sampai berapa? Apakah akan menekati Rp17.000? Dan dulu kita sudah ekspektasi ini akan menekati Rp16.500, terus kemudian Rp17.000. Dan kita tidak melihat apa yang bisa dilakukan oleh Bank Indonesia. Tadi sempat ada beberapa, ya saya sebutnya intervensi kali ya untuk membawa itu menyarik ke bawah. Artinya supaya Rupiah menguat, tetapi kemudian ya cuma segitu saja.

 

Tidak bisa mempertahankan di bawah Rp16.500 atau bahkan di bawah Rp16.000, kembali ke Rp16.000. Itu masih tetap Rp16.000, sekitar Rp16.600. Ini dampaknya sangat besar. Apalagi kalau bisa sampai Rp17.000. Ini cukup serius. Cukup serius artinya gini, utang luar negeri kita ini sangat besar sekali.

 

Dan naik terus gitu. Kalau nggak salah per Februari itu sudah Rp427 miliar. Dari sebelum-sebelumnya naik setiap tahun 5-6%, 7%, 8% gitu. Itu naik terus. Pertanyaannya kenapa utang luar negeri itu naik terus? Nah ini kan yang memicu kurs Rupiah akan terdepresiasi terus. Kalau utang luar negerinya tertahan, tidak masuk atau bahkan keluar, ini Rupiah pasti terdepresiasi.

 

Jadi Rupiah ini sekarang ini hanya tergantung dari berapa besar utang luar negeri kita masuk. Utang luar negeri itu artinya dia bisa masuk ke saham, investasi, disebutnya investasi, tapi secara portfolio kita harus melihatnya itu utang. Karena dia akan bisa menjual kembali itu saham untuk dia tarik kembali.

 

Meskipun instrumennya adalah instrumen saham, tetapi bagi negara-negara itu outflow artinya itu adalah utang. Yang dia kalau menjual sahamnya dia akan kembalikan. Akan balik lagi itu uang.

 

Jadi saham maupun surat berharga negara. Nah ini yang sangat serius. Ini komponen yang ada di dalam cadangan devisa.

 

Tadi sudah monitor fiskal, nah ini dari keduanya. Kemudian ada di, kita melihat tetap cadangan devisa. Salah satu komponen di dalam cadangan devisa itu ternyata adalah transaksi kita terhadap utang, akses kita terhadap utang.

 

Itu berapa persen di dalam komposisi cadangan devisa? Kalau kita lihat utang luar negeri kita, pemerintah saja itu sudah lebih dari 200 miliar. Pemerintah dan Bank Indonesia lebih dari 200 miliar. Mungkin dengan BUMN itu bisa 60 persen.

 

Anggapnya pemerintah dengan Bank Indonesia sendiri itu bisa mencapai 240-250 miliar. Angka terakhirnya saya agak lupa. Tapi pasti lebih tinggi dari 200 miliar ke atas.  Kita punya cadangan devisa cuma 154,5 miliar per Februari. Jadi artinya apa? Artinya kita punya utang luar negeri sudah jauh lebih rendah dari cadangan devisa. Jadi kalau dia keluar sedikit saja itu, utang luar negeri, ditarik saja sedikit. Ini kelimpungan.

 

Jadi artinya apa? Artinya 154 miliar ini cadangan devisa ini lebih banyak milik dari pribadi-pribadi. Apa itu? Pemasaran yang ada dolar, seribu dolar, itu masuk ke cadangan devisa. Jadi itu termasuk yang di 154 miliar. Individu-individu ini, ini yang lebih banyak memiliki USD itu. Artinya itu memang kepemilikan masyarakat terhadap uang dalam bentuk dolar.

 

Ya itu. Dia kan eksportir. Dia memiliki itu. Dia yang memiliki. Jadi bukan pemerintah. Pemerintah sendiri sebetulnya sudah habis. Karena dia utang. Lalu apalagi Bank Indonesia utangnya dari 2019 itu hanya sekitar 3 miliar dolar. Kemudian 2024 ini naik menjadi hampir 30 miliar dolar.

 

Jadi hidup kita ini memang rupiah ini memang hanya dari itu. Utang masuk, lalu intervensi menguat sedikit, begitu lagi. Karena fundamental ekonomi kita itu sangat lemah sekali.

 Artinya transaksi berjalan kita defisit. Transaksi berjalan defisit itu mau tidak mau rupiah itu akan tertekan. Karena outflow ke luar negeri itu sangat besar sekali.

 

JY: Tekanan fiskal dilihat dari risiko fiskal, risiko ekonomi makro, risiko utang pemerintah pusat, sama kewajiban contingent pemerintah pusat, sama risiko pengeluaran pemerintah yang dimandatkan. Mandatory spending. Tidak banyak risetnya. Sewaktu zaman Pak Harto penerimaan rasio pajak kita itu cukup tinggi. Tapi setelah reformasi, penerimaan negara itu hancur. Tapi kemudian peaknya meningkat-meningkat lagi sampai tahun 2008.

 

Prof: 2008, rasio perpajakan kita terhadap PDB itu 13,3%. Kenapa sekarang dari 2008 turun terus? Ini masalah utamanya adalah undang-undang PPH tahun 2008. Pada saat itu kebetulan Menteri Keuangannya masih Sri Mulyani juga pada saat itu. Undang-undang itu yang namanya dulu ada Sunset Policy tahun 2008 menyebabkan dari 13,3% pada tahun 2008, terus rasio pajak turun sampai tahun 2014 tadi 10,85%. Dan terus 2019- 9,8%.

 

Jadi terus turun. Dan itu masalahnya adalah di undang-undang perpajakan pada tahun 2008 yang membuat itu. Artinya kalau kita mau menaikkan ini, itu undang-undang itu harus dikembalikan.

 

Sebenarnya sangat mudah sekali. Di dalam undang-undang perpajakan itu, insentif-insentif itu diberikan kepada banyak sekali kepada perusahaan yang membayar pajak sangat besar sekali.

 

Itu sehingga kenaikan pajak secara persentase jauh kalah dari pertumbuhan ekonomi. Sehingga rasionya kalah dari pertumbuhan PDB. Sehingga rasionya itu menjadi mengecil.

 

Jadi undang-undang perpajakan PPH tadi, sunset policy ini, jadi betul tahun 2008 dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan. Enggak hanya itu saja, itu banyaklah insentif-insentif itu. PPH badan diturunkan untuk daya saing.

 

Itu waktu menjadi 25 persen dari 30 persen menjadi 25 persen. Terus kemudian diturunkan lagi menjadi 22 persen. Sekarang baru 20 persen kalau nggak salah ya.

 

Dan kemudian juga PPH pribadi dikurangin dan sebagainya. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Nah kenyataannya, faktanya pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan. Sehingga penerimaan pajak dari pengurangan pajak tadi lalu kemudian diharapkan dari kenaikan ekonomi, kita mendapatkan kenaikan pajak, bisa substitusi dari kekurangan tadi tidak tercapai. Sehingga kita punya penerimaan pajak terhadap PDB terus turun. Tergerus…

 

Jadi artinya insentif pajak yang diharapkan tidak sesuai dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ya, oke. Nah tetapi kenyataannya kok PPH pasal 21, PPH pajak karyawan kok melesat 21 persen di tahun 2024? Angkanya 243,8 triliun.

 

Artinya kok yang dieksploitasi untuk mengisi sumber penghasilan pajak, kok dari PPH gaji? Ya, mungkin PPH 21 itu kan pasti selalu tiap tahun naik karena Kenaikan UMR? Kenaikan UMR dan semua karyawan juga naik mengikuti dari inflasi tadi. Setiap karyawan ada promosi, pasti naik. Dan juga jumlah tenaga kerja juga naik secara umum.

 

Jumlah tenaga kerja naik berarti pendapatan PPH 21 penghasilan itu berarti naik. Terus yang komponen kedua adalah kenaikan dari gaji, dari setiap orang. Kenaikan UMR dan kenaikan gaji-gaji yang lain.

 

Dengan promosi dan sebagainya, dan sebagainya. Tapi saya tidak tahu angkanya perlu dianalisa lagi apakah itu year on yearnya itu 30 persen itu sebetulnya adalah merepresentasikan tahun-tahun sebelumnya atau apa. Nah ini, apakah itu juga termasuk PPH, kalau berarti PPH 21 ya ini ya, berarti penghasilannya aja kan gitu.

 

Saya ini, tetapi kalau kenaikan ya pasti setiap tahun naik. Tapi seberapa besar kita tidak tahu. Kalau sampai terlalu besar lagi ya apakah, tadi tarif sebetulnya tidak naik, tarifnya.

 

Tapi gaji kita yang naik itu dibebankan. Menjadi itu. Oke jadi permasalahannya kalau kita rangkum dari sisi fiskal adalah tadi ya, kita negara tidak mampu menghimpun sumber penghasilan dari pajak ini karena aktivitas ekonominya ternyata tidak bertumbuh.

 

JY: Stimulasi dengan sunset policy sejak 2008. Apakah sebaiknya pemerintah sekarang mencabut kebijakan sunset policy dan mengembalikan pajak badannya ke angka semula, kemudian juga deregulasi lagi dari kebijakan 2008?

 

Prof: Tapi di dalam beberapa hal mungkin bisa dilakukan, harus selektif misalkan sektor-sektor tertentu, tapi saya tidak mau promosikan nanti pajak mana yang akan naik, nanti saya dari sektor-sektor itu dibilang, wah ini apa deh, memprovokasi pajak naik, artinya bisa dievaluasi menurut keadilan saja.

 

Keadilan artinya kalau memang ini profitnya terlalu besar harusnya adalah dipajaki lebih besar. Itu kan prinsip dari pajak progresif. Prinsip dari pajak progresif kita mengerti semua, bahwa kalau profitnya besar ya dipajaki, persentasinya pun lebih besar.

 

Jadi itu normal saja. Tetapi yang saya mau katakan adalah, bahwa kebijakan ekonomi sejak 2008, sebetulnya peningkatan ekonomi ada, karena kita ada pertumbuhan 5%, 5%, 5%. Peningkatan ekonomi ini tidak sesuai dengan apa yang ingin distimulasi.

 

Stimulusnya adalah kalau 2008, kita mau stimulus ekonomi agar dia naik, tetapi kenyataannya sampai dengan 2014, misalnya kita lihat dari periode SBY lah ya, 2009 ke 2014, kenaikan ekonomi ini tidak setinggi dari yang diharapkan dari kenaikan pajak. Kenaikan pajaknya ya. Kenaikan pajaknya tidak diharapkan, tidak seperti yang diharapkan dari insentif tadi.

 

Jadi pemberian insentif itu lebih besar dari diskrepansi atau incremental dari pendiriman pajak itu. Sehingga ini tidak mencukupi, sehingga tax ratio-nya turun. Kalau pertumbuhan ekonominya misalnya mungkin 8%, bukan 5% misalnya, jadi ini tertutupi.

 

Jadi targetnya adalah kita memberikan insentif mau meningkatkan ekonomi kasarnya 8%, tapi yang tercapai cuma 5%. Ya rasio pajaknya turun. Kalau saya jadinya kepikiran gini, ini pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dikasih bahan baku stimulus.

 

Tapi ternyata tidak cukup efektif, artinya bahwa pemerintah harus bekerja lebih keras, bagaimana bisa menciptakan pertumbuhan itu.

 

Nah sekarang, pemerintahan sekarang menginginkan pertumbuhan ini 8%. Kita lihat. Kalau dia pertumbuhan 8%, itu akan berdampak kepada tax ratio tadi. Tax ratio-nya memang akan naik. Itu memang sejalan. Tetapi kalau pertumbuhan 8% ini tidak naik, tidak tercapai, maka tax ratio itu turun.

 

Link sumber : https://www.youtube.com/watch?v=UsDFwAcozXg

Satpol PP Kuningan Segel Pembangunan BTS PT. CMI di Desa Cigarukgak, Kuningan


Kuningan, cyberSBI– Pembangunan Base Transceiver Station (BTS) milik PT. CMI yang berlokasi di Blok Pahing, Desa Cigarukgak, Kecamatan Ciawigebang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, resmi disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat.


Menurut keterangan seorang warga berinisial S, penyegelan dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat sekitar yang merasa keberatan dengan keberadaan BTS di lingkungan mereka.


"Warga menilai BTS ini memiliki potensi risiko yang tidak sebanding dengan manfaatnya. Oleh karena itu, mereka mengadukan keberatan tersebut kepada pihak berwenang di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten agar segera mengambil tindakan," ungkap S.


Penyegelan BTS di Desa Cigarukgak ini menambah daftar menara telekomunikasi yang telah disegel oleh Satpol PP Kabupaten Kuningan. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua pihak terkait agar perusahaan penyedia layanan telekomunikasi mematuhi regulasi yang berlaku.


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, setiap kegiatan telekomunikasi, termasuk pembangunan BTS, harus sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan. Penentuan lokasi BTS sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam menentukan lokasi pendirian menara telekomunikasi.


Selain itu, aspek lingkungan juga menjadi faktor penting dalam pendirian BTS. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 36, setiap usaha atau kegiatan yang memerlukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) wajib mengantongi izin lingkungan terlebih dahulu.


Dengan adanya penyegelan ini, diharapkan pihak terkait dapat lebih memperhatikan regulasi yang berlaku guna memastikan setiap pembangunan infrastruktur telekomunikasi berjalan sesuai prosedur dan tidak merugikan masyarakat sekitar.

LPK-RI Laporkan Pemilik Toko Sinar Elektrik Glodok Atas Dugaan Penyitaan Paksa



Jakarta, cyberSBI – Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) telah melaporkan Willy, pemilik Toko Sinar Elektrik Glodok, Jakarta Barat, atas dugaan penyitaan paksa terhadap barang dagangan di Toko Istana Lampu Murata. Insiden ini terjadi pada 19 Maret 2025, ketika Willy bersama Bu Aling dan lima orang lainnya diduga mengambil barang tanpa izin dari toko milik Charles sebagai upaya penagihan pembayaran yang tertunda. Rekaman CCTV menunjukkan kejadian tersebut, yang diperkirakan menyebabkan kerugian hingga Rp1,2 miliar bagi Charles.


Ketua Umum LPK-RI, Fais Adam, bersama Ketua II DPP LPK-RI, Agung Sulistio, telah melaporkan kasus ini ke Polres Metro Jakarta Barat. Willy dikenakan Pasal 362 KUHP (pencurian) dan Pasal 372 KUHP (penggelapan), sementara Bu Aling beserta lima orang lainnya diduga melanggar Pasal 55 KUHP terkait keterlibatan dalam tindak pidana.


"Kami mengecam tindakan main hakim sendiri ini," ujar Fais Adam. "Sengketa semacam ini harus diselesaikan melalui jalur hukum, bukan dengan cara yang merugikan pihak lain."


Agung Sulistio menambahkan bahwa laporan ini merupakan bagian dari upaya melindungi konsumen dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Ia juga menegaskan pentingnya kepolisian untuk menangani kasus ini dengan serius dan transparan.


Informasi mengenai kasus ini diperoleh dari media online Kabarsbi, yang merupakan anggota Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT). Ketua Umum GMOCT, Agung Sulistio, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen mendukung penegakan hukum serta perlindungan konsumen. "Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak untuk selalu menghormati hukum dan hak-hak konsumen," ujarnya.


LPK-RI saat ini tengah berkoordinasi dengan pihak kepolisian guna memastikan kasus ini ditangani secara profesional dan transparan. Masyarakat pun diimbau untuk melaporkan setiap pelanggaran yang merugikan hak konsumen.

#NoViralNoJustice

Waspada! Rupiah Bisa Anjlok Hingga Rp17.000 per dolar AS, Lebih Buruk Dari Krisis 1998

 


JAKARTA , cyberSBI– Channel Youtube Forum News Network yang dipandu Hersubeno Arif menampilkan narasumber pengamat ekonomi Anthony Budiawan yang juga Managing Director PEPS kali ini membahas melemahnya harga saham di bursa.

 

Dalam dua pekan terakhir, banyak yang mulai memperhatikan pergerakan saham, meski biasanya tidak tertarik. Begitu rupiah melemah, banyak orang langsung bereaksi.Menariknya, setelah sempat melemah pada 18 Maret 2020, pagi ini (26 Maret 2020) terlihat tanda-tanda penguatan rupiah dan IHSG. Apakah ini hanya fluktuasi sementara seperti roller coaster atau ada hal yang lebih serius?

 

Antoni menyatakan bahwa fluktuasi pasar saat ini sangat tinggi. IHSG sempat mencapai puncaknya di angka 7.905 pada September 2024 dan kini turun hingga 6.300, artinya ada penurunan sekitar 27%. Meski ada penguatan harian, tren penurunan masih terlihat, menunjukkan ekonomi dalam tekanan serius.

 

“Saat ini belum ada kebijakan struktural dari pemerintahan Prabowo yang dapat memperbaiki fundamental ekonomi secara signifikan. Defisit anggaran yang terjadi sejak awal tahun menjadi tanda lemahnya ekonomi, terutama karena penurunan penerimaan pajak yang mencapai 30% dalam dua bulan terakhir. Daya beli masyarakat turun drastis, terlihat dari deflasi harga makanan menjelang Ramadan,” ujarnya,  Rabu (26/3/3035).

 

Ia menjelaskan dari sisi moneter, tren pelemahan rupiah tampak jelas sejak Perry Warjiyo memimpin Bank Indonesia. Kurs rupiah yang sebelumnya di angka Rp14.000 kini melemah hingga Rp16.600, bahkan menurut Antoni, bisa mencapai Rp17.000 jika tidak ada kebijakan signifikan. Hal ini terjadi karena defisit transaksi berjalan, ketergantungan pada modal asing, dan utang luar negeri yang semakin besar.

 

Antoni menjelaskan bahwa cadangan devisa Indonesia saat ini mencapai USD 154,5 miliar, namun sebagian besar terbentuk dari utang luar negeri, bukan dari surplus perdagangan. Jika aliran modal keluar lebih besar dari arus masuk, maka rupiah dapat terus melemah. Hal ini semakin rumit dengan kenaikan utang luar negeri pemerintah dan pembayaran bunga yang membengkak akibat pelemahan rupiah.

 

“Ketergantungan ekonomi Indonesia pada investasi asing, termasuk dalam proyek infrastruktur yang hasilnya justru dinikmati investor asing. Selain itu, proyek Danantara yang diharapkan dapat menarik investasi asing justru berpotensi tidak efektif dan dapat membebani APBN lebih dalam. Menurutnya, pembangunan ekonomi seharusnya lebih banyak melibatkan pengusaha lokal dan memperkuat kelas menengah untuk menciptakan ekonomi yang lebih stabil,” ungjkapnya.

 

“Jika rupiah benar-benar menembus Rp17.000 per dolar AS, dampaknya akan terasa pada inflasi impor (imported inflation) yang dapat menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan biaya produksi, dan menambah beban utang luar negeri. Kondisi ini bisa memperparah situasi ekonomi, meningkatkan risiko kebangkrutan korporasi, PHK massal, dan memicu krisis ekonomi seperti tahun 1998,” lanjutnya.

 

Secara keseluruhan, Antoni menegaskan bahwa jika pemerintah tidak melakukan perubahan kebijakan secara serius, pelemahan rupiah hingga Rp17.000 per dolar AS hanya masalah waktu. Pemerintah perlu memperbaiki fundamental ekonomi, meningkatkan ekspor, dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri serta investasi asing yang berisiko. Ingin tahu lengkap dialog tersebut, simak di link berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=8UHddALLTvE

 

Negara Diperjuangkan Bersama- Sama, Jangan Kekuasaan Diembat Sendiri

  

Opini oleh  Salamuddin Daeng  Ekonom

Negara Indonesia Merdeka itu adalah hasil perjuangan bersama sama semua bangsa Indonesia. Mereka semua yakni rakyat jelata, tokoh agama, tokoh masyarakat para pemuda, Tentara, Polisi, politisi, raja raja dan keturunannya, semua berjuang hingga Indonesia merdeka seperti sekarang ini. Oleh karenanya penyelenggaraan negara Indonesia merdeka harus dengan semangat kebersamaan, bukan kepentingan masing masing.


Kebersamaan semakin kokoh ketika Indonesia lepas dari penjajahan asing. Penjajahan telah mengajarkan bagaimana kebersamaan dalam kebangsaan Indonesia dapat mengusir penjajah beserta jiwa dan raganya penjajah tersebut. Penderitaan lahir dan batin yang dirasakan sama oleh seluruh bangsa Indonesia telah membuat semua bangsa bersatu padu mengusung cita cita kemerdekaan dan akan menolak penjajahan di atas dunia sampai kapanpun dan dimanapun. Karena kemerdekaan telah terpatri didalam batin. Kebersamaan dipegang teguh!


Itulah mengapa dulu kekuasaan tertinggi itu ada di tangan Rakyat dan penguasanya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kebersamaan dalam menjalankan kekuasaan dimanifestasikan dalam kekuasaan tertinggi di MPR. Siapa saja Penguasanya di MPR tersebut? Ada perwakilan golongan, ada perwakilan tokoh agama, ada perwakilan tentara, ada perwakilan polisi, ada perwakilan petani, ada perwakilan buruh, ada perwakilan pemuda, ada perwakilan partai yang dipilih oleh anggotanya dan sebagainya. Intinya semua diwakilkan walau tidak semua dipilih secara langsung.

Kekuasaan negara yang dijalankan secara kebersamaan memang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia lahir, tumbuh, berkembang dari kebersamaan. Itulah mengapa sekarang kebersamaan ada dalam semua sendi kehidupan masyarakat. Kebersamaan didalam keluarga, didalam kampung dan desa desa, kebersamaan di dalam aktifitas sosial lainnya. Rasa dan semangat bersamaan tidak mungkin bisa ditarik atau dicabut dari dalam tanah air dan udara Indonesia.


Pancasila sebagai filosofi dan ideologi yang lahir dari perjalanan bangsa Indonesia adalah puncak kesepahaman akan kebersamaan bangsa Indonesia dalam menjalankan bangsa dan negara. Pancasila membuat bangsa Indonesia dapat terus berkeluarga, bersama sama, bergotong royong dalam menjalankan negara dan pemerintahannya. Dengan Pancasila bangsa Indonesia dapat senantiasa menolak adu domba, menolak pertentangan. konflik, perang yang selalu dikobarkan oleh penjajahan.


Penguasa itu silih berganti, kekuasaan itu adalah amanah. Semua dapat dijalankan secara bersama sama, secara kekeluargaan, secara gotong royong. Janganlah suatu kelompok meniadakan kelompok yang lain.


Jangan lah suatu golongan memandang rendah golongan lain. Sebagaimana orang kaya tidak memandang rendah orang miskin. Sebagaimana majikan tidak memandang rendah buruh atau karyawannya. Negara gotong royong itu dijalankan dengan berbagi. Memelihara orang miskin dan anak anak yatim. Memelihara keluarga dan membantu teman. Negara Indonesia itu fondasinya adalah kasih sayang. Inshaa Allah.

Pasar Modal, Krisis Politik Ekonomi, dan Kebijakan: Analisis Prof. Didik J. Rachbini

Prof. Didik J. Rachbini, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Rektor Universitas Paramadina


Jakarta (cyberSBI)  – Pasar modal Indonesia mengalami tekanan signifikan dalam beberapa hari terakhir, yang ditandai dengan penurunan tajam harga saham. Menanggapi kondisi ini, Prof. Didik J. Rachbini, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Rektor Universitas Paramadina, menekankan bahwa faktor utama yang memicu gejolak tersebut adalah dinamika ekonomi politik.

 

"Pasar modal adalah alarm atau wake up call terhadap politik dan kebijakan pemerintah. Yang pertama dan terang benderang faktor saham yang terjungkal tidak lain adalah faktor politik.  Yang harus dan wajib diingat oleh pemerintah, pemimpin dan pengambil keputusan lebih dari dua pertiga dari masalah ekonomi adalah politik, sebaliknya masalah terbesar dari politik adalah ekonomi.," ujar Prof. Didik dalam Rilis yang diterima oleh Redaksi, Rabu (19/3).

 

 

Menurutnya, umumnya kehadiran pemerintah baru disambut positif oleh pasar karena pemilihan umum dianggap sebagai penyegaran kepemimpinan. Namun, jika proses demokrasi diwarnai tekanan, politik uang, dan penyimpangan politik yang memanipulasi rakyat sehingga tidak benar-benar nyata dukungan riilnya. Tapi politik seperti ini adalah yang maksimal dihasilkan oleh suatu sistem pemerintahan dan rakyatnya, yang kemudian diuji dalam perjalanan kepemimpinan dan pemerintahan baru. 

 

Prof. Didik menyoroti ISHG yang terjungkal ini tidak lain karena faktor politik dimana pasar tidak sreg dan menolak politik ekonomi dan kebijakan yang dilakukan selama ini. Penolakan itu terlihat dari modal yang hengkang dari Indonesia atau memilih instrumen lain yang lebih aman dari pengaruh politik.

 

"Jangan anggap remeh politik TNI yang diolah dan dimasak oleh segelintir orang di dalam kekuasaan tidak ada hubungan dengan masalah ekonomi. Demokrasi yang dibangun kembali pada masa reformasi setelah jatuh selama 30 tahun dianggap bisa tergelincir dan menjadi trigger kejatuhan demokrasi ke dalam etatisme, militerisme, dwi fungsi dan hal-hal lain yang merusak masa depan demokrasi. Ekosistem demokrasi sudah rusak semasa Jokowi dengan harapan bernas lagi dengan kepemimpinan baru tidak bisa dilihat kembali masa depannya.  Faktor ketidakstabilan ini menjadi trigger pasar menolak dan modal pergi ke tempat lain." Katanya.

 

IHSG tercatat turun lebih dari 11% dalam tiga bulan terakhir, dari 7.163 menjadi 6.146 saat ini. Salah satu penyebab utama yang disoroti adalah kebijakan ekonomi yang dinilai tidak terencana dengan baik, seperti pembentukan Danantara yang disahkan DPR dalam waktu singkat.

 

Menurutnya ide pembentukan Danantara bagus, bisa menjadi Temasek versi Indonesia. Tetapi jika kebijakan dieksekusi secara terburu-buru dan tanpa transparansi, dampaknya justru negatif. Terbukti, setelah Danantara diresmikan pada 24 Februari 2025, investor asing langsung menarik Rp 24 triliun, termasuk Rp 3,47 triliun dalam sehari.

 

"Apakah proses kebijakan kolektif pemerintah, DPR, kabinet seperti ini tidak diperhatikan? Kesalahan ini harus diperbaiki dengan datang ke pasar, bersahabat dengan pasar dan tidak lagi  merasa kebijakan yang diluncurkan mendadak lalu akan diterima pasar." ungkap Prof. Didik.

 

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kebijakan fiskal pemerintah juga mempengaruhi kepercayaan pasar. Defisit anggaran yang melebar, penerimaan pajak yang seret, serta pengelolaan APBN yang tidak transparan semakin memperburuk kondisi. Menurutnya, jika pemerintah terus mengabaikan sinyal dari pasar, maka kepercayaan investor akan semakin merosot.

 

Prof. Didik menegaskan bahwa pemerintah perlu segera memperbaiki kebijakan ekonomi dan membangun hubungan yang lebih baik dengan pasar.

 

"Pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka ramah terhadap pasar, tidak membuat kebijakan secara mendadak, dan lebih transparan dalam mengambil keputusan. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin pasar akan memberikan 'vote of no confidence' terhadap pemerintah," ujarnya.

 

Kondisi fiskal Indonesia memburuk akibat kebijakan agresif yang kurang berbasis fakta, defisit anggaran melebar, dan penerimaan pajak seret. Kebijakan APBN diwarnai pola komando, bukan proses transparan, sehingga pasar kehilangan kepercayaan.

 

"Ketidakpercayaan terhadap APBN adalah juga penyebab dari ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan pemerintah.  Masalah utang yang dikritik publik selalu mendapat reaksi yang "denials" dan meremehkan masukan-masukan teknokratis dari ekonomi, ahli dan pengamat.  Defisit penerimaan APBN yang diumumkan terlambat juga memperjelas bahwa pengelolaan APBN tidak prudent," imbuhnya.

 

 

Sumber masalahnya menurut Prof. Didik sangat jelas dan terang benderang, tinggal pemerintah apakah akan membuka diri untuk perbaikan.  "Jika tidak   dampaknya jelas,  kepercayaan pasar akan terus merosot,  investor terganggu untuk investasi di Indonesia. Investor, baik asing maupun domestik, akan bersifat menunggu dan tidak akan investasi dulu, yang berarti investasi akan sementara atau berlanjut stagnan. Modal yang ada bisa keluar dan menggerus likuiditas, yang pada gilirannya akan menekan rupiah menekan nilai tukar rupiah," jelasnya.

 

 

"Sektor riil, terutama sektor industri untuk program hilirisasi sudah pasti akan mengkerut untuk mendapatkan dana. Akan terjadi keterbatasan akses pendanaan. Emiten yang berencana menggalang dana melalui pasar modal (IPO, rights issue) kemungkinan menunda aksi korporasi karena valuasi yang melemah. Sektor riil tidak akan mendapat kucuran dana yang cukup. Apakah bisa mencapai pertumbuhan 8 persen seperti janji kampanye?  Lupakan dulu mimpi ini, pemerintah perlu bergandengan dan berbaik kebijakan dengan pasar," pungkasnya.

 

Pengesahan RUU TNI Menjadi Undang- undang TNI Dinilai Terburu- Buru



JAKARTA - Dalam youtube channel Bongkasabis dengan host Lukas Suwarso (jurnalis senior) yang menghadirkan budayawan Eros Djarot dan pakar ekonomi politik Anthony Budiawan yang mengangkat tema pengesahan RUU TNI menjadi UU TNI dianggap terburu- buru yang tayang pada Sabtu (22/3/2025).

 

Diskusi tersebut membahas isu-isu krusial terkait politik, ekonomi, dan militer di Indonesia, yang tayang per tanggal  Ada beberapa poin penting yang bisa disoroti dipaparkan dalam dialog podcast tersebut.

 

1.      Pengesahan RUU TNI. Pengesahan ini menuai kritik karena dianggap terlalu cepat dan tidak transparan. Proses pembahasan yang dilakukan secara tertutup di hotel mewah memicu kecurigaan publik dan kritik dari masyarakat sipil.

 

2.      Sikap PDIP yang Berubah. PDIP yang sebelumnya menolak RUU ini kini justru mendukungnya, memunculkan tanda tanya terkait konsistensi sikap dan motif politik di balik perubahan tersebut.

 

3.      Posisi Sipil untuk Personel TNI Aktif. Ribuan personel TNI aktif menduduki jabatan sipil, yang sebenarnya melanggar UU TNI tahun 2004. RUU TNI ini dianggap sebagai upaya untuk melegalkan praktik ini.

 

4.      Hubungan Panglima TNI dan Presiden. Ada spekulasi tentang ketegangan antara Panglima TNI dan Presiden dalam menanggapi aturan baru ini, menunjukkan potensi perbedaan pandangan di level tertinggi pemerintahan.

 

5.      Anjloknya Bursa Efek Indonesia. Anjloknya bursa saham dipandang tidak hanya sebagai panic selling biasa, tetapi ada dugaan keterlibatan pihak tertentu dengan motif politik atau ekonomi.

 

6.      Dampak Kebijakan Pajak. Penurunan penerimaan pajak dan kebijakan perpajakan yang semakin ketat dianggap sebagai tanda tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah.

 

7.      Low Trust Society. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menjadi perhatian karena dapat memperburuk stabilitas nasional.

 

Diskusi ini menunjukkan betapa eratnya keterkaitan antara politik, ekonomi, dan militer di Indonesia, yang sering kali menimbulkan spekulasi dan kontroversi di kalangan masyarakat. Lebih lengkap mari kita simak di link ini: https://www.youtube.com/watch?v=991dL_TO_bI

Menyerahkan Pengelolaan Fiskal Kepada Sri Mulyani Lagi: Mengulang Kegagalan 10 Tahun

 


Opini oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Rancangan APBN 2025 disusun dan diserahkan kepada DPR sekitar Mei 2024, ditetapkan menjadi RUU APBN pada Agustus 2024, dan disahkan menjadi UU APBN pada Oktober 2024.

Artinya, APBN tahun anggaran 2025 disusun oleh pemerintahan Jokowi dan Sri Mulyani.

Di dalam rancangan APBN 2025 dijelaskan mengenai *Arah dan Strategi Kebijakan Fiskal Tahun 2025*, antara lain untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. Serta mempunyai nilai strategis, karena merupakan kebijakan di masa transisi. 

Pernyataan ini terlalu mengada-ada. Nilai strategis seperti apa: menjadi landasan “Indonesia Emas”? Pernyataan seperti ini hanya membodohi publik saja.

Selama sepuluh tahun, pemerintahan Jokowi, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang bertanggung jawab terhadap kebijakan fiskal terbukti tidak mampu menciptakan akselerasi pertumbuhan ekonomi, dan tidak berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Terus, kenapa sekarang, di masa tahun transisi ini, kebijakan fiskal yang disusun Sri Mulyani, tiba-tiba bisa menjadi super, seolah-olah bisa menjadi penentu masa depan Indonesia: sebagai landasan Indonesia Emas 2045?

Faktanya, selama 10 tahun periode 2014-2024, tingkat kemiskinan nasional menurut BPS hanya turun 2,39 persen, dari 10,96 persen (2014) menjadi 8,57 persen (2024). 

Kemudian, utang pemerintah naik Rp6.071 triliun, dari Rp2.609 triliun (2014) menjadi Rp8.680 triliun (2024), atau naik lebih dari 230 persen. 

Angka stunting masih sangat tinggi, mencapai 21,5 persen pada 2023, hanya turun 0,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, 2022.

Berdasarkan data-data di atas, pemerintahan Joko Widodo dan Sri Mulyani terbukti gagal total dalam mengelola fiskal indonesia.

Mengikuti arahan dan strategi kebijakan fiskal dari pihak yang sudah jelas-jelas gagal dalam mengelola fiskal, maka hampir dapat dipastikan akan mengulang kegagalan tersebut.

Artinya, menyerahkan pengelolaan fiskal 2024-2029 kepada Sri Mulyani lagi yang terbukti gagal selama 10 tahun terakhir, maka hampir dapat dipastikan akan gagal juga.

Kemungkinan gagal fiskal sudah nampak. Penerimaan pajak anjlok lebih dari 30 persen dalam dua bulan pertama ini. Kemungkinan besar akan terjadi shortfall cukup besar pada tahun ini, bisa mencapai setidak-tidaknya 0,5 persen dari PDB. Tax ratio akan turun menjadi sekitar 9,1 – 9,5 persen dari PDB.

Asumsi kurs rupiah juga akan meleset. Kurs rupiah ditetapkan terlalu tinggi. Kurs rupiah di APBN 2024 ditetapkan Rp15.000 per dolar AS. Faktanya jauh lebih rendah dari itu, mencapai Rp16.000 AS. 

Tahun 2025 asumsi kurs rupiah nampaknya juga akan meleset jauh. Kurs rupiah di dalam APBN 2025 diperkirakan bergerak di rentang Rp15.300-Rp16.000 per dolar AS, atau rata-rata sekitar Rp15.650. 

Faktanya, kurs rupiah saat ini sudah tembus Rp16.500 per dolar AS, dan cenderung masih melemah, meskipun Bank Indonesia sudah melakukan intervensi pasar terus-menerus, serta menerbitkan surat utang Bank Indonesia (SRBI, SVBI, SUVBI) secara agresif.

Utang Luar Negeri Bank Indonesia naik dari 3 miliar dolar AS pada 2019 menjadi sekitar 30 miliar dolar AS pada 2024.

Risiko APBN lainnya yang sangat serius adalah beban bunga utang yang semakin besar. Rasio beban bunga terhadap penerimaan perpajakan naik dari hanya 11,6 persen pada 2014 menjadi 23,6 persen pada 2024.

Rasio beban bunga utang tahun 2025 diperkirakan akan naik lagi, bisa mencapai lebih dari 25 persen terhadap penerimaan pajak.

Beban bunga utang yang tinggi membatasi kemampuan belanja pemerintah, dan berdampak negatif terhadap ekonomi.
Oleh karena itu, menyerahkan pengelolaan fiskal kepada Sri Mulyani yang terbukti gagal selama 10 tahun ini akan membahayakan masa depan ekonomi dan fiskal Indonesia.

Pertanyaannya, kenapa Sri Mulyani dipertahankan meskipun bukti kegagalannya sudah terpampang secara jelas?

Ada pihak yang berpendapat, sulit mencari pengganti Sri Mulyani. Pendapat seperti ini sangat menghina bangsa Indonesia.

Di lingkaran Prabowo atau Gerindra saja, ada sosok Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan, yang mempunyai pengetahun luas, dan pastinya jauh lebih baik dari Sri Mulyani.

Semoga Presiden Prabowo secepatnya menyelamatkan ekonomi dan fiskal Indonesia, dengan mengganti nakhoda di Kementerian Keuangan. Jangan sampai kerusakan fiskal semakin dalam dan semakin parah. 

—- 000 —-

Penerimaan Pajak Turun, Wajib Pajak Jadi Kambing Hitam

Opini Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Penerimaan pajak per Februari 2025 turun dibandingkan period sama tahun lalu. Bukan hanya turun, tetapi anjlok lebih dari 30 persen, dari Rp269 triliun menjadi Rp187,8 triliun.

Anehnya, kementerian keuangan merasa hebat terus. Tidak pernah salah. Setiap kali penerimaan pajak turun, yang salah pasti wajib pajak, khususnya pengusaha. Mereka jadi sasaran kegagalan, menjadi kambing hitam, diberi label “wajib pajak nakal”.

Padahal, penurunan penerimaan pajak awal tahun ini sudah diperkirakan. Ada dua alasan untuk itu. Pertama, realitanya, aktivitas ekonomi tahun ini terus melanjutkan tren menurun. Daya beli masyarakat masih lemah. Permintaan merosot. Hal ini tercermin dari angka deflasi Februari 2025. Dampaknya, tentu saja penerimaan pajak turun.

Kedua, coretax. Sistem pajak digital yang konon sudah menghabiskan biaya Rp1,3 triliun ternyata bermasalah besar. Macet. Banyak wajib pajak tidak bisa lapor pajak, tidak bisa bayar pajak. Penerimaan pajak turun.

Bukannya minta maaf kepada masyarakat luas atas kegagalan ini, Kemenkeu malah mencari kambing hitam, menyalahkan rakyat yang sudah susah payah bayar pajak, dengan memberi label wajib pajak nakal.

Sebagai pembenaran, Kemenkeu dapat “obrak-abrik” wajib pajak, memeriksa “2.000 wajib pajak nakal” versi Kemenkeu. Kemungkinan besar banyak wajib pajak yang akan kena “intimidasi”, penetapan kurang bayar pajak secara sepihak, alias “sewenang-wenang”, alias seenaknya saja.

Tidak heran investasi semakin sulit. Investor semakin takut dicap “nakal”. Investasi lari ke luar negeri. Prospek ekonomi Indonesia akan semakin redup.


Sikap Patriotik Hendro Priyono Seharusnya Membela Rakyat, Bukan Bela Oligarki

JAKARTA – Defisit anggaran terjadi ketika pengeluaran negara melebihi pendapatan dalam satu periode fiskal. Untuk menutupi kekurangan ini, pemerintah biasanya berutang atau mencetak uang—yang berisiko memicu inflasi. Dalam sebuah kanal YouTube @bongkarabis pada Senin (17/3/2025) Managing Director Political & Economies Public Studies (PEPS), DR. Anthony Budiawan menggambarkan kondisi defisit anggaran Indonesia.

"APBN 2024, Pemerintah memperkirakan defisit sekitar 2,29% dari PDB atau setara dengan Rp464 triliun," ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan Permasalahan yang ada. "Pendapatan negara menurun, terutama dari pajak dan sumber daya alam, meskipun sebelumnya mendapat keuntungan dari harga komoditas global.

"Pengeluaran tetap tinggi, mencakup subsidi, proyek infrastruktur, dan pembayaran utang. Kenaikan PPN menjadi 11% (dan direncanakan naik ke 12%) justru memperlemah daya beli masyarakat," jelasnya

Ia juga mempertanyakan jargon efisiensi, apakah sekadar alasan?

"Pemerintah mengklaim sedang menghemat anggaran, tetapi muncul kritik karena proyek besar seperti IKN tetap berjalan, sementara anggaran subsidi bagi rakyat justru dipangkas," ujarnya.

"BUMN dan proyek-proyek strategis tetap dibiayai, sementara masyarakat diminta berhemat. Utang terus bertambah, menyebabkan beban bunga semakin besar," jelasnya.

"Jika utang bertambah, rakyat kemungkinan akan menanggung beban pajak lebih besar di masa depan," ujarnya.

"Pemangkasan anggaran bisa berujung pada penghentian proyek dan PHK," lanjutnya.

"Jika pemerintah menutup defisit dengan mencetak uang, inflasi bisa semakin tinggi," ungkapnya.

Ia mengatakan defisit anggaran bukan sekadar angka, tetapi mencerminkan kebijakan ekonomi yang mungkin kurang berpihak pada rakyat.

 Apakah solusi terbaik adalah menambah utang, menaikkan pajak, atau memangkas belanja? Sumber link: https://youtu.be/W8gEvW6Mv70?si=pG9N5H5PrRF8NQjB)

Buka Puasa Bersama di LBH Bambang Listi Law Firm: Lebih dari Sekadar Tradisi, Sebuah Refleksi dan Rasa Syukur


Kuningan, cyberSBI – Bulan Ramadhan tidak hanya menjadi waktu yang penuh makna spiritual bagi umat Islam, tetapi juga momen yang mempererat persaudaraan melalui berbagai tradisi, salah satunya adalah buka puasa bersama.


Lebih dari sekadar menikmati hidangan, acara buka puasa bersama mencerminkan nilai kebersamaan yang erat, memperkuat tali silaturahmi, dan menjadi ajang berbagi cerita serta mempererat hubungan dengan keluarga, teman, maupun kolega.


Di LBH Bambang Listi Law Firm, tradisi ini tidak hanya menjadi sarana berkumpul, tetapi juga simbol toleransi dan kepedulian. Bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang memperkaya pemahaman tentang perbedaan dan menumbuhkan rasa saling menghargai. Kebersamaan yang terjalin dalam acara ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.


Acara buka puasa bersama ini turut dihadiri oleh berbagai tokoh, di antaranya PJ Sekda Kuningan Beni Prihayanto, S.Sos, M.Si, Kepala Dinas Pendidikan Kuningan H. UU Kusmana, Kapolsek Kuningan Bambang, Pengurus PGRI Kuningan Ida Sukrida, Ketua Pemuda Pancasila Kuningan Harnida Darius, Dewan Penasehat Pendidikan Prof. Surya, serta Pimpinan Patrolinews86 Dhian Setiawan. Kehadiran para tamu undangan menambah semarak suasana dan mempererat keakraban.



Sebagai tuan rumah sekaligus penyelenggara acara, H. Bambang Hutapea menyampaikan bahwa kegiatan ini diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. Selain itu, momen ini juga menjadi sarana mempererat silaturahmi dengan sahabat dan saudara, dengan harapan semua yang hadir senantiasa dalam lindungan-Nya.


Bulan suci Ramadhan merupakan bulan ke-9 dalam kalender Hijriah, di mana umat Islam menjalankan ibadah puasa serta memperingati turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. Ramadhan juga dikenal sebagai bulan penuh keberkahan, ampunan, dan rahmat dari Allah SWT.


Menurut H. Bambang Hutapea, ada beberapa makna penting dalam bulan Ramadhan, di antaranya:


Keistimewaan Bulan Ramadhan: Momen di mana umat Islam meningkatkan ibadah, membaca Al-Qur’an, berdoa, serta berbuat amal kebajikan dengan lebih intens. Bulan ini juga menjadi kesempatan untuk mendapatkan pengampunan dari Allah SWT.


Kebersamaan dan Berbagi: Umat Islam diajak untuk saling berbagi dengan sesama dan merasakan kebahagiaan bersama.



Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa buka puasa bersama memiliki beberapa manfaat, di antaranya:


Mempererat tali silaturahmi


Menjadi sarana interaksi positif


Memperpanjang usia melalui kebahagiaan yang terjalin dalam kebersamaan


Menjadi ajang reuni dengan teman lama


Memulihkan komunikasi yang sempat merenggang



H. Bambang Hutapea juga mengajak semua pihak untuk terus menjaga sikap saling menghargai dan menghormati dalam semangat kebersamaan yang damai dan harmonis. Semoga Ramadhan ini membawa keberkahan bagi seluruh umat Islam di mana pun berada.


Tim liputan 


Kabiro SBI Kuningan Siap Kawal Proses Hukum Kasus Dugaan Penyerobotan Tanah Desa Linggarjati



Kuningan, kabarSBI – Menanggapi pemberitaan terkait laporan masyarakat Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, mengenai dugaan hilangnya aset tanah desa, Kepala Biro kabar SBI Kuningan, Dadan Sudrajat, menyatakan kesiapan untuk mengawal kasus tersebut hingga tuntas.

Dadan mengapresiasi langkah proaktif warga dalam menjaga aset desa. Menurutnya, tuntutan masyarakat harus mendapat perhatian serius dari pihak terkait, mengingat tanah desa adalah amanat yang harus dijaga demi kepentingan bersama.

"Tanah negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tanah yang tidak dimiliki dengan hak tertentu, bukan tanah ulayat, wakaf, atau aset pemerintah, termasuk dalam kategori ini," ujarnya, Rabu (12/3/2025).

Penyerobotan tanah merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan dan tindakan melawan hukum. Pemerintah telah menetapkan regulasi untuk melindungi korban dalam kasus semacam ini. Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 melarang pemakaian tanah tanpa izin dari pihak yang berwenang.

Menguasai tanah secara ilegal—baik dengan menempati, memagari, atau mengusir pemilik sah—dapat dikategorikan sebagai perampasan hak. Hak kepemilikan tanah yang sah harus dibuktikan dengan sertifikat resmi yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Dalam hukum, tindakan penyerobotan lahan termasuk dalam konsep bezit, yakni penguasaan suatu barang seolah-olah milik sendiri. Jika pemilik sah mengalami kerugian akibat penyerobotan, mereka berhak mengajukan gugatan hukum.

Penyerobotan tanah juga dapat mencakup pencurian atau perampasan, termasuk klaim sepihak dengan pematokan atau pemagaran lahan secara paksa. Pasal 2 UU 51/Prp/1960 melarang penggunaan tanah tanpa izin pemilik yang berhak.

Lebih lanjut, Pasal 385 ayat (1) dan (6) KUHP mengancam pelaku penyerobotan tanah dengan hukuman penjara maksimal 4 tahun. Pasal ini mengatur sanksi bagi mereka yang menjual, menukar, atau membebani hak atas tanah secara ilegal demi keuntungan pribadi atau orang lain.

Sementara itu, Pasal 502 UU Nomor 1 Tahun 2023 mengatur hukuman hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta bagi pelaku yang secara melawan hukum mengklaim, menjual, atau membebankan hak atas tanah negara maupun properti di atasnya.

Terkait perkembangan kasus ini, pihak Kecamatan Cilimus mengonfirmasi bahwa perkara tersebut sedang ditangani oleh Polres Kuningan. Semua pihak diminta menunggu hasil proses hukum yang sedang berjalan.

 

Tim

 
Copyright © 2025 CYBERSBI

cyberSBI